🖇*ೃ˚[7]༘ 🖇

289 22 44
                                    

“Josef?” tanya Clairine pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Josef?” tanya Clairine pelan. Anggukan dari kepala Ginny sudah menjawab pertanyaan Clairine tadi. Tapi, Clairine masih bingung siapa yang dimaksud dengan Josef? Apakah dia pernah ketemu sama si Josef Josef ini?

“Gua pernah ketemu sama dia?” mata Clairine mengarah ke Ginny yang sedang pura-pura membaca bukunya, buku yang sedang Ginny baca sekarang saja masih dalam posisi terbalik.
“Ginny … Ginny … Do you think you can fool me, huh?”

(Lu pikir lu bisa bego-begoin gua, huh?)

“Josef itu orang yang tadi kerahnya ditarik sama si Erland.” jawab Ginny singkat. Merasa tak puas dengan jawaban singkat tersebut, gadis gembul itu langsung meneror Ginny dengan pertanyaan beruntunnya.

“Eh … berarti lu tadi ngomong sama dia dong? Makanya lu tadi bilang gua banyak bacot sama kayak dia. Kapan lu ngomong sama dia gila? Apa dia jangan-jangan mau nembak lu? Atau mungkin dia mau PDKT dulu? Gimana dari elunya? Suka gak sama dia?” berbagai pertanyaan dari Clairine sukses membuat cewe cantik itu menghela nafasnya kasar, mencoba untuk tak melayangkan tangannya ke dahi sahabat gembulnya itu. “Clairine emang dari dulu agak ngegas ya ….”

“Begini loh ya sahabat aku sayang kuh cinta kuh. Dia itu sebetulnya kayak apa ya ….” ucapnya menggantung sambil sepasang matanya melihat pemandangan langit biru pada siang itu yang terlihat di lapangan sekolahnya yang luas tersebut.

“Kayak apa hayo ….” Clairine langsung menggoda sahabatnya dengan sangat… menjengkelkan. Bibirnya sudah tersenyum dengan sangat lebar… rasanya, wajah tembam itu bisa retak kalau dia terus tersenyum seperti itu.

“Kayak radio rusak yang selalu mengeluarkan suara bisingnya tanpa henti. Dia persis kayak begitu.” jawaban Ginny tadi membuat Clairine mengangakan mulutnya, tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan Ginny karena tadi matanya sempat menerawang dengan lembut ke arah langit yang bewarna biru tadi. Dikira gadis gembul itu, hati Ginny yang keras bak batu akhirnya bisa luluh karena seorang pria. Tapi ternyata tidak.

“Astaganaga nak … mulut mu itu pedas kali kek bon cabe.” Clairine menggeleng-gelengkan kepalanya sembari ia mengatakan itu karena jawaban nyelekit Ginny tadi.

“Gua bakal anggep itu adalah sebuah pujian. Makasih.” jawab Ginny dengan pintarnya, membuat sahabatnya yang ditinggal itu mendesah pelan akan tingkah laku cewe bernama Ginny yang tengah menuju ke toilet. Memang terkadang Clairine juga bingung dengan sahabatnya sendiri, kadang kala sahabatnya itu akan memperlihatkan sifat kekanak-kanakan dan perilaku tidak tahu malunya itu, di sisi lain, dia juga memperlihatkan sifatnya yang dingin dan keras bagaikan es batu. Tapi ya… Clairine mana peduli. Yang penting baginya adalah keberadaan Ginny Iva di tengah-tengah hidupnya. Azekkkk

.·:*¨༺ ༻¨*:·.

“Tadi pas lu ke toilet, guru MTK tadi suruh kita untuk buat kelompok. Dua orang untuk satu kelompok. Bikin presentasi power point tentang materi tadi. Lu pasti sama gua kannnn?” tanya Clairine ke Ginny yang sudah mengangguk-anggukkan kepalanya. Di saat mereka berada dalam satu kelompok itu mereka sangat sangat senang, karena mereka berdua pasti akan bekerja. Bukannya, hanya satu orang doang yang kerja atau banyaknya pekerjaan yang satu dengan yang lain jomplang.

“Iya lah elah. Lu mah kok pake nanya lagi siehh … kita kan soul mate. Aww ....” inilah buktinya bahwa yang dikatakan Clairine tadi adalah sebuah fakta. Buktinya sekarang si Ginny lagi di mode kekanak-kanakannya. Kalo tadi pas dia sebelum ke toilet mah… udah kayak ratu es aja tuh si Ginny.

(Soul mate = belahan jiwa)

“Gila lu ya. Tadi saja lo udah kayak mau membekukan apapun dengan es nyelekit yang keluar dari mulut lo itu. Astaga … kok bisa sih tadi lo perubahannya drastis banget?” tanya Clairine sembari ia menatap Ginny yang tengah membalas tatapannya juga. Salting. Ya.

Clairine gak bisa untuk gak salting kalau misalnya ditatap dengan lama oleh seseorang. Mau itu cowo atau cewe sekalipun. Mau dari yang bayi sampai yang kakek dan nenek. Tetap saja dia bakal ngerasa gak nyaman.

“Karena tadi lu bawa-bawa nama si Josef sih. Jadinya gua kesel. Jadi ya udah deh.” ungkap Ginny ngegas. Dari gelagatnya Ginny, Clairine bisa tahu bahwa si Josef ini pasti melakukan sesuatu yang ngebuat pikiran Ginny terpenuhi oleh tingkah lakunya. Tapi… apa kejadian yang Clairine lewatkan?

“Oh … emangnya dia kenapa sih? Lo kelihatannya jengkel banget dah sama tuh manusia.” ungkap Clairine sembari ia menulis ringkasan materi bagiannya, yang sudah ia dapatkan dari hasil diksusi singkatnya bersama sahabatnya yang tengah mengerucutkan bibirnya dan menautkan kedua alisnya yang tebal dan indah itu.

“Nih ya … gua kasih tahu ….” pikirannya Ginny menerawang ke kejadian tadi, dimana Clairine lari dari kantin.

FLASHBACK

“Eh … kenapa dia lari?” tanya Josef yang tengah duduk di tempat Clairine tadi, yang tempatnya langsung berhadapan dengan Ginny.

It’s because of you, stupid.” gumam Erland pedas kala ia memandang tajam sahabatnya yang bodoh dan tidak berperasaan itu. Siapa sih orang yang bakal bisa tahan kalau misalnya diejek dengan sedemikian rupa? Cowo dingin itu juga punya firasat bahwa cewe gembul di sampingnya tadi sebenarnya mendengarkan apa yang Josef bisikkan di telinganya.

(Itu gara-gara lu, bodoh.)

“Hah? Apa lu bilang?” tanya Josef yang mendengarkan gumaman keluar dari bibir Erland. Tapi, karena Josef tidak mengerti bahasa Inggris, ia tidak langsung mengerti apa yang barusan Erland bilang.

“Hah? Apaan maksud lu?” pertanyaan dimana Erland berpura-pura bego itu ia jadikan alibi agar mereka tidak saling baku hantam di kerumunan kantin itu.

“Oh … tadi gua denger lu kayak lagi ngomong.” jawab Josef sembari tangannya menggaruk-garuk kepalanya yang sebetulnya tidak gatal.

“Halusinasi lu doang kali. Udah ah. Gua mau cabut dulu. Pengap banget rasanya di kantin. Lu berdua mau ikut gua gak?” tanyanya kepada dua sahabatnya yang lain. Mereka berdua hanya menjawab pertanyaan Erland dengan sebuah gelengan kepala. Alhasil, Erland langsung melangkahkan kakinya untuk keluar dari kantin.

Ginny yang melihat pembela sahabatnya tadi pergi, tanpa menghabiskan banyak waktu langsung berdiri dari kursinya. Berniat untuk mengejar Erland agar ia bisa berterima kasih kepadanya karena pembelaan yang ia lakukan kepada sahabatnya yang diejek tadi. Sayangnya, ada tangan yang menahan pundaknya saat ia berniat untuk berdiri.

“Mau lo apa?” tanya Ginny to the point kepada Josef yang sekarang sudah beralih  ke posisi berdiri di belakang Ginny agar gadis cantik itu bisa duduk kembali di hadapannya.

“Lu berhasil ngebuat gua tertarik sama lu.” jawab Josef disertai dengan senyuman miring yang merekah di bibir merahnya.

Hope you like it and

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hope you like it and.....
See you in the next chapter!
\(^o^)/

✓house with no mirrors✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang