“Kalian inget kan sama cewe gendut yang nabrak gua itu?” tanya seorang gadis yang tengah menaikkan kakinya ke meja. Sedangkan, ‘teman-temannya’ hanya membalas pertanyaan Alena dengan sebuah senyuman miring, karena semua orang di situ tahu betul apa yang akan direncanakan oleh ‘bos’ mereka. Senyuman miring dan tatapan penuh dengan semangat yang dipancarkan oleh ‘antek-antek’-nya itu pun tak luput dari perhatian Alena.
“Tahu kan apa yang harus kalian lakukan?” tanyanya lagi dengan senyuman yang sangat merekah. Mereka semua yang ada di sana pun langsung menganggukkan kepalanya dan langsung berdiskusi untuk rencana keji yang akan dibuat untuk melukai Clairine.
“Mau sampai gimana kita buat si babi?” balas salah satu orang di sana, yang bisa dianggap sebagai wakil dari kelompok yang tengah berdiskusi itu.
Dengan kebencian yang sudah memuncak kepada Clairine, dia menjawab, “Buat sampai dia gak punya keinginan lagi untuk hidup.”
“Wah … baru pertama kali lu sampai kayak gitu cara mainnya. Kenapa, huh?” tanya salah satu anggota di sana terheran-heran.
“Gua kan udah kasih tahu ke kalian,” ucapnya dengan senyuman miring dan setelahnya dia menampar meja, membuat suara prang menggelar ke seluruh ruangan yang mewah nan elegan itu, “kalau gua bakal bawa Erland ke dalam pelukan gua lagi. Tapi, kayanya ada penghalang.”
“Penghalangnya itu si babi? Yakin lu? Dia aja gak pantes untuk lu anggep sebagai saingan. Terlalu jomplang tau gak.” ucap salah satu anggota di sana sambil tertawa kecil. Dalam hati, Alena menyetujui itu namun ia tiba-tiba disuguhkan dengan memori pada saat dia dipermalukan di sekolah Erland. Sejujurnya, sebelum ia benar-benar keluar dari sekolah itu, ia sempat melihat bagaimana tatapan Erland saat memandangi Clairine yang masih belum dalam kondisi stabilnya itu. Alena tahu betul apa arti dari tatapan itu…
“Enggak. Tatapan mata Erland pas nolongin dia itu sama seperti tatapan dia dulu saat berada di samping gua. Itu tatapan yang dia kasih ke gua kalau gua lagi ngerasa down. Gua tahu banget.” sergah Alena kesal. Tatapan itu adalah satu-satunya hal yang berhasil membuatnya tenang, karena pria tampan itu akan mencurahkan perasaan tulusnya melalui tatapan itu. Seakan-akan, ia berbicara, “Tenang aja. Gua bakal selalu ada di sisi lu. Gua bakal nemenin lu melalui semua ini,” melalui tatapannya itu.
“Gak akan gua biarin Erland jatuh ke pelukan dia. Gak akan.” ucapnya dengan penuh ambisi. Dia gak akan rela melepas Erland untuk kedua kalinya dan dia gak mau lagi perasaan menyesal bersarang di hatinya. Gak akan.
.·:*¨༺ ༻¨*:·.
Tanpa mengetahui rasa sakitnya yang
akan mendatang karena rencana busuk Alena, Clairine sekarang malah sedang berusaha untuk menenangkan jantungnya. Tak lain tak bukan, penyebab jantungnya bisa berpacu secepat itu adalah karena Erland. Parahnya lagi, dia sekarang lagi nonton drakor yang romance. Gimana gak makin baper tuh. Ya, dia memang tadi nonton genre yang tak ada romantis-romantisnya sama sekali, tapi sekarang dengan kondisi hatinya yang sedang berbunga-bunga itu, mood-nya untuk nonton drakor romance pun langsung melonjak.
KAMU SEDANG MEMBACA
✓house with no mirrors✓
Teen Fiction"Lo pasti ngelakuin itu kan?" "Ngelakuin a - apa mak- maksud lu?" "Self harm." _______________ Semua ini berawal dari Erland yang mengetahui bahwa Clairine melakukan self harm. _______________ "Mungkin gua bakal lebih percaya diri kalau gak ada cerm...