00

38.7K 1.1K 6
                                    

Prolog
.

.

.

Prima baru sadar jika empat wanita di hadapannya ini cantik semua. Pastinya tidak pernah insecure satu sama lain.

Apa jangan-jangan masuk ke dalam lingkaran pertemanan mereka mengikuti seleksi?

Harus good looking dan kaya tujuh turunan?

Jika dibandingkan dengan penampilan Prima.

Oh bagaikan langit dan bumi.

Prima hanya mengenakan baju kaos serta celana jeans dan sepatu sneakers.

Semuanya bermerk kok. Harga sepatunya saja hampir sepuluh juta.

Penampilan Prima memang selalu biasa-biasa saja. Walau Kencana memberinya akses kartu kredit yang membuatnya bisa belanja sepuasanya, tapi Prima tidak akan membeli gaun-gaun ratusan juta ataupun tas. Karena Prima tidak suka berpakaian yang terlalu berlebihan.

Ya, katakanlah Prima terbiasa dengan sederhana. Pakaian yang membuatnya nyaman.

Berhenti membandingkan dirinya dengan keempat wanita itu, Prima pun membalas sapaan Adalyn.

"Hai."

Tentunya malas dan tanpa minat untuk berbasa basi.

"Sibuk apa, Prim?" Kali ini Delia yang angkat suara. Wanita kalem itu duduk di kursi kosong, diikuti yang lainnya.

Prima hanya mampu menghela nafas pelan.

Kenapa empat wanita itu duduk di sini?!

"Oh gue kira lo gak kuliah Prim? Ini buku untuk anak teknik informatika, kan?" sambung Delia setelah melihat buku paket di atas meja.

"Bukan teknik informatika, tapi ilmu komputer."

"Emang beda? Gue kira sama?"

Walau malas meladeni Delia, Prima tetap menjelaskan.

"Ilmu komputer banyak mencakup mengenai hal-hal yang sifatnya teoretis seperti teori jaringan, pemrograman sistem, algoritma, dan lain-lain. Terus praktik juga. Ya, kurang lebih teori-praktik porsinya sama. Kalau teknik informatika lebih fokus ke praktik sih daripada teori."

"Lo jelasinnya udah kayak anak kuliah banget, ya?" sindir Sarah lengkap dengan tatapan sinisnya.

Delia dan Yuki tertawa sinis.

Sementara Adalyn hanya bersidekap menatap datar Prima.

Kedua tangan Prima yang berada di atas paha terkepal kuat. Tatapannya berubah dingin menatap mereka.

"Emang Prima gak kuliah? Terus kalau enggak kuliah ngapain dia bawa buku ini eh kayaknya nonton materi perkuliahan deh?" Delia kembali berceletuk. Memasang raut heran yang Prima duga hanyalah kepalsuan.

"Dari yang gue tau, Prim emang gak kuliah," ujar Sarah, lalu menatap Prima. "Ya kan, Prim?"

"Oh jangan bilang lo lagi belajar buat kerjain tugasnya Ken? Ken masuk jurusan ilmu komputer, kan?" sahut Delia.

Mereka tidak membiarkan Prima bicara ataupun membela diri.

Akhirnya setelah terdiam mengamati ekspresi Prima, Adalyn angkat suara. "Ah masih aja ngerjain tugas Ken. Kayak waktu masih sekolah, ya?"

"Ih Prim bucin banget!" seru Delia lalu tertawa.

"Bucin sama bego apa bedanya, Sar?" Kali ini Yuki bersuara, menatap Sarah.

"Gak ada. Malah goblok."

Sarah, Yuki serta Delia tertawa.

Begitu menyebalkan di telinga Prima.

"Guys! Silent! Kalian jangan gitu. Nanti Prima tersinggung, sahutan Adalyn membuat ketiga temannya terdiam. Lalu menyunggingkan senyum manis pada Prima. "Prim cinta Ken. Apapun itu, pasti Prim lakukan buat Ken. Ngerjain tugas kuliah Ken, sesuatu yang mudah, kan? Sama sekali gak salah."

"Uh so sweet. Kalau aja ada cowok kayak Prim. Gue mau dong!" Delia menimpali memasang ekspresi penuh harap.

"Duh itu namanya bukan pacar Del, tapi babu. Eh ups!" ujar Sarah lalu menutup mulutnya seakan keceplosan. Tentu menyindir Prima.

Ketiganya kembali tertawa, kecuali Adalyn yang tersenyum sinis pada Prima.

Prima yang sedari tadi diam, bukan karena takut melawan.

Hanya saja....

Prima muak pada mereka.

.

.

.

Hai! Hai!

Cerita baru lagi nih hihi...

Cerita ini series terakhir di PROJECT 3 Nanas.

Mudah2an semuanya lancar biar Nanas bisa lanjut di BITTERSWEET SERIES hihi

Cuss langsung baca chap 1!!!

Jangan lupa vote dan komen yoo!!!

Senin, 17 Mei 2021

GORGONIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang