16

4.5K 332 17
                                    

Perasaan Cemas Karena Posisinya Terancam
.

.

.

Seminggu lebih Prima berada di rumah sakit. Memar di tubuhnya sudah terlihat samar, pun sakit di sekujur tubuhnya tidak lagi ia rasakan.

Prima sudah pulih kembali, telah keluar dari rumah sakit.

Mengendarai taksi online menuju apartemen tempatnya tinggal.

Tidak ada Kencana menjemput.

Pria itu...

Bahkan terakhir kali muncul lima hari yang lalu. Selebihnya tidak pernah lagi.

Prima sendirian jika malam hari, karena Kirana tidak bisa menemaninya. Sahabatnya itu kembali tinggal di rumah orang tuanya yang begitu ketat sehingga waktu Kirana berada di luar dibatasi.

Pun Prima harus berbohong pada Kirana jika Kencana menemaninya di malam hari sehingga Kirana tidak terlalu khawatir padanya.

Sesampainya di apartemen, langkahnya berhenti saat mendapati sosok wanita yang duduk santai di ruang tengah.

Sosok yang ia pernah jumpai di klub saat itu. Wanita itu berada di antara teman-teman Kencana yang lain.
Baru saja ia hendak bertanya kenapa wanita itu di sini, kehadiran Kencana yang baru keluar dari dapur menyentak fokusnya.

Pria itu hanya mengenakan celana levis. Bagian atasnya tanpa pakaian. Terlihat keringat bercucuran di tubuh pria itu.

Tatapan Prima pun beralih pada wanita itu yang beranjak seraya mengikat rambutnya tinggi hingga memperlihatkan leher jenjangnya.

"Oh lo udah balik?" Hanya itu respon Kencana melihat kehadiran Prima. Acuh tak acuh. Duduk di sofa tunggal seraya meneguk minuman kaleng yang ada di tangannya.

Sosok wanita itu berlalu begitu saja melewati Prima menuju dapur. Seakan Prima tidak ada di tempatnya berdiri.

Prima pun menghampiri Kencana, lalu duduk di sofa lainnya. "Dia siapa, Ken?"

"Niki," jawab Kencana singkat tanpa membalas tatapan Prima, memilih meneguk minuman kalengnya.

"Kok dia di sini? Sejak kapan?" tanya Prima penuh tuntut. Pikiran negatif mulai menghantam kepala Prima. Melihat kondisi kedua orang itu yang seakan baru saja melakukan aktivitas menguras keringat. Apalagi hanya ada mereka berdua di apartemen ini.

"Kan lo masuk rumah sakit. Terus gak ada yang masakin gue. Niki gantiin lo." Dengan santai Kencana menjawab, lalu kembali meneguk minumannya.

Kalimat terakhir yang dilontarkan Kencana membuat Prima meneguk ludahnya susah payah. Matanya mulai berkaca-kaca. Pikiran negatif semakin menggerogoti kepalanya.

Kencana berniat menggantikan dirinya?

"Ken, apa maksud kamu cewek itu gantiin aku? Kita... kita... kamu gak ada maksud lain, kan? Maksud kamu... kamu cuma jadiin dia tukang masak soalnya aku... aku sakit, kan?" Prima meraih tangan Kencana. Mengenggam erat tangan itu seakan takut melepaskannya.

Kencana menunduk menatap tangannya, lalu menatap Prima yang memelas. Menyentak tangannya hingga terlepas dari tangan Prima. Ia mengangguk pelan seraya mengendikkan kepala ke atas. "Mending lo istirahat."

Sebenarnya Prima enggan menuruti Kencana, tapi melihat tatapan dingin pria itu membuatnya mau tidak mau naik ke kamar.

Sebelum naik ke lantai dua, ia berpapasan dengan Niki. Wanita itu menyunggingkan senyuman manis.

GORGONIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang