31

4K 297 28
                                    

Ditahan
.

.

.

Di dalam ruangan remang tersebut, Kencana diinterogasi dua pihak kepolisian tentang penemuan linting ganja serta laporan tentangnya, jika ia  mengkonsumsi benda tersebut selama  beberapa bulan terakhir ini.

Meski benar ia mengkonsumsi, tapi Kencana tidak mengaku. Ia bungkam. Enggan bicara. Hanya bicara sekali tadi, itupun ingin menghubungi pengacara. Akan melaporkan balik karena ia merasa difitnah.

"Saudara Kencana, saya ingin kerjasamanya. Kalau saudara ingin berlama-lama berada di sini, tidak apa-apa. Itu bukan urusan saya."

Kencana berdecak kesal. Ia melemparkan tatapan tajam pada dua polisi tersebut.

"Sekali lagi saya ulangi. Apa benar benda yang kami temukan di kamar saudara adalah milik saudara?" tanya Pak Polisi tersebut. Tegas dan tajam. Sembari mengacungkan benda yang ditemukan sebagai bukti sehingga Kencana di bawa ke kantor polisi ini.

Kencana melirik benda tersebut lalu menatap Pak Polisi tak kalah tajam. "Bukan!" tegasnya. Lalu bersandar. Sikapnya sangat santai. Bahkan bersidekap. "Bapak bisa periksa saya. Tes urin. Apakah saya negatif atau positif? Bukan kah seperti itu prosedurnya?"

Kedua polisi tersebut saling pandang sejenak. "Lalu kalau bukan punya saudara. Lalu ini punya siapa? Apa perempuan itu?"

Punggung Kencana kembali menegak. Ia menatap dua polisi itu secara bergantian.

Sementara itu di balik jerusi besi sementara. Prima meringkuk. Meneteskan air mata. Menangis tanpa suara.

Begitu mencemaskan Kencana. Bahkan tidak memikirkan nasibnya sendiri karena terlalu memikirkan Kencana.

Hingga ia dibawa ke ruang interogasi. Mulai ditanya beberapa pertanyaan yang membuatnya berkeringat dingin. Mulai gugup.

Apalagi saat ditanya apakah selama beberapa bulan terakhir ini ia mengkonsumsi narkotika jenis ganja tersebut.

"Apa benar saudari Prima mengkonsumsi benda ini?"

Prima menggeleng pelan. Ia menatap dua Polisi di hadapannya. "Ke-Ken... maksud saya Kencana, gimana keadaannya?" tanya Prima cemas. Ingin mengetahui keadaan Kencana. Apa pria itu telah selesai diinterogasi?

"Saudari Prima! Sekarang Saudari yang diinterogasi! Saudari fokus sebentar!" tegur salah satu di antara mereka membuat Prima terkesiap karena suaranya agak keras.

Prima mengangguk pelan. Kembali fokus pasa sesi interogasi tersebut.

"Ada pihak yang mengatakan jika saudari Prima beberapa bulan ini menjadi kurir. Menjadi perantara antara pembeli dan penjual? Apa benar?!"

Prima menggeleng kaku. Enggan mengakui.

"Jangan bohong! Kebohongan saudari Prima bisa memberatkan saudari!" tegas pihak polisi tersebut.

Air mata mendesak ingin keluar, tapi sekuat tenaga Prima menahannya. Ia hanya mampu menggeleng. Menunduk, enggan menatap dua polisi tersebut. Tangannya berkeringat saling meremas satu sama lain. Berharap Kencana mengeluarkannya dari tempat ini yang membuatnya sesak.

Prima semakin menunduk. Mulai meneteskan air matanya.

"Siapa yang menjadi pelanggan saudari? Tolong kerjasamanya agar semuanya cepat selesai!"

Prima tentu tidak akan menyebutkan nama Kencana.

"Tolong jawab saudari Prima! Apa saudari ingin masuk penjara?! Hukumannya akan sangat berat jika saudari Prima tidak menjawab!" sela salah satu diantara mereka. Kini membentak membuat air mata Prima bercucuran.

GORGONIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang