Episode|16

2.6K 350 16
                                    

***

  Matahari dengan percaya diri menampakkan seluruh bagiannya ke bumi. Bersinar begitu terang sampai-sampai tidak ada satu orang pun yang bisa menatapnya dengan mata telanjang. Di siang yang panas ini kelasku sedang mengikuti pelajaran olahraga. Yep pelajaran malaikat penyelamatku. Sudah lama sekali aku tidak melihat wajah tampan pria itu. Ntah kenapa suasana hatiku kembali berseri saat melihat Teo.

  Satu dua orang siswa perempuan dikelasku mengeluh karena matahari yang membentang begitu panas diatas sana. Mungkin mereka takut kulitnya terbakar.

  "SEMUANYA CEPAT BERKUMPUL!" teriak Teo yang berada ditengah lapang. Matanya sedikit  menyipit lantaran silau yang ditimbulkan cahaya matahari.
  Aku berdiri bersama ketiga sahabatku, dan di ikuti dengan yang lainnya, melangkah menghampiri Teo yang kepanasan disana. Kami semua berkumpul dihadapan Teo. Aku sedikit bingung memanggil pria itu harus menggunakan embel-embel 'Pak' atau dengan namanya saja? Karena aku yakin usiaku denganya tidak akan terpaut jauh. Tapi jika dibandingkan dengan usia gadis ini,  sudah pasti akan jauh berbeda.

  "Seperti biasa kita pemanasan terlebih dahulu sebelum memulai olahraga." ucap Teo yang langsung diangguki oleh semua murid. 

   "Masih pelajaran yang kemarin kan pak?" tanya salah satu murid yang tidak aku kenali.

     "Yeah, kita akan..." 

  Aku tidak tahu lagi apa yang dikatakan oleh pria itu, aku lebih tertarik memandangi wajahnya. Tak bosan-bosannya aku memandangi pria itu. Berharap semoga Teo menjadi Rajaku kelak disuatu saat nanti.

  Tak

"Akh!" Aku sedikit terkejut saat seseorang memukul pelan kepalaku. Berani sekali dia. Aku berbalik menatap sang pelaku, "ada apa?!" tanyaku kesal pada Hilman. Tidak ada angin tidak ada hujan apalagi gunung meletus, pria itu tiba-tiba memukul kepalaku.

  "Gue ajak ngobrol lu dari tadi aelah, malah  bengong nih anak. Mana gak kedip-kedip lagi tuh mata. Pikaseubeuleun." (menyebalkan) ucap Hilman kesal.

  "Apa yang ingin kau bicarakan?" tanyaku dengan masih memandang lurus menatap Teo.

  "Teu, teu jadi!" (Gak, gak jadi.) ucap Hilman yang sepertinya marah. Aku beralih menatap Hilman, ada apa dengan pria ini? Tidak jelas sekali.

   "Eh, apa kau tau berapa usia pak Teo?" tanyaku penasaran pada Hilman. Pria itu langsung menatapku dengan mata yang melebar. Aku mengernyitkan alis melihat reaksi pria itu, apakah ada yang salah dengan pertanyaanku?

   "31." jawabnya dengan tatapan menyelidiki, "jangan bilang lo...." perkataannya menggantung sembari menunjukku. 

    "Apa?"

    "Wahh parah sih parah ini mah, bahaya!" ucap Hilman membuat aku bingung. Ternyata tidak hanya bahasa yang aneh, namun tingkahnya juga aneh, bahkan lebih aneh.

  "Woi ngobrol mulu lo berdua. Cepet cari barisan!" teriak Ariana yang berada didepan sana, dengan Teo yang berada disampingnya. Mengapa tidak aku saja yang berada disamping pria itu? Huh.

  Aku melihat keseliling, ternyata yang lain sudah berbaris rapih. Aku pun langsung memilih barisan asal, terpisah dengan sahabat-sahabatku—tidak terlalu jauh. Ariana merentangkan tangannya, seluruh siswa pun ikut merentangkan tangan, tak terkecuali. Gerakan demi gerakan aku ikuti, tapi aku tidak melakukannya dengan serius. Aku merasa bosan, dan tidak bersemangat. 

CASSABELLA { jiwa yang tertukar }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang