Karena Andra kah?

11 0 0
                                    

Malaka menyiapkan gaun klien yang akan diambil hari ini. Beberapa juga akan ia kirimkan ke rumah kliennya.
Semua sudah siap saat pukul 12.00 wib.

Selepas sholat dhuhur Malaka mengantarkan gaun pesanan salah satu kliennya menggunakan grab. Ia lupa jika hari ini harus mengantar gaun. Ia cukup menyesali berangkat naik grab, bukannya naik kendaraannya sendiri.

Pukul 15.30 wib Malaka sampai di butiknya. Badannya lelah sekali dan lemas. Malaka tersenyum ketika melihat salah satu kliennya berbincang dengan Sarah. Malaka menghampiri mereka. Kliennya itu sedang mengambil gaun pesanannya.

Cukup lama Malaka berbincang bersama Sarah dan Kliennya. Tak terasa sudah pukul 16.20 wib. Malaka bergegas ke belakang untuk mandi dan sholat ashar.

"Aku ke balakang dulu ya, Mbak." pamit Malaka pada Sarah yang sedang membereskan meja di galeri depan.

Setelah mendapat anggukan dari Sarah Malaka beranjak ke kantornya. Ia mengambil pakaian ganti dan mengecek ponselnya sebentar kemudian beranjak ke kamar mandi.

Badan Malaka menggigil selepas ia mandi. Bahkan setelah ia melaksanakan sholat ashar tubuhnya tetap merasa dingin meskipun sudah kering. Kepalanya juga semakin pusing.

Malaka tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Yang ia tahu ia tidak bisa tidur semenjak pertengkarannya dengan Andra semakin panas di malam Minggu. Berarti sudah enam hari gadis itu tidak tidur.

Malaka mencoba menghubungi Andra, tapi tidak ada balasan. Andra mengabaikan panggilannya di telepon. Malaka merasa amat bersalah pada lelaki itu.

Malaka mencoba memakan buah yang ia baea sebagai bekal dari rumah. Tetapi rasa mual benar benar menganggunya. Ia tak sanggup menghabiskan separuh buah apel fuji berukuran sedang.

Malaka mencoba beranjak dari kursinya. Ia ingin meminta tolong pada Balqis untuk dibelikan obat di apotek. Namun belum sempat ia melewati pintu ruangannya tubuhnya sudah rebah terlebih dahulu ke samping. Tubuh Malaka merosot di daun pintu ruangannya. Menimbulkan bunyi gedebuk pelan yang terdengar oleh Balqis yang sedang berada di galeri belakang.

Balqis berjalan menghampiri asal suara berisik tadi. Gadis itu terkejut nenemukan Malaka yang tidak sadarkan diri di ruanganya.

"Mbak Sarah.... Hana... Tolong..." Bilqis berteriak meminta bantuan sambil memeriksa keadaan Malaka. Gadis itu benar-benar kalut.

"Astaghfirullah... Malaka..." Sarah segera menghampiri Bilqis dan Malaka.

"Kenapa bisa gini?" tanya Sarah sambil memangku kepala Malaka.

"Nggak tahu, tadi tiba-tiba udah pingsan waktu aku kesini."

"Malaka.. Hei... Malaka..." Sarah mencoba membangunkan Malaka.

Malaka menggeliat pelan. Dahinya mengeryit.

"Malaka... Dengar aku?" tanya Sarah memastikan dan Malaka mengangguj pelan.

"Kau bisa berdiri?" tanya Sarah lagi. Namun tak ada sahutan dari Malaka. Tubuhnya pun tak bergerak barang sedikit.

"Malaka... Hei... Kau dengar aku? Malaka?!" Sarah kembali memastikan, tetapi tetap tidak ada sahutan.

"Hana, Bilqis ayo bantu. Kita baringkan di sofa."

****

Andra memandang ponselnya gamang. Malaka menelponnya, tetapi ia tak berminat mengangkat. Ia menunggu pesan dari Malaka. Biasanya gadis itu akan mengirim pesan jika Andra tidak mengangkat teleponnya.

Tiba-tiba perasaannya tidak enak. Pagi tadi Andra melihat Malaka berangkat kerja dengan wajah yang pucat. Meskipun telah tertutupi oleh makeup, wajah pucat gadis itu tetap terlihat di mata Andra.

"Apakah terjadi sesuatu pada anak itu?" gumam Andra.

****

"Dra.." Andra berhenti dan berbalik memanatap mamanya.

"Kamu masih berantem sama Malaka?" tanya mama Andra pelan.

Andra diam dan hendak berbalik.

"Tadi dia pingsan di depan rumahnya. Mama sama papa yang bantuin ibunya Malaka untuk angkat Malaka ke dalam. Dokter bilang Malaka kecapean, tapi mama nggak percaya sama dokter itu sebenarnya. Dokter itu kawan Malaka. Mungkin saja banyak hal yang Malaka minta untuk sembunyikan dari kita.

Mama kira kamu udah jagain Malaka baik-baik. Tapi ternyata kamu malah bikin dia sakit.

Malaka berbeda dengan kamu. Dia hidup dalam trauma.  Mama harap kamu mengerti. Tentang pekerjaan kamu, Malaka sudah banyak mengerti. Ia hanya ingin kamu tidak memakai seragammu karena ia takut namamu buruk karena pergi keluar dengannya.

Kamu anak mama, tetapi Malaka adalah pelita yang ingin mama jaga bersamaan mama dan papa menjaga kamu dan adikmu."

Andra mematung mendengar ucapan mamanya. Laki-laki yang masih mengenakan pakaian dinasnya itu terdiam. Merasa bersalah dengan segala sikapnya. Dengan keegoisannya, meskipun Malaka juga ikut andil membangun egois dalam dirinya sendiri.

"M-mma" lidah Andra mendadak kelu.

"Maafin mama udah memberi beban berat di untuk ikut menjaga Malaka padahal ia bukan siapa-siapa kita." mama memeluk tubuh jakung sang putra. Menenggelamkan kepalanya pada dada bidang yang berlapis seragam coklat abu itu.

"Mama hanya takut Malaka kembali seperti dulu lagi. Kasihan ibunya." Mama mengusap air mata yang keluar  dari matanya.

Andra mengusap punggung mamanya. "Maafin Andra, Ma." lirih Andra.

MALAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang