Kakak Ipar

15 7 0
                                    

Hari tersial. Entahlah, Malaka benar-benar frustasi dengan hari ini. Gadis itu sudah ada di rumah sakit ibu dan anak. Tentu saja menjenguk Marsya dan bayinya.

Baru saja masuk ke ruang rawat Marsya, gadis itu sudah disambut oleh tantenya.

"Eh, Malaka. Tante kira kamu nggak datang loh..." ucap tante.

Malaka hanya tersenyum sekilas dan menghampiri Marsya yang sedang menimang bayinya.

"Selamat ya. " ucap Malaka sambil mengelus puncak kepala bayi Marsya. Malaka tersenyum melihat bayi itu. Cantik. Seperti ibunya. Berkarisma seperti ayahnya. Malaka tersenyum-getir.

"Kamu nggak pengin punya baby juga? Buruan nikah lah. Biar cepet cepet hamil dan ngerasain melahirkan. Biar kamu nggak bantah ibu kamu terus." ucap tante. Tentu saja Malaka abaikan. Tidak penting baginya.

Malaka kembali tersenyum menatap bayi Marsya. "Boleh aku gendong. Aku dari rumah aja kok tadi," tanya Malaka meminta izin pada Marsya.

Marsya mengangguk. Malaka mengambil alih bayi perempuan itu. Ditimangnya hati-hati. Menyenangkan memang bagi Malaka berhubungan dengan makhluk mungil bernama bayi.

"Mbak udah jago banget gendong bayi. Aku aja yang udah lumayan sering pegang bayi masih agak takut." ujar Masrya melihat Malaka yang begitu santai menggendong bayinya.

Malaka hanya tersenyum sekilas lalu mengembalikan bayi cantik itu pada ibunya.

Malaka beranjak dari hadapan Marsya. Gadis itu lantas duduk diam di sofa sambil memainkan ponselnya. Ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Kedongkolannya pada Marsya beberapa bulan lalu karena kain dari Turki itu masih bersisa sebenarnya. Malaka malas berinteraksi lama-lama dengan Marsya. Oleh karena itu, setelah basa-basi sedikit dengan Marsya ia langsung melipir ke sofa.

Entah kesialan apa lagi. David, suami Marsya, datang menghampirinya dan duduk tepat di sampingnya.

"Lama, nggak ketemu, Malaka. Gimana kerjaan, lancar?" tanya David membuka topik pembicaraan.

"Hm alhamdulillah," jawab Malaka singkat.

"Lo tadi jago gendong Lilinya. "

Malaka hanya diam menanggapi perkataan David barusan.

'Ah... Jadi namanya Lili. Bagus.' batin Malaka.

"Lo masih marah?" tanya David lagi.

"Soal?" Malaka menaikan satu alisnya.

"Kain punya lo yang dipakai Marsya kemarin. Gue ganti ya?" David berucap tak enak.

"Hn. Ga perlu. Anggep aja hadiah karena gue ga dateng waktu acara kalian." ucap Malaka sambil memasukan ponselnya ke tote bagnya.

"Terimakasih,"

Malaka bangkit dan menghampiri ibu.

"Bu, Malaka berangkat dulu. Ibu pulang sama Dean ya," pamit Malaka pada ibu.

"Iya. Hati-hati ya,"

"Ya,"

Malaka melangkah keluar dari ruang rawat Marsya.

"Malaka, lo ga pamitan sama Marsya?" tanya David yang ada di depan pintu ruang rawat.

"Gue pamit ke elu aja. Gue cabut dulu. Selamat ya. " ucap Malaka datar.

"Oh, iya. Nanti gue sampaiin." jawab David. Laki-laki itu sungkan kepada Malaka. Terlalu banyak hal yang membuatnya merasa tak enak.

Malaka mengangguk, "Btw, David. Gue kakak ipar lo." ucap Malaka lalu lanjut berjalan pergi.

David terdiam. Malaka adalah kakak iparnya. Ia tak dapat kembali mendobrak hati gadis itu. Sekali pun hanya untuk berteman.

°
°
°

21 Oktober 2020

Salam hangat.

Shine

24 Maret 2022

MALAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang