Lelahnya Malaka

52 10 0
                                    

MALAKA•

°
°
°

Hari hari Malaka setelah kepulangannya dari Turki menjadi benar-benar tak terkendali. Gadis itu terus sibuk di ruangannya. Sedang ibunya ataupun asistennya tidak bisa membujuknya untuk beristirahat.

Gaun pernikahan Nabila sudah selesai. Mahkotanya pun juga sudah datang tadi pagi. Malaka juga sudah mengemasnya rapih rapih. Dan sore ini akan ia antarkan ke rumah Nabila.

Sudah tiga hari Andra tidak menghubungi Malaka. Membuat Malaka merasa bersalah. Apakah Andra benar-benar marah padanya? Semarah itukah?

Malaka termenung menatap ke jendela di kantornya. Bulir-ulir air hujan terbias disana. Gadis itu memikirkan banyak hal saat ini.

Tentang keinginannya mengadopsi Fatimah yang gagal. Tentang selembar kain yang harus ia  perjuangankan keberadaannya. Dan sekarang apalagi?

Andra yang biasanya akan menghangatkan harinya mendadak dingin kepadanya. Malaka benar-benar merasa buruk sekarang. Sebenci itukah dunia padanya. Hingga rasa rasanya untuk bertahan saja sulit bagi Malaka.

Jika bisa menyerah, Malaka ingin menyerah dari dulu. Bahkan sejak lama. Tapi masih banyak yang harus ia perjuangkan. Ibunya, adiknya—meskipun sekarang sudah bukan tanggung jawabnya lagi, karyawannya, dan juga dirinya.

Sejak semalam merasa tubuhnya sedikit sakit. Ia sudah coba abaikan. Malaka bukan tipe orang yang suka minum obat. Jadinya ia hanya meminum air jahe panas seperti biasanya jika ia sakit.

Tapi sekarang, di siang yang hujan ini, di dalam ruangannya, Malaka merasa tubuhnya benar-benar lelah dan sakit. Terlebih sedari tadi ia terus memikirkan tentang banyak hal. Tidak heran jika ia tambah sakit.

'Tok tok tok' suara pintu diketuk menginterupsi lamunan Malaka.

"Mbak, " ternyata Hana, pramuniaganya, yang sudah mengetuk pintu.

"Iya, Han. Ada apa?" tanya Malaka sambil menghampiri Hana yang berada di muka pintu.

"Ada Bu Nabila di depan." ucap Hana.

"Nabila? Oh iya," Malaka berjalan ke galeri depan untuk menemui Nabila. Tapi kenapa Nabila kemari. Ah entahlah, mungkin dia ingin mengambil gaunnya.

"Hai, Nabila. " sapa Malaka sambil menjabat tangan Nabila.

"Hai,"

"Sendirian?" tanya Malaka melihat Nabila yang hanya sendiri.

"Iya, baru pulang kantor aku. Sekalian aja mampir kesini ambil gaun," terang Nabila.

"Oh... Padahal nanti sore aku mau anterin ke rumah kamu. Pasti sibuk banget kamu ya udah deket hari h" ucap Malaka.

"Ya... Gitu deh lumayan," jawab Nabila sambil menggaruk tengkuknya kikuk.

"Semangat ya. Jadi ikutan deg deg an aku. Sebentar ya aku ambilin dulu gaunnya," setelah mendapat anggukan dari Nabila, Malaka beranjak ke dalam untuk mengambil gaun Nabila.

"Eh, Hana. Tolong itu Nabilanya dikasih minum ya," ucap Malaka saat berpapasan dengan Hana yang akan ke galeri depan di lorong. 

"Aku lupa tadi," tambah Malaka.

"Iya, mbak. Siap!"

Malaka pun melanjutkan berjalan ke kantornya untuk mengambil gaun Nabila.

Saat pintu kantornya ia buka tiba tiba pandangan Malaka menggelap.  Kemudian gelap itu disusul dengan pening yang menusuk hingga ke hidungnya. Gadis itu kehilangan keseimbangan. Ia terjungkal ke depan.

MALAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang