Hari Hari Penuh Masalah

53 12 3
                                    

MALAKA•

°
°
°

"Dra?"

"Kamu ngapain disini?" Malaka terkejut melihat Andra berada di parkiran pengadilan.

Dengan senyum tipis di wajahnya, Andra berjalan mendekati Malaka. Laki laki itu kemudian berdiri di depan Malaka.

"Gimana?" tanya Andra kemudian.

Malaka menghela nafas lalu tersenyum samar. "Mungkin lebih baik dia sama keluarga Atmaja."

Andra tersenyum menanggapinya. Lalu tangannya bergerak merangkul pundak Malaka.

"Yaudah, sekarang mau kemana lagi?" Andra dan Malaka berjalan mengikuti langkah kaki pengacara Malaka.

"Aku mau ke kantornya Pak Bram dulu." Malaka memang akan ke kantor Bramasta, pengacaranya, untuk menyelesaikan berkas.

"Setelah itu?"

"Ke rumah nenek. Mau ambil kain," jelas Malaka.

"Gausa kamu anterin. Aku bawa mobil sendiri," tambah Malaka melihat gelagat Andra.

"Yakin?" Malaka mengangguk.

"Kamu ngapain disini?" tanya Malaka kemudian. Tadi ia bertanya demikian belum dijawab oleh sahabatnya itu.

"Mau liat kamu aja." Malaka menatap Andra seolah berkata 'ngapain deh'.

"Nggak nggak... Tadi aku ada keperluan disini. Sekalian aja nemuin kamu gitu." ucap Andra.

"Oh, yaudah. Kalau gitu aku cabut duluan ya," Malaka melepas rangkulan tangan Andra di pundaknya.

"Hm, iya. Hati hati"

"Iya, bye." Malaka masuk ke mobilnya dan melajukan mobilnya mengikuti mobil Bram yang ada di depannya.

"Hms..." Andra mengehela nafas melihat kepergian Malaka. "Kamu harus jadi Malaka yang dulu. Aku bakal bantu kamu,"

***

Setelah urusan di kantor Bram, Malaka pergi ke rumah neneknya. Rumah neneknya cukup jauh dari kota tempat tinggalnya. Sekitar satu sampai satu setengah jam perjalanan.

"Ngapain kesini?" suara tantenya, adik dari ibu Malaka, menyambut kedatangan Malaka di rumah besar. Rumah neneknya.

"Mau ambil kain, Te." ucap Malaka sambil menyalimi tantenya.

"Kain? Kain biru di lemari kamu itu?" tanya tante Malaka.

"Iya. Ko tante bisa tahu?" Malaka terheran bagaimana tantenya itu bisa tahu.

"Oh, itu kain udah nggak ada disana" jawaban tante Malaka membuat Malaka terkerjut.

"Ha, ko bisa?" Malaka berjalan menuju ke kamarnya yang ada di rumah ini.

"Udah dipakai sama Marsya buat baju tujuh bulanan nanti," Malaka menghentikan langkahnya dan berbalik melihat ke arah tantenya berada. Dilihatnya tantenya itu hanya menatap Malaka malas.

Malaka mengabaikannya dan melanjutkan jalannya ke kamar. Ingin memastikan apakah kain itu benar benar tidak ada disana.

Dan ternyata benar. Kain itu sudah lenyap. Dengan kunci pintu lemari yang sudah nampak dibuka paksa. Malaka meradang. Ia ingin menangis.

Kain itu ia dapatkan dari Turki. Dan semudah itu raib oleh keluarganya sendiri. Bahkan Malaka saja menahan keinginannya untuk memakai sendiri kain itu karena harganya begitu mahal. Ia pikir lebih baik digunakan untuk kliennya saja. Lebih menguntungkan untuknya dan untuk kliennya juga.

MALAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang