Punya Anak

28 4 0
                                    

Malaka sedang sibuk di ruangannya. Ia harus benar-benar menyelesaikan pesanan gaunnya hari ini. Karena besok harinya akan lebih sibuk lagi.

Perihal lamaran Andra kemarin malam, Malaka tidak memberikan jawaban. Gadis itu dilingkupi rasa malas jika berhubungan dengan pernikahan. Maksudnya, jika dia yang harus menikah. Rasanya butuh ribuan kali berpikir untuk itu.

Dan karena itu pula, Andra nampak kecewa pada Malaka. Laki-laki itu nampak murung setelah mengantarkan Malaka pulang.

"Kamu yakin mau adopsi lagi?" tanya Sarah pada Malaka. Malaka memang dibantu oleh Sarah dalam menyelesaikan gaun kliennya ini.

Malaka mengangguk, "Iya, bakalan aku coba lagi. Dia anaknya temen aku,"

"Kok dia mau ngasih anaknya ke kamu? Em... Maksudnya itu," Sarah jadi bingung sendiri.

"Ya gitu deh, Mbak. Temen aku sibuk. Anaknya kembar, dia ga bisa ngerawat dua-duanya." terang Malaka.

"Kamu yakin mau misahin anak dari ibunya, Ka?" tanya Sarah memastikan.

Malaka berhenti dari kegiatannya. Gadis itu menghela nafas, "Dia yang nawarin ke aku, Mbak. Awalnya aku bingung sih, tapi bakal aku coba ambil kesempatan ini. Kali aja dapet,"

Sarah menatap Malaka iba.

"Kenapa nggak nikah aja sih, Ka? " tanya Sarah akhirnya. Wanita itu mulai jengah dengan sikap Malaka yang selalu begitu.

Malaka menatap Sarah malas. Gadis itu enggan menjelaskan alasannya.

"Nggak semua laki laki itu brengsek, Ka. Nggak semua," ucap Sarah. Sarah tahu alasan Malaka bersikap enggan pada laki-laki. Tapi Sarah merasa bahwa Malaka mulai berlebihan menyikapi semuanya. Mulai tidak masuk akal.

"Mbak tahu apa?" Malaka menelan kekecewaan ke dalam matanya yang menatap Sarah lekat lekat. Sedang Sarah, yang ditatap oleh Malaka, merasa resah.

"Aku udah kenyang makan kebrengsekan mereka. Mbak nggak perlu mengkhawatirkan apa pun," ucap Malaka.

Gadis itu menghela nafas. "Mbak, aku minta tolong ya ini diselesaiin sama mbak. Aku mau keluar," ucap Malaka sambil beranjak dari pekerjaannya. Gadis itu mengambil tas dan juga ponselnya lantas keluar. Ia sudah tidak mood bekerja. Biar Sarah yang melanjutkan. Tinggal sedikit juga.

"Malaka, aku minta maaf." ujar Sarah sebelum Malaka benar benar keluar dari ruangannya.

Malaka menghentikan langkahnya dan berbalik mengahadap Sarah. " Nggak apa apa kok, Mbak. Aku keluar dulu,"

Sarah menghela nafas melihat Malaka yang pergi meninggalkan ruangannya. Wanita itu merasa bersalah pada Malaka. Ia telah menghidupkan sisi muram Malaka. Sarah menyesalinya.

****

Malaka menatap gerimis di balik kaca mobilnya. Gadis itu sedang berada di tepi jalan raya menikmati segelas mcflurry dan juga martabak mini. Hari sedang hujan. Sepertinya tahu perasaan Malaka yang perlu guyuran angin dingin.

Malaka memikirkan lagi semuanya. Tentang rasa takutnya. Tentang keinginannya. Tentang betapa lelahnya dia hidup dalam lingkungan yang aneh bagi dirinya.

"Kenapa nggak nikah aja sih, Ka?"

"Ayo nikah,"

"Kamu itu udah waktunya nikah. Marsya aja udah nikah,"

"Dean aja udah nikah loh. Kalah sama adeknya,"

"Kenapa sih nunda nikah?"

"Pacaran aja dulu sana," 

MALAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang