15 : Teror

5.1K 717 154
                                    

"Jika tidak bisa membantu manusia, setidaknya bisa membantu 'mereka'."

👻👻👻

Sudah berhari-hari semenjak kejadian Hana pingsan, dan berhari-hari itu pula teror lain mulai bermunculan. Entah bangkai hewan, tulisan merah, dan sebagainya.

Tak mudah bagi gadis itu, ditambah lagi dengan pandangan orang lain mengenai kasus Vivi yang dengan lancang dituduhkan padanya, masih berusaha ia tahan walau semua bukti tidak ada yang menyudutkan dirinya.

Tentang hantu Alex yang sudah lama tak ia ajak berkomunikasi, Hana masih berusaha untuk tidak peduli, pun tentang arwah lain yang nantinya akan muncul dan mengganggu hidup Hana yang memang sudah hancur ini. Setidaknya belakangan ini gadis itu berhasil untuk tidak peduli. Namun, semua sirna ketika Jesicca bertanya padanya.

"Lo sebenernya kenapa, Na? Ada masalah?"

Hana mengerutkan dahinya. "Aku? Gapapa, Jes. Maksud kamu gimana?"

"Lo paham arah pembicaraan gue," balas Jesicca.

"Kenapa? Kenapa diam aja? Kenapa ketika semua orang di sini menuduh lo sebagai pembunuh, lo cuman diam? Kenapa? Jangan buat seakan-akan apa yang mereka tuduhkan itu benar, Na!" Intonasi Jesicca sedikit naik, nampaknya dia sudah bosan melihat ketenangan Hana selama ini.

"Jangan lupa juga kewajiban lo buat balikin hantu Antonio ke alamnya, Na! Ketika semua udah kita mulai, kenapa dengan seenaknya lo diem aja seolah gak terjadi apa-apa? Jangan bilang ka–"

"Diam, Jes! DIAM!" pekik Hana.

"A–aku nyoba buat gak peduli, karena aku tau kalo aku ngelawan pun mereka tetap pada opini mereka. Kalo udah benci, semua bakal terlihat buruk!"

"Apa kamu pikir aku gak capek?! Capek, Jes! Dari dulu selalu dikatain 'aneh', 'pembawa sial'! Ditambah lagi sama panggilan 'pembunuh' dipikir aku seneng? GAK JES, NGGAK!"

Sesak, Hana kehabisan napas. Kristal bening yang sudah tak bisa ia bendung pun lolos begitu saja. Emosi yang Hana tahan, air mata yang Hana kurung, serta sakit yang Hana pendam hari ini sukses membuat gadis itu sadar bahwa dunia benar-benar tidak adil padanya.

Jesicca hanya bisa termangu menatap Hana, tangannya mencoba untuk merangkul Hana, tetapi malah dihadiahi tepisan.

Hana melangkah pergi, Jesicca sama sekali tak menghentikannya, ia paham bahwa Hana sedang butuh waktu untuk menenangkan diri. Setelah beberapa menit, ia baru sadar bahwa saat ini ia tengah menjadi pusat perhatian. Jesicca menatap nyalang ke beberapa murid yang memang sering berkicau tentang Hana dan dirinya.

"APA?! PUAS SEKARANG KALIAN SEMUA?! LIDAH KALIAN EMANG GAK ADA KERJAAN LAIN SELAIN NGURUSIN ORANG LAIN!"

👻👻👻

"Liat tuh, dia cewe yang lagi dibicarain gara-gara ngebunuh Vivi."

Lagi. Tuduhan itu pastinya tengah ditujukan pada gadis yang kini tengah berpura-pura fokus pada buku bacaannya.

Hana tak berniat untuk melawan, tak ada energi yang cukup baginya walau hanya untuk mengeluarkan sepatah kata sekali pun. Pikiran Hana kini terpusat pada jam tangan berwarna merah muda yang melingkar di tangan kanannya. Ia sangat yakin bahwa benda itu adalah milik Vivi, sang pemilik memakainya saat hari di mana ia dinyatakan meninggal.

Rooftop sekolah.

Nama tempat itu seketika muncul di benaknya, Hana mengajak kakinya melangkah menuju tempat itu, siapa tahu ada sesuatu yang bisa ia temukan. Sepanjang perjalanan, Hana tahu ada beberapa siswi yang mengikuti langkahnya.

"MEREKA" ADA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang