16 : Satu Kemungkinan Terbukti

4.9K 727 249
                                    

"Biarkan rahasia tetap menjadi rahasia, jika kalian masih ingin selamat."

👻👻👻

"Aduh, segala macet, kampret!" rutuk Jesicca.

Jalan raya sore ini dipenuhi dengan kendaraan roda dua dan empat, jam yang melingkar pada tangan Hana memang sudah menunjukkan jam pulang kerja.

Seperti yang sudah direncanakan—lebih tepatnya yang sudah Garda rencanakan— Hana, Jesicca, Devo, dan Garda memutuskan untuk pergi ke kantor polisi hari ini, mereka akan bertanya langsung perihal kematian Vivi.

Namun, kemacetan yang terjadi, menghambat perjalanan Mio hitam milik Jesicca. Dia yang memang tidak terlalu lihai dalam hal salip menyalip semakin membuat jarak yang nyata antara motornya dengan motor Garda dan Devo.

"Woi, Bang! Lagi macet ini, maju! Jangan egois!" omel Jesicca pada supir angkutan umum. Hana hanya bisa mengelus bahu Jesicca berusaha menenangkan gadis itu.

Deru motor Jesicca terdengar jelas tatkala jalan raya itu sudah mulai lenggang, Jesicca semakin mempercepat Mio hitam itu untuk cepat sampai tujuan yang sudah tak jauh lagi.

"EH EH REM JES, BUSET!" seru Devo yang melihat Jesicca hampir menabrak motor kesayangannya itu.

"Hehe, sorry." Jesicca menunjukkan cengiran khasnya.

"Langsung masuk," ajak Garda. Mereka berempat langsung memasuki kantor polisi itu. Ya, kantor polisi, lebih tepatnya kantor polisi yang menangani kasus kematian salah satu teman mereka, Vivi.

Netra mereka menelisik ke seluruh ruangan, wajah mereka kebingungan seperti bayi yang baru melihat dunia barunya. Raut wajah mereka seakan menampilkan pertanyaan yang sama, 'kita harus ngapain sekarang?'

"Saudari Hana?"

Empat kepala itu langsung menoleh ke sumber suara, terdapatlah pria yang berdiri tegap dengan garis wajah tegas tengah tersenyum ke arah mereka, Hana tersenyum tatkala sadar akan siapa sosok itu.

"Pak Polisi? Bapak yang waktu itu nanganin kasus teman saya 'kan, Pak? Revina Komalasari."

Pria itu mengangguk. "Iya, kalian ada apa kemari? Ada yang bisa saya bantu?"

"Ah itu, Pak. Kami perlu bantuan anda, saya dan teman-teman saya ke sini ingin menanyakan perihal kematian teman kami. Apa bapak ada waktu?" tanya Hana mewakili ketiga temannya.

"Untuk apa kalau boleh tau?" tanya pria dengan seragam polisi itu, nama Bambang tertera dengan jelas pada seragamnya.

"Itu pak, anu–"

"Kami sangat berduka atas kematian teman kami, Pak. Hanya ingin sedikit memastikan saja, upaya kami bisa belajar mengikhlaskan teman kami itu, Pak." Kali ini Garda yang angkat bicara.

Jesicca dan Devo yang tak tahu ingin berbuat apa hanya menganggukkan kepala mereka.

"Ah, saya paham. Saya dulu juga pernah muda, kalian pasti sangat menyayangi teman kalian itu. Baiklah, mari ke ruangan saya."

"Apa yang ingin kalian tanyakan?" tanya polisi itu. Tangannya mengarahkan pada beberapa kursi di depannya, menyuruh empat remaja itu untuk duduk.

"Tempo hari bapak bilang, bahwa penyebab kematian Revina adalah murni kecelakaan karena terjatuh dari atap sekolah kami, apakah itu benar, Pak?" Hana menjawab, dalam hati ia terus berharap agar insting indigonya bisa bekerja untuk saat ini.

"Iya, saya memang berkata demikian, tetapi–"

"Pak! Pak! Penyanderaan terjadi di sebuah bank, lokasinya tidak jauh dari sini!"

"MEREKA" ADA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang