"Indigo sama saja seperti manusia normal, walaupun ada sedikit yang membuat mereka berbeda."
👻👻👻
Semburat senja sore hari menemani gadis yang kini tengah berjalan sembari sesekali berbincang dengan sesuatu. Terkadang orang-orang memberikan atensi mereka kepada gadis itu karena dia terlihat seperti tengah berbicara sendiri.
"Udah berapa kali Hana bilang, jangan pernah ganggu mereka!"
Sosok yang gadis itu ajak bicara nampaknya malas mendengar ocehan dari mulut lawan bicaranya, sehingga mulutnya terbuka untuk berkata, "Diem, Na. Orang-orang pada ngeliatin lo dari tadi."
Gadis tadi langsung melirik sekitar usai mendengar kalimat lawan bicaranya, memilih untuk melangkah lebih cepat tanpa peduli dengan gunjingan orang lain dan rasa nyeri pada kaki dan kepala belakangnya.
"Lo tadi dipukul pake balok kayu di sebelah mana aja?" Sosok itu kembali buka suara.
Gadis tadi tak menjawab, kakinya ia ajak untuk terus melangkah agar segera sampai di rumah dengan dominasi warna kuning itu. Pekarangan dengan banyaknya bunga lili menyambut kedatangan gadis itu setelah ia membuka pagar hitam yang tak terkunci.
"Hana pulang, Ma!" seru gadis itu dari luar rumah berharap agar pintu dengan warna kecoklatan itu terbuka.
Ceklek
Bunyi gagang pintu dibuka disusul dengan senyum hangat dari wanita yang ditaksir memasuki usia hampir kepala empat itu. Senyum yang awalnya hendak digunakan untuk menyambut anak gadisnya, kini tergantikan dengan ekspresi sarat akan kekhawatiran.
"Lho, kamu kenapa babak belur begini, Sayang?" Wanita yang diduga ibu dari gadis tadi maju mendekati putrinya, mengusap pelan wajah putrinya yang terpatri beberapa luka lebam.
"Akh- sakit, Ma ...," rengek gadis tadi saat tangan ibunya tak sengaja menyentuh luka lebamnya.
Bukannya mengucapkan maaf, tangan wanita tadi menggenggam pelan tangan putrinya, hingga terlihatlah sosok yang sedari tadi melayang di samping putrinya.
"Maaf, Tante, saya gak berhasil jagain Hana, tapi tenang aja, saya yakin cewek yang ganggu dia pasti bakal absen kurang lebih seminggu akibat pendarahan di otaknya."
Ibu gadis tadi terdengar sedikit meringis mendengar ucapan sosok yang tadi bicara, melirik sedikit ke arah putrinya lalu berkata, "Kamu yang nyuruh Alex untuk berbuat kayak gitu, Hana?"
Gadis tadi serta merta langsung menggeleng. "Nggak, Ma! Hana udah bilang ke Alex untuk berhenti ganggu orang la-"
"Lah, mereka gak bisa tuh berhenti untuk gangguin lo."
"Hana yang diganggu kenapa Alex yang ribet?!"
"Shutt ... udah-udah." Ibu gadis tadi memasang gestur agar dua makhluk itu berhenti bertengkar, netra wanita itu melirik ke arah samping rumahnya, didapati olehnya beberapa tetangga yang nampaknya tengah asik bergunjing perihal anaknya.
"Masuk ke dalam, lupain kejadian buruk hari ini. Hana, surat pindah kamu udah diurus sama ayah beberapa hari yang lalu, besok kamu datang ke sekolah yang baru."
👻👻👻
Indigo, mungkin itu yang bisa disematkan kepada gadis yang kini tengah fokus mengisi buku harian seperti biasanya. Kegiatan yang banyak dibilang sebagai kekanakan masih gadis itu lakukan walaupun usianya sudah menginjak enam belas tahun.
"Kayak bocil tau gak nulis diary begitu," ledek sebuah suara saat tangan gadis itu masih leluasa menarikan pena di atas sebuah buku.
"Alex kayak tetangga tau gak? Suka banget ngurusin urusan orang."
KAMU SEDANG MEMBACA
"MEREKA" ADA ✔️
HorrorApa yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata indigo? ---------------------------------------------------- Hana Sabita, gadis 16 tahun yang diberi kekuatan untuk melihat "mereka" setiap harinya sejak kecil. Ya, bayangkan saja sejak keci...