Part 4

12K 1K 26
                                    

AUTHOR POV

Rubi tengah duduk santai di ruang tamu sebuah kamar hotel president suite yg disewa keluarga Bella. Kamar itu telah sepi karena orang tua Bella sudah pergi untuk bermain golf dengan orang tua Rubi.

Di tempat itu Rubi disuruh membangunkan Bella dan mengajaknya menyusul ke lapangan golf, namun Rubi membiarkan Bella tidur lebih lama karena merasa kasian melihat tidur Bella yg nyenyak.

Hingga pukul 11, Bella baru saja bangun dari tidurnya. Karena merasa haus Dia berjalan keluar dari kamarnya dan langsung berjalan kearah dapur untuk mengambil botol air minum.

Sekilas Bella melihat seorang wanita di sofa ruang tamu "Good morning ma.." sapa Bella karena mengira itu adalah Liliana, mamanya.

Rubi mendengar sapaan Bella hanya diam mengerutkan dahi dan berfikir Bella pasti belum benar benar sadar dari tidurnya.

"Ups, Sorry.. Saya kira tadi Mamah." Bella tampak malu karena salah mengira Rubi adalah Liliana.

"It's okay." Jawab Rubi singkat sambil melirik Bella sekilas.

"Umm, Papah sama Mamah dimana?" Tanya Bella hati hati pada Rubi.

"Mereka main golf bareng. Kita disuruh nyusulin." Kata Rubi tanpa melihat ke arah Bella.

"Oke, Saya mandi sebentar." Bella masih melihat ke arah Rubi yg sama sekali tidak melihatnya padahal mereka sedang bicara, sampai Rubi hanya mengangguk untuk menjawab pernyataannya. Bella pun pergi ke arah kamar mandi.

.
.
.
.

"Rubian, Saya sudah siap." Suara Bella mengalihkan fokus Rubi pada saluran kartun di TV. Dengan tenang Rubi mematikan TV dan beranjak dari duduknya, sampai tangan Rubi di tahan oleh Bella.

Rubi berbalik menghadap Bella dan menatap tangan Bella yg tengah memegang lengannya dengan erat. "Saya tau kamu terpaksa menerima perjodohan ini, tapi bisakah kita mulai untuk saling mengenal satu sama lain?" Kata Bella sedikit tegang karena merasa serba salah. Dia belum pernah dekat dengan wanita, tapi Dia merasa sikap Rubi terlalu dingin padanya.

Rubi menarik tangannya dari genggaman Bella dengan sedikit kasar. Lalu kembali duduk di tempatnya.

Rubi menyilangkan kakinya dan tangannya bersendekap. Untuk menunjukkan sikap defensif pada lawan bicaranya.

Bella menghembuskan nafas kasar melihat sikap Rubi yg terlihat arogan. Bella pun memutuskan untuk ikut duduk di sofa sebelah Rubi.

"Seperti yg Gue bilang di telfon. Gue akan menolak kalo Gue bisa." Kata Rubi dengan penekanan untuk memperjelas maksudnya.

Bella berusaha tetap tenang, Dia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sambil tersenyum teduh menatap calon istrinya. "Ya, Lalu?" Tanya Bella dengan lembut.

"Gue punya pacar dan Gue gak berencana putus sama dia." Mendengar ucapan Rubi, Bella sedikit kecewa, Dia memejamkan matanya untuk fokus berfikir. Sesaat Rubi menyesali ucapannya, namun keheningan diantara mereka hanya berlangsung sebentar, hingga Bella membuka suara.

"Rubian, sebelumnya Kamu harus tau. Saya tidak akan membatalkan rencana pernikahan kita. Jadi kalau Kamu ingin pernikahan ini batal, Kamu yg harus mengatakannya pada para orang tua." Ucap Bella dengan lebih tenang.

"Lo tau Gue gak bisa ngelakuin itu." Suara Rubi terdengar lirih dan pasrah mengingat wajah orang tuanya yg terlihat sangat bahagia saat dirinya menerima perjodohan ini.

"Oke, kalau begitu kita akan tetap menikah untuk kepentingan kita masing masing." Bella berkata tegas atas keputusannya untuk tetap menikah dengan Rubi.

"Maksud Lo gimana?" Kening Rubi mengerut karena bingung dengan perkataan Bella sebelumnya.

"Kita akan tetap menikah hanya untuk status, lalu Kamu bisa tetap berhubungan dengan kekasihmu dan Saya bisa terhindar dari perjodohan lain. Win win solution." Bella telah yakin bahwa idenya ini akan menguntungkannya dan Rubi.

"Kenapa? Apa alasan Lo ngerencanain semua sekenario ini?" Rubi merasa tersinggung dengan solusi yg di tawarkan Bella yg seolah dari awal memang Bella sudah punya niat untuk membuat pernikahan palsu.

"Ngerencanain? Dengar Nona Rubian, satu satunya hal yg Saya rencanakan semenjak menerima perjodohan ini adalah pernikahan kita, dan tentang perkataan Saya barusan itu karena Saya baru saja mengetahui tentang keberadaan kekasihmu." Ucap Bella sinis karena merasa di tuduh oleh Rubi.

Perasaan Rubi menghangat saat mendengar pernyataan Bella. Berbeda dengan Bella, Rubi memang seorang lesbian. Dia telah come out pada orang tuanya semenjak Dia masih duduk di bangku SMA. "Oke, kapan kita buat kontraknya?" Ucap Rubi melembut.

"Tidak perlu ada kontrak yang terpenting kita berdua sepakat, Saya kwatir kontrak hanya akan membuat banyak pihak kecewa bila ketahuan."

"Baiklah, Gue harap Lo gak berubah pikiran dan mempersulit Gue. Cukup hanya status dan hanya didepan keluarga. Selebihnya jangan campuri urusan Gue."

Bella mengangguk setuju dengan permintaan Rubi. "Saya ingin kita menikah secepatnya, dalam waktu satu sampai dua minggu ke depan."

"Sinting, kenapa harus terburu buru?" Rubi memicingkan mata penuh curiga.

"Kalau kepentinganmu adalah kekasihmu, kepentingan Saya adalah pekerjaan saya. Ada banyak pekerjaan yg menunggu Saya setelah cuti ini selesai. Jadi Saya harap kita segera menikah di masa cuti Saya."

Rubi menghela nafas kasar, karena merasa keberatan dengan permintaan Bella. Namun Dia berusaha mengerti bila wanita didepannya adalah seorang workaholic. Rubi sudah banyak mendengar cerita dari Liliana tentang kebiasaan buruk Bella tentang pekerjaan.

"Baiklah." Jawab Rubi malas.

"Good, lalu Saya tidak mungkin pindah ke Jakarta jadi Kamu harus ikut Saya pindah ke Bali." Ucap Bella lagi lagi dengan nada tegas.

"Gak! Gue gak mau! Gimana kerjaan Gue kalo gue harus pindah ke Bali." Rubi berkata dengan lantang untuk menentang permintaan Bella.

"Ayolah, Rubiaaan.. Saya tidak mungkin bisa pindah ke Jakarta karena pekerjaan Saya ada di Bali." Bella memasang wajah memelas sambil membenarkan posisi duduknya sedikit membungkuk dengan kedua tangan menyatu seolah sedang memohon.

"Saya akan beri Kamu uang belanja bulanan, Saya akan biayai seluruh kebutuhan kamu. Saya akan mengenalkan Kamu pada teman dan relasi Saya agar kamu dapat pekerjaan disana." Sambung Bella untuk meyakin kan calon istrinya agar Dia mau pindah ke Bali.

"Heemm.. Baiklaahh." Rubi nggeram gemas karena harus kembali kalah dalam negosiasi ini. "Tapi beri Gue satu bulan untuk menyelesaikan kontrak yg udah Gue teken disini."

"Nevermind." Jawab Bella dengan senyum penuh kemenangan.

Rubi mengurut keningnya karena merasa pusing. 'Setidaknya Dia menjamin kebutuhanku. Jadi Aku tidak perlu mengerjakan hal yg membahayakan diriku.' Batin Rubi mengingat pekerjaan sampingannya yg cukup berbahaya.

"Deal?" Suara Bella membawa Rubi kembali dari lamunannya. Bella sudah berdiri tepat didepannya dengan tangan yg terulur menunggu untuk dijabat.

Rubi menghembuskan nafas dalam sebelum akhirnya menjabat tangan Bella dengan penuh keyakinan. "We are a partner now."

Bella tersenyum lebar dan mengatakan "Yea, a life partner."













----------<{{{¤

Dari sinilah cerita LIFE PARTNER dimulai. ❤🧡💛💚💙💜

LIFE PARTNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang