Part 11

10.5K 954 29
                                    

ARABELLA POV

"Wah, tumben sepi." Itu adalah suara Rubi. Kami baru saja masuk ke dalam rumah Rubi. Setelah dari club dan mampir ke rumah Vero.

"Ini kan udah dini hari, Papa sama Mama kamu pasti udah tidur." Jawabku sambil mengikuti langkahnya menaiki tangga menuju kamar kami yg bersebelahan.

"Biasanya mereka nungguin, sampai Aku pulang."

"Mungkin mereka sudah percaya padamu." Kataku sambil berdiri didepan pintu kamarku yg masih tertutup sambil menatap Rubi yg juga berdiri didepan pintu kamarnya.

"Lebih tepatnya Mereka percaya padamu, Bella." Kata Rubi sambil membuka pintu kamarnya. "Good night." Lanjut Rubi pelan.

"Good night." Jawabku sambil tersenyum.

Entah kenapa ucapan Rubi itu tidak bisa ku sangkal. Sikap kedua orang tua Rubi memang banyak berubah setelah hari pertunangan kami. Mereka seolah banyak diam dan tidak banyak mengatur.

Aku memasuki kamarku dan langsung merebahkan tubuhku diatas kasur. Bayangan tentang foto Rubi kembali terlintas di pikiranku.

"Rubian, Kenapa Kamu menciumku?"

"Padahal Kamu sudah punya kekasih."

Kekasih Rubi tadi terlihat seperti orang penting. Karena ku lihat wanita itu di jaga oleh dua orang pria. Entahlah.

Dadaku sesak saat kembali mengingat suasana club yg kembali mengingatkanku pada Leo. Jika sudah seperti ini, ciuman Rubi tidak akan mengusik hatiku lagi.

"Leo.."

Kematian Leo masih terekam jelas di kepalaku membuatku tanpa sadar meneteskan air mata dari pelupuk mata.

"Maafin Aku Leo, Andai Aku bisa menolongmu saat itu."

Aku menghapus air mataku dan berdiri menuju koper yg ku kunci rapi, karena selama di Jakarta Aku jarang sekali membuka koper itu.

Aku menatap nanar kearah map berisi berkas tentang seorang kriminal dan bandar narkoba terbesar di Indonesia. Sekali lagi Aku menghembuskan nafas kasar.

Aku tidak ingin membuka berkas itu, karena sekalinya Aku mempelajari berkas itu maka Aku akan menghabiskan waktu berhari hari menenggelamkan diriku dalam kasus.

Aku paham betul tentang sifat burukku itu. Aku tidak ingin acara pernikahanku yg sudah didepan mata berantakan. Aku hanya harus bersabar beberapa hari lagi sampai hari pernikahan dan kembali ke Bali.

"Aku pasti akan menangkapmu jalang!" Aku meremas ujung map di depanku. Sampai perhatianku beralih pada ponsel Leo yg Paul berikan padaku. Seingatku posel pribadi Leo bukan seperti ini. Bahkan Aku tidak pernah melihat Leo menggunakan ponsel ini.

Aku mencoba menyalakan posel itu, tapi gagal karena batrainya telah habis. Tanpa sadar aku telah menghembuskan nafas kasar untuk kesekian kalinya. Aku mencharge ponsel Leo. Syukurlah posel itu masih berfungsi.

Aku memutuskan untuk berganti pakaian dengan pakaian yg lebih nyaman dan menghapus make up tipis di wajahku dengan harapan bisa membantuku untuk merasa nyaman dan bisa tidur. Namun sebaliknya, Aku malah merasa segar. Dan tidak mengantuk.

Aku kembali fokus pada ponsel Leo. Entah mengapa rasanya ada dorongan yg besar membuatku ingin menyalakan ponsel itu. Pikiranku melarangku namun hatiku mendorongku. Aku benar benar tidak ingin merusak momen pernikahanku.

Entahlah. Aku tidak bisa lagi menahan rasa penasaranku. Aku memejamkan mataku saat menyalakan ponsel itu. Benar saja, ada beberapa pesan yg masuk secara bersamaan.

LIFE PARTNERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang