Anna menatap seksama rekam rontgen dan beberapa chart CT Scan pasien istimewanya. Seperti yang dirinya takutkan, kecelakaan itu telah merenggut banyak dari lelaki tersebut. Seolah tidak cukup membuatnya terbaring koma selama delapan bulan.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya, kondisi dorman otak akibat koma mengakibatkan beberapa komplikasi pada pasien. Kecelakaan yang dialami delapan bulan lalu membuat tiga tulang rusuk pasien patah hingga menekan paru-paru. Dugaan awal pneumothorax, tetapi masih menunggu pasien stabil untuk memastikan riskan kebocorannya."
"Selain itu terjadi dislokasi pada pergelangan kaki, fraktur pada tulang paha dan betis sebelah kanan yang akan membutuhkan waktu untuk pulih. Lebih dari itu yang saya khawatirkan adalah cedera pada bagian tempurung kepalanya," Dokter Andreas menghela napas panjang. Tampak begitu prihatin menjelaskan kondisi pasiennya
"Apa ada masalah serius dengan kepalanya?" Tanya Anna was-was. Dia tahu ada yang tidak beres ketika lelaki tersebut belum juga menunjukan kesadaran setalah dua hari terbangun.
"Cedera kepala cenderung lebih berbahaya dibanding pada bagian tubuh yang lain. Pusat pengendali tubuh ada di otak sehingga cedera sedikit saja mampu mengganggu keseimbangan koordinasi tubuh. Kecelakaan itu sepertinya berdampak pada benturan yang fatal sehingga menekan bagian tempurung kepala sehingga melukai otak. Karena hal tersebutlah, sampai detik ini pasien masih belum mendapatkan kesadaran utuh."
Anna mengusap sisi kepalanya pening. Dirinya kira setelah siuman, lelaki tersebut bisa segera menjalani pemulihan dan kembali sehat. Tetapi tampaknya kecelakaan tersebut membuat lelaki itu harus menanggung lebih banyak.
"Apa tindakan yang harus dilakukan Dok? Apakah tindakan operasi bisa menyelamatkannya? Saya akan melakukan apapun"
"Saya sudah menjadwalkan operasi dengan bagian bedah tulang. Dalam waktu dekat, yang paling memungkinkan adalah melakukan penanaman pen pada tulang paha dan betis. Sementara untuk cedera kepala dan pneumothorax masih membutuhkan observasi lanjutan"
"Baik Dok, lakukan apapun. Apapun yang bisa membuatnya sembuh, setidaknya hanya ini yang bisa saya lakukan..." lirih Anna lebih kepada dirinya sendiri.
Dokter Andreas menghela napas panjang. Baginya Anna sudah luar biasa melakukannya, menanggung beban mental dan fisik untuk menyelamatkan seorang lelaki asing yang sama sekali tidak dikenalnya.
"Saya yakin semua akan baik-baik saja. Terlepas dari apa yang sudah terjadi, dia harus berterimakasih atas semua pengorbanan yang kamu lakukan untuk memperjuangkan kehidupannya"
"Terimakasih Dokter Andreas. Saya hanya tidak mau berharap melebihi apa yang pantas saya dapatkan"
Anna keluar dari ruangan Dokter Andreas dengan pikiran berkecamuk. Rasa bersalah yang dipendamnya kian menggunung. Apalagi yang harus dilakukannya untuk membuat kondisi lelaki tersebut menjadi lebih baik?
"Dokter Anna..." seruan dari seorang perawat menghantikan langkah Anna yang berjalan menuju lift.
Perawat tersebut mengangguk hormat terlebih dahulu sebelum mengulurkan papan chart pasien. "Karena pasien sudah dipindahkan dari ICU, kepala meminta saya memberikan ini kepada Dokter. Data identitas pasien korban kecelakaan dan koma selama delapan bulan yang bersama Dokter belum semuanya terisi, jadi saya meminta Dokter sebagai wali untuk melengkapinya"
Anna termenung. Sesaat kemudian mengangguk dan mengatakan bahwa dirinya akan menyerahlan chart tersebut saat turun nanti.
***
Bip... bip... bip
Elektrocardiograf bergerak konstan menunjukkan grafik naik turun yang stabil. Usai menerima suntikan antibiotik sore, lelaki tersebut belum kembali terbangun. Meskipun belum juga mengeluarkan suara, tetapi Anna merindukan menatap netra hitam tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories [END]
Chick-Litwhen you lost your memories and trapped in the obsesion