[16]

1K 57 2
                                    

Anna membuka mata dan menatap sekeliling kamarnya yang sudah kembali rapih. Barang-barang yang dihancurkannya sudah dibereskan menyisakan perabot kosong. Sepertinya dirinya ketiduran saat lelah menangis dan berteriak.

Lama dirinya menatap matahari yang hampir terbenam menyisakan cahaya kekuningan dari jendela kaca kamarnya. Ini sudah hari kedua dan dirinya belum juga menemukan cara untuk bisa keluar dari mansion. Satu yang disadarinya, Papinya semakin memperketat penjagaan mansion.

Jumlah pengawal ditambah dan patroli hampir beberapa jam sekali dilakukan. Seperti sedang menjaga seorang tahanan saja. Anna benci mengakuinya tapi pikirannya mulai kacau. Dirinya harus segera pergi dari sini dan membawa Pangeran kembali.

Tok..tok..tok

Anna sama sekali tidak menggubris ketika seorang pelayan memasuki kamarnya untuk membawakan makan siang yang jelas terlambat. Sebenarnya lebih tepat dikatakan menukar makan sing yang sama sekali tidak disentuh Anna dengan menu yang baru.

Semua menu yang dibawa kekamarnya adalah makanan kesukaan Anna tetapi Anna bahkan tidak selera meliriknya. Sejak kemarin hanya air putih yang masuk kedalam tubuhnya hingga membuat tubuh Anna lemas bahkan hanya untuk berjalan ke kamar mandi sekalipun.

Katakan Anna kekanakan, tetapi ini adalah wujud dari protesnya. Dirinya tahu cepat atau lambat Papinya pasti akan datang menemuinya karena aksi mogok makannya ini.

"Nona..." pelayan yang mengantarkan makanan menatap Anna dengan raut cemas

"Jangan pedulikan aku" Anna berbalik memunggungi

Pelayan tersebut masih berdiri di sisi ranjang, menatap punggung Anna dengan kekahawatiran yang nyata.
"Anda bisa sakit jika terus menerus menolak makan"

Anna mendesah lemas, "pergi sajalah"

Anna mengenyahkan rasa pening di kepala. Sepertinya tubuhnya mulai mencapai limit. Dua hari hanya mengkonsumsi air membuat dirinya lemas. Diabaikannya pelayan yang masih setia berdiri di sisi Anna dan memilih memejamkan mata mengusir pening.

"Sampai kapan kamu akan bersikap keras kepala seperti ini, Anna?" Dominic yang sudah kehabisan cara akhirnya memutuskan menemui Anna secara langsung

"Talk to your self! Dari siapa sifat keras kepala ini kudapatkan" ujr Anna lirih. Dirinya bahkan menolak untuk sekedar menatap Papinya

"Lelaki itu bahkan sudah memiliki istri Anna, Godnes! Istrinya bahkan sedang mengndung sekarang"

"Aku tidak peduli!"

"Bersamanya tidak akan memberikan keuntungan apapun untukmu, dia hanya akan menjadi beban" Dominic sudah tidak tahu lagi  bagaimana cara mengubah pikiran Anna

"Setidaknya Pangeran memberiku kebahagiaan bukan seperti seseorang yang malah mengurung anaknya sendiri di dalam rumah" Anna bangkit duduk dengan terhuyung

Dominic maju untuk membantu putrinya yang sepertinya kepayahan tersebut, belum sempat meraih dan Anna sudah menepis tangannya.
"Aku benci Papi!"

"Anna..."

Mengabaikan nada frustasi sang Papi, Anna balas menatap serius wajah Dominic "pertemukan aku dengan Oma"

"Kamu pikir Oma akan senang melihat sikap keras kepalamu ini? Sadarlah Anna, ini hanya akan merugikan mu"

"Papi tidak akan mendapatkan kerjasamaku kalau begitu. Keluar saja dan tunggu aku mati kelaparan baru Papi boleh menyentuhku!" Ujar Anna dengan tekad yang membuat Dominic merasa seakan kepalanya pecah

"Baiklah, baiklah... Papi akan menghubungi Oma mu"

Anna tidak menyahuti lagi dan memilih kembali berbaring memunggungi Papinya. Dominic tidak memiliki pilihan lain selain mengabulkan permintaan Anna dengan menghubungi ibunya. Miranda Archer jelas tidak akan senang melihat cucu kesayangannya sampai melakukan aksi mogok makan seperti ini.

Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang