[3]

2K 97 4
                                    

Pangeran.
Nama itu terlintas begitu saja di kepala Anna. Sebenarnya sudah sejak lelaki ini terbaring koma, Anna sering memanggilnya begitu. Pangeran tidur. Ini adalah pertama kalinya dirinya berbuat hal gila seperti ini.

Lelaki yang resmi menjadi tunangannya sejak kemarin tersebut masih terlelap setalah semalam sempat mendapatkan serangan sesak napas. Sepertinya pneumothorax yang sempat dibahas Dokter Andreas adalah penyebabnya.

Pemicunya bisa macam-macam, termasuk stres dan kelelahan hingga mengakibatkan paru-paru sebelah kirinya mengalami colaps. Untung saja cepat ditangani hingga kini lelaki yang mulai dipanggilnya Pangeran tersebut bisa kembali lelap dengan nyaman.

Kondisinya stabil.

Tok tok tok

Suara ketukan pelan disusul pintu terbuka. Seorang perawat datang dengan troli. Anna mengalihkan perhatian dari jurnal yang tengah dibacanya sekedar menghalau bosan. Jadwal visit pagi sepertinya, Dokter Andreas masuk tidak lama kemudian.

"Masih tidur?" Tanya Dokter Andreas

Anna mengangguk. Mencegah ketika Dokter Andreas berniat membangunkan dan memilih membangunkannya sendiri.

"Sayang..." Anna menyapukan jemarinya di pipi Pangeran.

Pangeran tampak menggeliat dalam tidurnya. Sapuan jemari harum yang dikenalnya membuat bibir pucat tersebut melengkung pada sisi yang berlawanan. Dua lesung pipit terbentuk membuat Anna turut melengkungkan bibir.

Anna bukannya tidak tahu kalau Dokter Andreas dan asistennya sempat terkejut mendengar panggilan yang keluar dari bibirnya. Dirinya memilih mengabaikan.

"Nyenyak tidurnya?" Tanya Anna tidak berhenti mengusapi.

Masker oksigen yang melingkupi hidung dan bibir Pangeran sedikit berembun kala lelaki tersebut mencoba mengeluarkan suara. "Pah..gi"

"Selamat pagi sayang" balas Anna. Dirinya tanpa canggung menunduk dan memberikan kecupan ringan di kening.

Dokter Andreas berdehm pelan membuat dua sejoli dihadapannya teralihkan. Anna tersenyum geli ketika beralih membiarkan Dokter Andreas mendekat.

"Apakah ada keluhan?" Dokter Andreas beralih menekankan stetoskop di dada Pangeran. "Masih sesak atau sakit?"

Pangeran menggeleng. Semalam memang rasanya napasnya amat sesak seperti mau mati, tapi kini napasnya sudah lega. Pemeriksaan dilanjutkan, beberapa kali Dokter Andreas meminta Pangeran untuk menahan napas dan menghembuskan panjang.

Sepertinya kegiatan itu kembali membuat tunangannya tersebut kesakitan hingga membuat Anna tidak tega melihatnya.

Dokter Andreas beralih menginstruksikan asistennya mencatat. Pemeriksaan diakhiri dengan bagian kaki. Memeriksa luka yang sudah mengering setelah operasi penanaman pen yang dilakukan.

"Suntik antibiotik dulu ya Mas," seorang perawat mendekat dengan ambul obat di tangan.

Pangeran mengangguk meski meringis ngilu. Bukan apa-apa, masalahnya pembuluh nadi nya sudah terlalu sering menerima injeksi hingga menimbulkan ruam dan membengkak. Rasanya begitu ngilu dan sakit ketika jarum baru kembali menembus bekas tusukan yang lama.

Dalam satu hari, Pangeran paling tidak menerima lima sampai enam kali suntikan. Hal tersebut demi membuat tubuhnya stabil setelah kembali masuk ke ruang operasi.

"Nggak papa, jangan dilihat" Anna melingkarkan lengannya di leher Pangeran sementara lengan lelaki tersebut terulur untuk menerima dua kali suntikan.

Anna mengecupi pelipis Pangeran untuk meredam ringisan tunangannya tersebut. Tersenyum menenangkan ketika mendapati tatapan kesakitan Pangeran.

"Sudah Dokter" perawat menahan senyuman geli ketika memanggil Anna.

Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang