[18]

1.1K 45 0
                                    

Satu orang terkapar tidak sadarkan diri dan dua orang lainnya berlutut dengan sebagian wajah juga kepala mengucurkan darah.
Maharani mengacungkan pemukul golf dengan raut murka.

"Tidak berguna kalian semua!" Serunya dengan stik golf bernoda darah mengentak-entak

Dua orang yang masih sadarkan diri tersebut menahan getaran ditubuh untuk tetap bertahan di hadapan Nyonya besar yang sedang murka.
Maharani sedang dalam perjalanan luar kota ketika mendapatkan kabar seseorang menghancurkan maras dan membawa keponakannya tersebut pergi.

"Menjaga seorang lelaki yang hanya bisa merangkak saja tidak bisa! Percuma saya membayar kalian mahal"

Maharani sudah akan kembali mengacungkan tongkat golfnya ketika Rena memasuki ruang tengan mansion Rajendra dengan raut tegang.

"Apa mantan majikanmu yang membawanya pergi?"

Rena menepiskan kalimat merendahkan Maharani dan memilih fokus kepada apa yang didapatkannya. "Tidak. Annastasya Archer bahkan tidak keluar dari mansionnya semenjak Dominic Archer membawanya dari rumah sakit"

"Kamu yakin dia tidak terlibat?"

Rena mengangguk. Dirinya sudah memastikan melalui seorang mata-matanya yang ditempatkannya di mansion Archer.
"Dominic Archer dipastikan masih mengurungnya di mansion, tanpa dukungan Papinya, Annastasya bukanlah apa-apa"

Maharani mengangguk-angguk mencoba mencerna situasinya. Jika bukan gadis Archer yang membawa keponakannya tersebut berarti ada pihak ketiga yang terlibat. Siapa?

"Lalu dimana keponakan tersayangku itu berada? Siapa yang membawanya padahal pengamanan sudah begitu ketat disana?"

Melvin yang sedari tadi diam menyaksikan akhirnya buka suara, "ini tidak akan terjadi seandainya kita langsung saja menyingkirkannya sejak awal"

"Diam kamu bodoh! Lebih baik kamu mencari cara agar Pradipta segera mengesahkan segala asetnya" Maharani menatap tajam pada Melvin

"Aku sudah melakukan segala yang kubisa, Anjas Pradipta berkeras ingin melihat surat wasiat yang asli baru mau mencairkan aset yang dibekukan itu"

Maharani melempar tongkat golf nya dan memegang kepalanya yang terasa pening. Masalah ini semakin membuat ptoses kerutan di wajahnya kian meningkat. Dirinya membutuhkan surat wasiat dari mendiang Papinya, Hartono Rajendra untuk mengambil alih beberapa aset yang dibekukan. Sialnya, keponakannya tersebutlah yang menyimpan surat wasiat tersebut.

"Semua tempat baik di mansion, vila, apartemen bahkan ruang kerja sudah kita periksa dan nihil. Tidak ada yang tahu dimana surat itu disimpan" Melvin hanya semakin membuat kepala Maharani pening

"Karena itu kita harus dapatkan dia kembali!" Maharani mengerang frustasi

"Bagaimana kalau kita katakan saja surat wasiat itu hilang atau rusak?" Rena mengusulkan sesuatu yang segera membuatnya mendapat tatapan tajam Maharani

"Dan aset-aset tersebut akan disumbangkan pada badan amal dan sosial"

Rena memejamkan mata dengan erangan pelan, "apa benar-benar tidak ada yang pernah memegang surat itu selain Tuan Muda?"

"Surat itu diberikan tepat satu minggu setelah pemakaman, pengacara keluarga langsung menyerahkannya kepada keponakanku itu dan menolak untuk membacakannya di depan umum" Maharani benci menegaskan hal ini karena sama saja menjelaskan betapa kasih sayang mendiang Papinya timpang sebelah

Hartono Rajendra memberikan hampir delapan puluh persen aset termasuk properti dan saham perusahaan pusat kepada kakaknya, dan hanya memberikan sebagian kecil untuk dirinya dan putranya Kaiden Rajendra.

Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang