Seorang wanita dengan raut serius duduk termenung di sebuah ruangan. Pikirannya berkelana mengingat fakta mengejutkan yang baru saja diketahuinya.
Keponakannya masih hidup. Setelah hampir delapan bulan menghilang tanpa jejak, kini dirinya tahu kecelakaan itu hanya membuatnya terbring koma. Entah sebuah keberuntungan atau kesialan karena saat ini keponakannya tersebut menderita amnesia akibat cedera kepala yang didapatnya dari kecelakaan tersebut.
Kenapa tidak mati saja? Kenapa hanya mengalami koma? Amnesia tidak menjamin posisinya akan selamanya aman.
Apa yang harus dirinya lakukan sekarang? Rapat pemegang saham sudah dilakukan dua bulan lalu, tetapi tetap saja posisinya dan putranya masih terombang ambing selama surat wasiat masih belum berada di tangannya.
Sialnya hanya keponakannya tersebutlah yang tahu dimana berkas penting tersebut disimpan.
Tok.. tok.. tok
Suara ketukan disusul pintu ruangan dibuka dari luar. Seorang perempuan berseragam perawat rumah sakit memasuki ruangan tersebut dimana ruangan ini adalah ruangan khusus direksi rumah sakit."Tadi itu hampir saja" keluh si perawat segera mendudukan diri di kursi dihadapan wanita terebut setelah diperintahkan
Wanita tersebut menatap sedikit gusar"sudah kamu bereskan? Apa ada yang curiga?"
Perawat tersebut menggeleng. Tadi itu memang hampir saja dirinya ketahuan, untung saja Anna percaya dan membiarkannya pergi. Tapi dirinya yakin, setelah ini pastilah pemilihan perawat jaga di lantai 25 akan semakin ketat.
"Untuk itu kamu tidak perlu khawatir, kita memiliki orang dalam untuk tetap mengawasi dari dekat. Lagipula, ini sepertinya cukup untuk mengawasi..." wanita tersebut menyeringai saat menunjuk layar ipad nya. Selain memancing ingatan keponakannya, perawat tersebut juga telah menyelundupkan kamera pengawas di ruang perawatan.
Tentu saja tanpa sepengetahuan Anna.
"Kalau begitu, saya akan segera membuat pengaturan untuk rencana selanjutnya" ujar si perawat
"Tidak perlu terburu-buru, kita bisa mengawasi ini. Yang terpenting kita harus segera mendapatkan lokasi dimana surat wasiat itu. Buat pengaturan untuk menggeledah di semua priperti pribadi milik keponakanku itu, pasti tersimpan di suatu tempat entah lemari, nakas, atau brankas disana"
"Baik kalau begitu, saya permisi"
Wanita tersebut mengangguk dan kembali fokus pada layar ipadnya. Mengawasi seseorang yang masih terbaring lemah diatas ranjang king sizenya. "Kamu beruntung bisa selamat dari kecelakaan itu. Tapi akan aku pastikan, cepat atau lambat kamu akan segera menyusul keluargamu itu!"
***
Anna mentap dengan raut datar. Sudah dikatakannya bahwa dirinya tidak lagi bisa mempercayai Andreas lagi. Setelah memastikan benar, Andreas datang karena panggilan darurat saat Pangeran kembali mendapat serangan Anna segera meminta Dokter lainnya untuk memastikan.
"Bagaimana?"
Dokter wanita tersebut menatap Anna dengan raut serius, "Anna, ini kali pertama dan terakhir aku melakukan ini. Meskipun kamu temanku, tetapi memberikan diagnosa kepada pasien yang bukan tanggung jawabku itu melanggar peraturan. Terlebih Dokter Andreas, dia seniorku di divisi bedah saraf"
"Maafkan aku Tha, tetapi aku terpaksa melakukannya. Kamu tahu, aku mulai tidak bisa memercayai Dokter Andreas"
Dokter muda bedah saraf bernama Thalia tersebut menghembuskan napas panjang. Anna memang seorang Archer, tetapi jelas tidak bisa melakukan lebih dari pengaturan pemilihan Dokter. "Lupakan tentang itu, sekarang aku benar-benar kesal. Bagaimana bisa aku tidak tahu kalau Pangeran tidur ini adalah tunanganmu, ha?! Aku pikir kita adalah teman"