[15]

1.2K 49 1
                                    

Dokter Andreas menekankan stetoskop di dada Pangeran. Semua kondisi vitalnya baik, hanya saja pasiennya ini sama sekali tidak merespon keadaan di sekitarnya. Begitupula dengan panggilannya.

"Wibisana? Wibisana anda bisa mendengar saya?" Dokter Andreas menatap kedua mata Pangeran yang mengerjap linglung

"Dokter semua baik-baik saja bukan? Apa perempuan tadi yang membuat Mas Wibisana menjadi seperti ini?" Indira meremasi telapak tangan Pangeran, pandangannya kalut menatap suaminya yang seperti orang linglung tersebut

"Sebaiknya dilakukan tes darah, mungkin ini hanya pengaruh anestesi saja"

Indira menggeleng. Disapunya wajah Pangeran lembut, "tidak, saya tidak mau mengambil resiko dengan tetap membiarkan suami saya dirawat disini. Perempuan gila itu bisa kapan saja datang dan membawa suami saya pergi"

Dokter andreas menatap Indira tidak setuju. Dirinya benci mengakuinya tetapi Anna begitu menyayangi pasiennya ini sehingga sangat mustahil Anna menyakiti lelaki yang dijaganya selama ini.

"Saya rasa kata-kata anda terlalu kejam mengatakan Dokter Anna sebagai perempuan gila. Biar bagaimanapun, suami anda bisa bertahan sampai saat ini adalah berkat perjuangan Dokter Anna"

Indira segera saja menundukan kepala, sadar sudah mengatakan hal yang tidak-tidak. Ibu Kasih menengahi dengan mengatakan Indira hanya merasa terkejut saja melihat keadaan Pangeran yang seperti ini.

"Bisakah kami membawanya sekarang Dokter?" Tanya Ibu Kasih kepada Dokter Andreas

"Tentu saja, saya akan membantu mengurusnya"

Dokter Andreas membantu memindahkan Pangeran untuk duduk diatas kursi rodanya. Lelaki tersebut masih tampak begitu lemah dan tidak sama sekali mengajukan protes.
Bahkan ketika tubuhnya terus dipeluk dan diciumi oleh Indira, respon yang diberikan hanyalah berkedip-kedip bingung.

"Kita pulang ya sayang.... kita pulang. Akhirnya aku bisa bertemu kamu lagi" Indira mengusap wajah Pangeran dengan mesra dan kembali dicium lembut

"Ibu sungguh bersyukur kalian bisa kembali bersama lagi nak, ayo... ayo kita bawa suamimu ini pulang" Ibu Kasih turut mengusap bahu pangeran

Pangeran sendiri hanya mengerjap. Pandangannya sedikit-sedikit beralih karena kebingungan dengan apa yang terjadi. Bibirnya sedikit terbuka tetapi tidak ada suara yang keluar dari sana.

"Tenang ya.. sekarang ada aku, aku yang akan selalu menjaga kamu mulai sekarang" Indira mengulas senyum manis dan mengusapkan ibu jarinya pada sudut bibir Pangeran

Kepala Pangeran meneleng kesamping, Indira mengusapnya pelan dan memilih membiarkan saat posisinya tidak juga kembali tegak. Kondisi Pangeran memang masih terlalu lemah, dan dirinya bersikeras untuk membawa Pangeran pergi.

"Saya bisa merekomendasikan beberapa dokter dan rumah sakit untuk rujukan, kondisi pasien belum sepenuhnya pulih. Pasien juga masih menjalani terapi untuk otot kakinya" Dokter Andreas menatap kebersamaan yang selama ini diperjuangkannya

"Tidak Dokter, saya sendiri yang akan merawat suami saya nanti. Dia pasti akan lebih cepat pulih jika saya yang merawatnya" Indira mengulas senyum lebar

Ibu Kasih meraih tangan Dokter Andreas untuk digenggam, jelas sekali bahwa wanita baya dihadapannya ini begitu berterimakasih karena bantuan yang diberikan Dokter Andreas.
"Semua berkat Dokter sampai saya dan Indira bisa menemukan Wibisana kembali. Rasanya berterimakasih saja tidaklah cukup..."

"Saya senang bisa membantu"

Indira melepaskan kuncian kursi roda Pangeran dan siap berangkat. Tidak ada barang-barang yang dibawa karena memang keduanya menolak membawa barang milik Anna yang selama ini digunakan Pangeran.
"Kami permisi Dokter, semoga apa yang Dokter lakukan mendaptkan balasan dikemudian hari"

Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang