[19]

1.2K 53 0
                                    

"Setelah menyelesaikan PR langsung masuk ke kamar ya anak-anak" Ibu Kasih membantu merapihkan peralatan belajar sementara para anak panti lainnya membereskan tas dan buku yang akan dibawa besok harinya

"Ibu, apa besok Ibu beneran nggak ikut?" Seorang gadis kecil menatap Ibu kasih dengan mata bulatnya

Ibu Kasih mengusap kepala gadis berkucir dua tersebut dan mengulas senyum, "Ibu tidak bisa ikut karena harus temani Kak Indira dirumah. Kalian nanti ditemani Pak Wito dan Ibu Salma ya"

Gadis kecil tersebut mengangguk-angguk dengan binar yang lucu, "ohiya, Kak Indira kan perutnya sudah besar jadi kasihan nanti adik bayinya kalau harus jalan lama"

"Aira pintar sekali yaa, sudah sekarang bereskan tasnya dan pergi tidur biar besok tidak kesiangan berangkat ke Zoo nya"

Gadis kecil bernama Aira tersebut mengangguk dan sebelum pergi memberikan ciuman di pipi yang membuat perasaan Ibu pantinya tersebut menghangat.

Kemarin malam seorang anak sempat bertanya kenapa Indira jarang sekali terlihat saat makan siang ataupun makan malam. Ibu Kasih beralasan kalau istri dari anak asuhnya tersebut sedang kurang enak badan karena hal itulah harus lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar.

Masalah berganti saat anak-anak memaksa untuk menengok hingga akhirnya acara jalan-jalan ke kebun binatang ini bisa sedikit mengalihkan perhatian mereka.
Ponsel Ibu Kasih berdering dan segera saja dirinya mengangkat panggilan dari Wibisana tersebut.

"...."

"Indira ada di kamarnya sedang beristirahat. Sebentar ibu panggilkan"

Ibu Kasih berjalan menuju kamar Indira dan menemukan perempuan dengan perut membuncit tersebut tengah menahan kain kecil yang dilipat untuk mengompres kening Pangeran.

"Siapa?" Tanya Indira tanpa suara

Ibu Kasih menyodorkan ponselnya yang masih tersambungkan panggilan dari Wibisana tersebut. "Suamimu"

Indira langsung meraih telpon tersebut dan bergerak menjauh untuk menerima telpon dari Wibisana, suaminya. Wibisana jarang sekali bisa menghubungi istrinya karena gerakannya yang selalu diawasi bahkan telpon pun disadap oleh Maharani.

Ibu Kasih geleng kepala melihat antusias Indira yang kemudian menghilang dibalik pintu. Sementara perhatiannya teralihkan oleh tubuh yang terbaring diatas ranjang tanpa daya tersebut. Dua hari sudah berlalu dan Pangeran yang mengalami demam tidak juga membaik.

"Maafkan Ibu nak" Ibu Kasih mengambil alih kain kompresan yang jatuh untuk kembali diletakan di kening

"Hnggh.... nggh.... hehh..." bibir pucat Pangeran hanya menyuarakan betapa napasnya yang memburu

"Dalam keadaan seperti ini Ibu bahkan tidak bisa membawamu ke rumah sakit"

"Hnghh... An-.... Annah...hh"

Kain kompresan dicelupkan kedalam air hangat kemudian diperas untuk kembali diletakan di kening. "Kamu yang kuat ya nak... harus sembuh agar semua ini bisa diakhiri"

Ibu Kasih mengusapi air mata yang meleleh dari sudut mata Pangeran. Wajah pucat tersebut terasa begitu membara ketika disentuh kulit. Pemuda yang terus merintih kesakitan ini sudah terlalu banyak menderita.

"Ahnn-a.... Ann... hngghh... hnngh..." dada Pangeran naik turun tak beraturan sementara kepalanya bergerak-gerak gelisah sampai kain dikeningnya kembali terlepas

Ibu kasih segera berusaha menenangkan. Sebisa mungkin tidak menimbulkan gaduh yang membuat para penghuni panti terbangun.
"Melvin... Melvin sadar nak, dengar Ibu...."

Memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang