Dari tempat saya berbaring, matahari nampak bersinar dengan terang. Angin segar di pagi hari berlomba-lomba masuk ke setiap sudut ruangan. Pagi yang cukup senyap sebab Mama dan Kak Tio pamit untuk pulang. Mama harus menyiapkan beberapa pakaian ganti, sedangkan Kak Tio harus tetap bekerja seperti biasa.
Untuk waktu yang cukup lama, saya mengamati amplop coklat yang tergeletak di atas nakas semalaman. Amplop dengan wangi penuh kerinduan. Maka perlahan-lahan, saya meraih amplop itu dan membiarkan aromanya memeluk saya dengan erat. Peluk yang tidak berarti apa-apa.
Sejenak, saya menarik napas panjang. Membuka amplop tersebut dengan penuh kehati-hatian, hanya untuk menemukan sebuah buku bersampul merah jambu dengan tulisan "Cassandra" di bagian depannya. Lalu sebuah amplop kecil dengan warna yang sama, sebuah pamflet kontes fotografi dan satu lembar formulir dengan judul "Photography Competition. Tell A Story: Miracle in Life".
Hanya dengan melihat tema kompetisi tersebut, sekujur tubuh saya rasanya berubah kaku. Sepasang mata saya mulai terasa hangat bersama sesak yang perlahan-lahan menguasai saya hingga penuh. Formulir yang Oris berikan kepada saya tidak dalam keadaan kosong. Ia telah menulis biodata saya hingga membuat semua angket yang terdapat dalam formulir tersebut terisi penuh. Yang artinya Oris hanya perlu membuat saya yakin untuk mengirimkan formulir tersebut ke alamat yang tertera. Project berskala international dari sebuah lembaga asosiasi kemanusiaan yang berbasis di Singapura.
Lalu dengan hati bergetar, saya membuka surat yang ia kirimkan. Membacanya dengan perasaan yang terlalu sulit untuk saya jelaskan. Tulisannya tertata rapi di sana, dengan bait pembuka yang terasa asam. Hingga tanpa sadar, perasaan saya dibuatnya korosif perlahan-lahan. Sebuah surat yang ia tulis dengan penuh kehati-hatian.
Langit Biru, 12 maret 2021
Cassandra, ketika kamu membaca surat ini, mungkin pesawat yang aku tumpangi baru saja lepas landas dari bandara Changi menuju sebuah kota dimana aku akan menetap dan melanjutkan hidup sebagaimana harusnya. Aku ingin menanyakan kabar, karena tak urung berbulan-bulan lamanya aku penasaran tentang itu. Kamu, apa kabar? Tapi sepertinya kamu sudah enggan ditanya begitu. Jadi aku tidak akan menanyakannya. Hanya sedikit berharap pada Tuhan agar Dia selalu menjaga kamu dimana pun kamu memijakan kaki.
Selama menyusuri downtown dua hari yang lalu, aku melihat banyak hal menarik. Dan hal-hal menarik itu membuat aku kembali teringat tentang kamu--tentang mimpimu.
Katamu, satu-satunya hal yang tidak bisa berbohong di muka bumi ini adalah sebuah fotografi hitam putih. Satu hal yang kamu percaya bahwa foto hitam putih tidak pernah menuntut siapa pun untuk terlihat sempurna. Sebab dia hanya punya dua warna: hitam dan putih. Gambar hitam putih yang selalu kamu sebut sebagai bahasa jiwa yang sebenarnya.
Cassandra, biarkan orang lain melihat dan memahami mimpi besarmu. Biarkan orang lain mengerti arti bahasa jiwa yang selama ini kamu pahami sendirian. Karena seandainya kamu tahu, San... kamu terlalu indah hanya untuk berdiam diri di dalam kotakmu yang gelap. Mungkin terkadang, kamu ketakutan oleh bayang-bayangmu sendiri. Oleh kegelapan yang kamu ciptakan sendiri. Tapi San, bayangan yang menghantui kamu selama ini adalah bukti bahwa kamu sudah cukup dekat dengan cahaya yang selama ini kamu cari.
Maaf, karena aku sudah tidak bisa menemani kamu untuk sampai ke cahaya itu. Maaf karena harus pergi. Maaf karena harus membiarkan kamu berjalan sendirian. Maaf, karena aku nggak mampu memenuhi semua harapanmu.
Aku titip jurnal merah jambu ini ya, San. Boleh kamu isi dengan segala hal yang kamu pikirkan, kamu khawatirkan, kamu takutkan, apapun. Apapun itu sampai kamu merasa bahwa kamu selalu punya teman disetiap waktu.
Cassandra, terima kasih juga karena setidaknya, 4 tahun yang kita lewati tidak memberikan penyesalan apapun buat aku. 4 tahun yang akan selalu aku syukuri karena aku nggak sendirian melewati semuanya. 4 tahun paling bahagia yang pernah aku punya setelah adikku satu-satunya pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oris Sigra✔
Romansa[SUDAH TERBIT] Dear, Naresh... Saat saya berkata bahwa saya mencintai kamu, saya tidak pernah berbohong. Bahkan saking cintanya, saya sempat berpikir bahwa kehadiran kamu di kehidupan saya hampir menyerupai oksigen. Tanpamu, saya tidak yakin bahwa s...