10. Banyak pikiran

2.6K 440 189
                                    

.

"Taehyung, ambilkan Kookie buah." Taehyung menoleh.

"Koo, selagi masih diberi dua kaki oleh Tuhan, digunakan dengan baik ya." Jungkook mengerut kesal. "Kookie mau diambilkan! Pokoknya Taehyung harus ambil!" Taehyung mengepalkan tangan

"Kau mau aku berdoa pada Tuhan untuk memotong kakimu?! Doa orang sakit didengar Tuhan loh." Jungkook berdecih.

"Kenapa kita tidak biberi kekuatan elastisitas saja?! Kan kalo elastis, tangan Kookie bisa sampai kulkas." ujarnya. Taehyung bisa memaklumi anak usia 8 tahun, Jadi tahan saja.

"Tuan muda, sama bibi saja ya? Kasihan, Tuan Tae sedang sakit. Nanti pusing terus jatuh bagaimana?" Jungkook menoleh ke arah Taehyung sejenak, ia menatap Taehyung yang memejamkan matanya. Wajahnya masih pucat sih. Jungkook mengangguk.

"Ayo bi, beri Kookie buah yang banyak!" Ujarnya lalu berjalan dibelakang bibi Kim.

Taehyung membuka matanya "bi, cukup 3 pisang saja ya, jangan berlebihan." ujar Taehyung. Jungkook menoleh.

"Tidak mau!"

"Kau mau gendut?" Jungkook mendelik kesal lalu pergi dari sana.

.

"Hoi, appa memanggilmu ke ruang kerjanya." Taehyung menoleh, menatap Namjoon yang berdiri diatas tangga. Ia segera mengangguk lalu pergi dari sana dengan tubuh sedikit terhuyung.

"Mau kutemani tidak?" Taehyung menggeleng.

Pintu coklat itu ia ketuk 5 kali dengan gerakan cepat. Saat suara sahutan dari dalam ia dengarkan, langsung saja Taehyung membuka pintu besar tersebut. Rak-rak buku menyambutnya, Taehyung masuk kedalam tempat yang sudah tidak pernah ia masuki lagi selama lima tahun ini, rasanya sedikit dingin.

Taehyung tau jika ibunya tidak dirumah, sedang di rumah sakit katanya.

"Appa memanggil Tae?" Seojoon berbalik, mata tegas itu menatap Taehyung lalu mengangguk. "Duduk dulu Taehyungie." Taehyung mengangguk lalu duduk dihadapan sang ayah.

"Kenapa appa?"

"Kau tau keadaan ibumu, nak?" Taehyung menggeleng. "Tidak, Tae tidak tau." Ujarnya.

Seojoon mengangguk. "Ya, ibumu dalam keadaan tidak baik. Kedua ginjalnya sudah rusak." Taehyung menatap ayahnya dengan pandangan sulit diartikan. Anak itu menatap mata ayahnya yang mulai berkaca-kaca.

"Kita butuh pendonor, nak." Taehyung mengangguk. "Lalu pendonornya sudah dutemukan, appa?" Detik itu juga Seojoon menggeleng ribut

"Tidak, Tapi Tae bisa membantu appa bukan?" Taehyung mengernyit. Ia anak berusia 19 tahun, bagaimana bisa membantu saat dirinya bahkan anak fakultas akuntansi?

"Appa mau tae bantu mencari pendonornya? Tae tidak punya kenalan-"

"Bukan nak." Seketika Taehyung diam. Ia menatap Seojoon binging. "Lalu?"

"Appa... Appa butuh ginjalmu nak."

Sebentar, ini lelucon?

"Ginjal... ku?" Anak itu menatap sang ayah. Pandangannya kembali berputar seperti siang tadi. Perutnya serasa berontak ingin muntah, mata sialannya juga terasa panas.

"Ya, appa tidak punya lagi pilihan nak. Kita akan palsukan semuanya, b-bilang saja kau kembali ke Norwegia. Bilang saja kau m-mati karena kecelakaan di-"

"Cukup appa!" Air mata Taehyung jatuh, hatinya sakit.

"Appa tega melakukan itu?" Seojoon diam. Ia menatap mata anak itu dengan lekat. Ia melihat air mata putra bungsunya mengalir.

Happier [Kim Brothers]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang