.
Saat matanya terbuka, Taehyung sontak meringis kala dirasanya seperti ada gigitan semut ditangan Kirinya. Taehyung menoleh lalu menemukan infus yang terpasang di punggung tangan kurusnya.
Ia pikir ini rumah sakit tapi setelah menoleh ia bisa melihat jika tempat ini adalah kamarnya dirumah, hanya saja bedanya jarum infus yang tertanam di punggung tangannya ini membuatnya kurang nyaman. Taehyung menggeliat pelan kala dirasanya tubuhnya sedikit menegang, matanya membulat seketika.
Tiba-tiba saja memori sebelum ia hilang kesadaran menghampirinya, Taehyung menoleh kesana kemari, mencari seseorang yang ia yakini telah ia lihat sebelum kesadarannya direnggut.
"Appa." Gumamnya. Rasanya ia ingin sekali menangis kala sosok yang ia panggil itu tidak kunjung datang.
Taehyung mengibaskan selimutnya, melepas infus itu asal lalu berjalan keluar kamar dengan langkah tetatih. Tubuhnya sedikit miring kala merasakan kakinya terasa kaku, wajahnya masih terlihat sangat pucat dengan pandangan yang kurang jelas.
"Appa." Gumamnya. Pintu itu ia buka, berjalan pelan ke arah tangga lalu menatap lantai atas dengan saksama. Apakah ayahnya ada diatas? Tanyanya pelan entah pada siapa.
Kakinya ia bawa menaiki tangga, lima tangga terlewati dengan susah payah karena gemetar.
"Appa." Saat kakinya ingin menginjak tangga selanjutnya, ia bisa merasakan jika lengannya di genggam oleh seseorang. Taehyung menoleh.
"Sedang apa heum?"
Pandangan Taehyung bergetar, ayahnya ada disini, dihadapannya.
"Appa."
Seojoon membantu anak itu turun ke bawah, memegang pundak rapuh itu menuruni tangga dengan perlahan dengan tatapan tak pernah absen dari wajahnya.
"Ayo makan du—"
"Appa, aku rindu." Segera tubuhnya ia bawa menghantam dada bidang Seojoon, si ayah pun memeluk erat putra bungsunya, mengatakan maaf sebesar-besarnya karena telah meninggalkan anak itu berjuang sendirian.
"Maafkan appa. Appa sangat bodoh meninggalkanmu bahkan appa hampir saja menjadikanmu korban keegoisan appa." Ujarnya penuh penyesalan.
Seojoon membawanya kembali ke kamar, ia menuntun Taehyung jalan perlahan memasuki kamar lalu berdecak pelan kala melihat infus yang tergantung bebas dengan cairan yang menetes pelan. Taehyung tak melepas genggaman tangan ayahnya, bahkan saat tubuhnya berada di atas kasur sekalipun.
"Appa ambilkan kau air dulu, nak." Taehyung menggeleng kuat.
"Tidak mau, appa jangan pergi."
Seojoon menghela nafasnya, ia segera mengambil posisi duduk di hadapan Taehyung. Si manja menatap ayahnya, memeluk leher Seojoon erat.
"Tolong jangan tinggalkan aku lagi, sakit sekali appa. Sakit." Seojoon terdiam.
"Ini sakit, sakit sekali appa. Rambutku akan habis, aku akan susah berjalan, aku selalu mengeluarkan isi perutku, aku bahkan bisa mati kapan saja." Ujarnya piluh. Seojoon mempererat pelukan pada putra bungsunya ini, menggeleng kuat dengan air mata yang ikut jatuh.
"Jangan bicara soal kematian, Kim Taehyung!"
Tubuh Seojoon bergetar, ia tak ingin kata-kata kehilangan kembali ditelannya. Ia tidak ingin hancur kedua kali seperti saat ibu anak-anak pergi meninggalkannya.
"Appa ingat saat hyungdeul menanyakan pendonor dari Eomma? Semua yang appa katakan benar-benar terjadi, Tuhan sangat mendengar doamu, appa."
Seojoon ingat kala ia mengatakan siapa si pendonor istrinya kala itu, mengikuti apa yang dipikirkan kepalanya dan dikeluarkan selalui perkataannya detik itu juga.
"Seorang anak muda yang meninggal karena sebuah penyakit parah pada usus buntunya, tapi tenang saja ginjalnya masih aman."
Dan lihat apa yang terjadi? Semuanya nampak ter copy paste secara nyata, Seojoon memeluk anak itu erat, menangis kuat memintaa maaf dengan histeris. Taehyung menggeleng kuat, rasanya menyesal kala merasakan ayahnya sehancur ini padahal ia sama sekali tidak memiliki niat untuk membuat ayahnya kembali mengucapkan maaf.
"Appa janji Taehyung-ah, appa akan melakukan segala hal bagimu untuk sembuh. Appa akan berada di sisismu hingga kau sembuh dan appa bisa menebus 5 tahun yang tidak pernah kau dapatkan dari appamu ini. Appa berjanji Taehyung-ah." Taehyung menatap ayahnya sayu. Ia terbatuk, membuat Seojoon menatapnya begitu khawatir.
"Taehyung-ah?"
"Uhuk.. appa." Seojoon mengusap punggung anak itu dengan raut khawatir hingga batuknya meredah. Seojoon mengelus surai lepek itu, menepuk punggungnya hingga mata elang itu tertutup kembali disertai dengkuran halus.
Ponselnya ia ambil dari atas nakas lalu mendial nomor ponsel Seokjin.
"Jin-ah, infus adikmu terlepas. Appa tidak tau apa yang harus appa lakukan, dia sudah tidur." Ujarnya. Seokjin di seberang sana menghela nafasnya.
"Aku sudah di depan gang kompleks, appa. Aku akan segera kembali lalu memasang infusnya lagi."
Ponsel itu mati, Seojoon kembali menatap Taehyung dengan lekat. Ia bersumpah tidak akan mengeluarkan kalimat sembarangan untuk siapapun lagi mulai detik ini karena ia tau, sebuah perkataan, merupakan doa.
Hayolohhhh, adakah yang menunggu?😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Happier [Kim Brothers]
FanfictionTaehyung itu anak bungsu yang sangat dicintai oleh kedua orang tuanya, Seokjin hyung dan Si cuek Namjoon hyung. Anak itu memiliki watak yang sangat sangat ceria, daging yang tidak bisa tenang barang semenit saja. Anak itu juga sering membuat Cueknya...