21🍁

12 8 0
                                    

Seminggu berlalu namun Reva masih senang menutup mata dan membuat keluarganya khawatir.

Pagi ini seperti hari biasanya, keluarga dan juga Ira akan selalu menemaninya sampai Reva membuka mata lagi. Sedangkan Rehan tiba tiba saja ia menghilang, apakah ia sudah melupakan Reva seperti Reva melupakan dirinya

Lagi lagi Ira hanya bisa menatap mesin EKG yang menunjukan detak jantung Reva yang melemah. Tak ada tanda tanda Reva akan membuka mata, ini membuat Ira kembali merasakan takut.

"Reva ini gue sahabat lo, bangun rev buka mata lo. Sampai kapan lo mau tidur kek gitu? Tidur lama lama gak baik loh. Reva bangun lo tega biarin gue ngomong sendirian gini"

Hanya suara elektrokardiograf yang senantiasa mengisi kesunyian seakan menyahut ucapan Ira

"Lo boleh marah sama gue, lo juga boleh nimpuk gue pakai polpen kalo lo mau tapi gue mohon jangan tinggalin gue, lo sahabat terbaik gue"

Ira memejamkan matanya merapalkan sebuah permohonan, memohon kepada tuhan agar sahabatnya itu segera membuka mata. Tapi sampai saat ini tidak ada perubahan sama sekali, Reva masih ada dalam posisinya, terbaring lemah diranjang rumah sakit, diruangan yang sama.

"Nak Ira gak mau pulang? Sekarang udah pagi loh nanti orang tua kamu khawatir"tutur Namira dari arah belakang dan memegang pundak Ira pelan

"Aku mau jagain Reva tante"

Namira tersenyum penuh haru, ia bahagia putrinya mempunyai teman sebaik Ira

"Biar tante sama om aja mending sekarang kamu pulang , kamu juga perlu istirahat"

Melihat wajah Namira yang menatapnya khawatir membuat ia luluh. Akhirnya Ira mengangguk dan bangkit untuk segera pulang.

"Nanti kalo ada apa apa sama Reva tolong kabarin aku ya tante" titah Ira

Namira hanya mengangguk menanggapi ucapan Ira yang sudah melangkah pergi keluar ruangan.

Namira memegang erat tangan putrinya yang semakin mengurus. Ia menatap nanar Reva yang kini terbaring tak berdaya, rasa bersalah memenuhi fikirannya. Kini Namira hanya bisa mematung sambil mendengarkan suara detak jantung yang semakin melemah.

Ceklek

Namira menoleh untuk melihat orang yang membuka pintu, Namira hanya menatap datar orang itu

"Mama,"panggilannya membuat Namira menaikan sebelah alisnya

"Mama makan ya"ucapnya membuat Namira menggeleng

"Gak"

Radit menggeleng mendengar jawaban singkat istrinya,semenjak Reva dirumah sakit, Namira jarang sekali makan

"Mama kalo gak makan nanti mama bisa sakit,"ucap Radit selembut mungkin dan lagi lagi hanya dibalas gelengan kepala oleh istrinya

Radit menghembuskan nafas pasrah dan menaruh kotak nasi itu diatas meja berharap nanti istrinya akan menyentuhnya.

"Reva banguun! Kamu udah gak sayang ya sama mama, kamu benci sama mama? Ayo jawab! Sampai kapan kamu mau tidur kayak gini!"

Namira seperti sudah kehilangan akal, dia menggoyangkan tubuh Reva dengan cukup keras dan tiba tiba mesin EKG berbunyi tanda bahaya.

Radit berlari untuk menghentikan perbuatan istrinya, tak lama dokter datang dengan tergesa

"suster suruh dia untuk keluar," ucap sang dokter membuat Namira langsung menggeleng

"Gak! Aku gak mau keluar, aku mau disini," ucap Namira membuat Radit langsung menariknya

"Perbuatan mama tadi bisa membuat anak kita mati!" bentak Radit, ia sangat geram saat melihat Reva dengan nafas naik turun karena ulah istrinya

PetrichorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang