°°°
𝐊𝐀𝐍𝐀𝐆𝐀𝐑𝐀Hari ini Gara terlambat bangun karena lagi lagi begadang pada malam hari, anak itu tidak mendengarkan pesan Aruni untuk tidur tepat waktu, ia selalu menghabiskan waktu tidurnya untuk bermain game pada ponselnya. Hal itu terjadi karena Langga yang memberikan aplikasi itu.
Gara menjadi kecanduan akan ponselnya walaupun sudah berkali-kali Aruni beritahu akan waktunya yang berharga. Lelaki itu tetap belajar dan menghafal kunci kunci gitar pada sebuah lagu, bahkan sekarang ia sudah bisa menirukan lagu yang didalamnya berisi bahasa asing. Tidak semuanya ia habiskan untuk bermain ponsel.
Ya, musik sekarang sudah menjadi kesukaannya. Jika ditanya apa yang dia suka, Gara pasti menjawab musik, eskrim vanilla, kopi latte, mie instan dan Bunda tentunya.
Anak itu tidak bisa jauh-jauh dari keempatnya, setiap hari uang sakunya ia belikan untuk membeli eskrim sampai pernah suatu hari demam karena memakan eskrim terlalu banyak.
Gara juga sudah lulus kelas musiknya, ia dapat jadwal untuk mengikuti kelas musiknya hari Kamis.
Dan hari ini adalah hari Kamis pertama untuk lelaki itu menghadiri kelas musiknya setelah lolos ujian bermain gitar minggu lalu.
Gara sudah sibuk dengan seragamnya yang belum rapi, ia masih harus menata rambutnya yang berantakan dan tas yang belum di persiapkan.
Sedari tadi Aruni tidak berhenti mengomel sembari membantu Gara menyiapkan tas ranselnya, “Udah berapa kali Bunda bilangin jangan begadang,” tegur Aruni terus-menerus.
“Begadang nggak baik buat kesehatan kamu Gara. Apalagi yang seperti ini,” tambahnya.
“Kamu bisa telat setiap hari kalo kayak gini terus, Bunda tinggal kamu kalo besok telat lagi.”
Kesal karena Gara tidak menyahutnya wanita itu berbalik badan menoleh kepada sang putra dan melihat tingkah putranya yang kesulitan memakai dasinya.
“Kanagara! Kalo dikasih tau itu jawab!” Sentak Aruni geram.
“Iya Bunda iya.” Suara pasrah dan mendengarkan omelan dari Aruni yang hanya bisa dilakukan oleh Gara. Salahnya sendiri tidur larut malam dalam kondisi ponsel yang mati, otomatis alarm yang ia pasang tidak berbunyi dipagi hari.
Gara segera mengikuti sang bunda yang keluar dengan tasnya. Dia menyusul Aruni dengan sepatu yang ia jinjing, belum dipakai.
Duduk diam di mobil dengan aura marah yang berbeda dari hari biasanya membuat Gara bungkam, sedari tadi ia tidak berani membuka suara, terus menunduk dan menyesal.
“Bunda nggak mau kejadian seperti ini terulang,” akhirnya Aruni membuka suara untuk menegur putranya.
“Iya Bunda.” jawab Gara masih dengan menunduk.
Disini Aruni menyadari, sifat Gara semakin peris dengan kebiasaan Naya, sangat sama bahkan. Tidak ada yang berbeda dari keduanya, membuat hatinya semakin sesak dan cemas.
Sesampainya di sekolah Gara langsung menyalami tangan kanan Aruni dan berpamitan, anak itu berlari sebelum gerbang benar benar tertutup dan dirinya dihukum karena terlambat.
“Bentar pak!” teriak Gara berlari sekencang mungkin untuk menjangkau gerbang.
Untung saja gerbang belum tertutup dan Gara lolos masuk kelas hari ini.
Aruni masih diam ditempat memandangi Gara sampai anak itu hilang karena berbelok untuk memasuki kelasnya. Air matanya lolos seketika. Tingkah laku Gara, kebiasaannya, kesukaannya semua yang dimiliki Gara sama dengan Naya.
Dia sungguh bisa merasakan jika Naya hidup kembali dalam raga Gara, namun itu sungguh pemikiran yang tidak masuk akal.
“Gara itu pendiam banget beda sama Naya, dia juga nggak bikin ulah.” tepis Aruni lalu melakukan mobilnya menuju tempat kerja.
Di sekolah, Gara berlari untuk sampai dikelasnya sebelum ada guru, anak itu tidak sempat sarapan dan harus berlari jauh sampai kelas. Dengan nafas memburu anak itu membuka pintu kelas yang beruntungnya belum ada guru.
Ele menoleh terkejut menatap Gara yang bernafas terengah entah, lelaki itu duduk dibangkunya lalu langsung menelungkupkan kepalanya diatas meja.
Ele menghampirinya dan memberikan air mineral yang ia beli untuk pelajaran olahraga nanti, bisa beli lagi nanti pikirnya.
“Nih minum pelan pelan,” kata Ele menjulurkan air mineral tersebut.
Gara mendongak dan menerima air mineral itu dengan senyuman.
“Rambut lo belom rapi Ga,” celetuk Ele hendak menertawakannya, padahal sedari tadi wanita di kelasnya sudah berbisik dan membicarakan Gara dengan rambutnya yang berantakan.
Bukan membicarakan yang tidak-tidak, mereka kagum dengan ketampanan Gara yang bertambah berkali lipat dengan rambut berantakan seperti itu.
Gara tampak menyisirkan rambutnya dengan jari-jari tangan.
“Makasih minumannya,” ucap Gara tersenyum ke arah Ele.
Tanpa disengaja Ele melihat bekas luka yang terdapat pada pelipis kanan Gara saat lelaki itu menyingkap rambutnya, baru kali ini ia melihat bekas luka itu, kemarin kemarin tidak menyadarinya.
“Itu kenapa Ga?” tanya Ele menunjuk pelipis kanan Gara.
“Bekas luka,” jawab Gara singkat.
“Ya tau, lukanya kenapa?” tanyanya lagi.
“Kecelakaan bus,”
“HAH?” Ele berteriak karena terkejut.
“Bareng Naya,”
Ele semakin menganga karena baru mengetahu fakta itu. Dia sudah tahu perihal Gara yang diangkat menjadi anak Aruni namun ia tidak tahu tentang hal ini.
“Serius lo?” Ele bertanya guna memastikan lagi.
Gara mengangguk mantap dan menatap datar gadis dihadapannya yang heboh akan keterkejutannya.
Hendak bertanya lagi, namun guru telah dulu datang ke kelas mereka membuat keduanya menghentikan percakapan yang akan terus berlanjutan.
“Lo utang penjelasan ke gue,” ucapnya menatap tajam Gara dan kembali duduk ke bangkunya untuk memulai pembelajaran.
Gara hanya acuh dan fokus ke pelajaran.
Pelajaran olahraga hari ini dilaksanakan sebelum jam istirahat, semua teman sekelas yang sudah siap dengan seragamnya berjalan menuju lapangan utama yang berada di tengah tengah pusat sekolah.
Gara berjalan sendiri setelah berganti seragam, bukan tidak mempunyai teman, namun ia memilih sendiri daripada harus diajak berbincang bincang yang tidak penting.
Kepribadiannya yang tidak mudah bergaul dan memilih diam ketika semua orang mengusik urusan orang lain tidak membuat Gara menjadi sosok yang anti sosial, ia tetap memiliki teman walaupun sedikit, dan memang Gara mengakui jika lebih menyenangkan memiliki teman sedikit yang selalu perhatian daripada memiliki teman banyak namun acuh.
Saat berjalan melewati koridor menuju lapangan tiba-tiba saja pundaknya dirangkul oleh seseorang, orang itu adalah Sandy, Gara ingat dia saat membuat ulah di dalam kelasnya.
“Ayo bareng, sendirian teros keliatan banget jomblonya,” papar Sandy sembari tertawa dan menyeret Gara agar lebih cepat berjalan.
Gara hanya diam dirangkul seperti itu, ia tak mengelak dan marah sebab tujuan Sandy hanya menemaninya sampai lapangan.
Namun Gara salah, Sandy sedari tadi menempel disampingnya, tidak jengah walaupun Gara tidak menggubris segala ucapan Sandy.
“Lo emang pendiem atau males ngomong?” tanya Sandy kesal karena dijawab ya dan tidak saja oleh Gara.
“Nggak.” Gara menggeleng singkat membuat Sandy berpikir keras atas jawabannya.
“Lo tuh ganteng, sayang aja penyendiri,” sahut Sandy.
Gara hanya menoleh dan terus melakukan pemanasan seperti yang dilakukan teman sekelasnya.
“Punya muka ganteng kalo nggak dimanfaatin ya percuma.”
Gara berlalu mendahului Sandy yang masih saja berbicara, semua siswa memang disuruh melakukan lari keliling lapangan sebanyak 10 kali. Termasuk banyak dan menyiksa karena ukuran lapangan ini tidak kecil.
Baru sampai 5 putaran semua siswa sudah mengeluh meminta diberhentikan. Gara yang tadinya masih semangat juga terlihat kelelahan, alhasil 5 putaran saja sudah cukup membuat mereka lelah.
Setelah memberikan sedikit materi guru olahraga yang mengajar menyuruh siswa siswanya mempraktikkan apa yang sudah ia sampaikan tadi.
Karena terdapat properti sekolah yang memadai akhirnya setengah dari siswa langsung mencoba untuk mempraktikkannya, namun belum sampai pada setengah permainan Gara mengeluh sakit pada bagian kaki kanannya, ia sudah tersungkur diatas lapangan dengan menahan sakit yang luar biasa.
“Gara? Kanagara kenapa kamu?” tanya guru olahraga yang sedang mengajar mendekati Gara yang sudah tersungkur.
Sandy yang sedari tadi disampingnya juga sudah mulai khawatir karena Gara meringis kesakitan. Ele yang menyadarinya langsung berlari menuju Gara.
“Ga apa yang sakit?” ujar Ele khawatir.
“Sakit, kaki gue.” jawab Gara tidak jelas.
“Bawa ke UKS cepat!” perintah guru olahraga tadi membantu Gara agar dibawa ke UKS segera.
Ternyata kaki Gara terlalu banyak melakukan gerakan, ia tidak boleh berlari terlalu lama, bekas kecelakaan yang terjadi kepadanya membuat kakinya harus dijaga baik baik.
Gara sudah banyak berlari, mulai tadi pagi yang harus berlari mengejar gerbang dan berlari lagi menuju kelas, ditambah 5 putaran yang tadi ia lakukan untuk pemanasan dan kegiatan olahraga yang mengakibatkan kakinya kembali sakit.
Ele memilih menemani Gara yang tengah tertidur di UKS dengan kakinya yang masih sakit. Sebenarnya ia ingin bertanya tentang kecelakaan bus yang dimaksud Gara tadi, namun melihat wajah tenangnya saat tertidur ia urungkan niatnya dan menunggu Gara bangun.
10 menit kemudian Gara mengerjap, ia membuka matanya dan menatap sekeliling, mendapati Ele menatap tajam dirinya membuat mengalihkan pandangannya.
“Jelasin soal kecelakaan bus,” kata Ele dengan tatapan tanda tanya.
Gara menghembuskan nafasnya kasar, lalu menceritakan semua yang terjadi saat kecelakaan. Dia menceritakan bagaimana dirinya sudah terbaring dirumah sakit dan tentang ingatannya yang tidak sempurna.
“Jadi lo hilang ingatan?” terang Ele.
Gara mengangguk, “Gue bahkan nggak inget siapa-siapa.” ungkapnya.
Gadis itu nampak terkejut, selamat ini Gara menyimpannya sendiri tidak berbagi cerita kepada teman temannya. Bahkan Langga tidak memberitahu teman yang lain.
Gara beranjak hendak meninggalkan Ele di dalam UKS. Berjalan perlahan dengan menahan sakit dan air mineral ditangan kanannya yang tadi ada di UKS.
Menghentikan langkahnya dan meminum sedikit air mineral itu lalu berjalan kembali dengan kaki yang sedikit terseret.
Suara gaduh di depannya membuat perhatiannya teralihkan, Gara melihat 3 laki-laki sedang menyiramkan air seember ke satu anak laki-laki yang nampak ketakutan.
“Maaf, nggak sengaja,” ujarnya sembari tertawa melihat anak laki-laki itu basah kuyup.
Gara menghampirinya lalu menuangkan air mineral itu kearah anak laki-laki yang menyiramkan air tadi.
“Maaf, nggak sengaja,” ulang Gara dengan wajah datarnya.
***
TINGGALIN JEJAK YA, AKU TAU CARA KALIAN MENGHARGAI SUATU KARYA
KAMU SEDANG MEMBACA
KANAGARA [ ✓ ]
خيال (فانتازيا)❝Dia kembali, pemilik bola mata indah nan tenang itu datang lagi.❞ . . . Bagaimana jadinya jika Aruni mendapatkan seorang putra yang sangat mirip dengan mendiang putrinya? Bahkan, netra coklat itu seperti berpindah kepemilikan! Mengangkatnya menja...