Bab 9

3.1K 272 1
                                    

Malam ini mobil Jeno tiba di garasi rumah. Matanya melirik arloji yang melingkar di tangannya dan ternyata sudah pukul 10 malam.

Jeno melangkah gontai memasuki rumah, bukan hanya karena tubuhnya saja yang lelah, tapi Jeno juga tidak suka dengan keadaan seperti ini, dimaba dia harus menjelaskan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan saat ini juga pada seseorang.

Dan Nana, Jeno yakin kalau gadis itu pasti sedang menunggunya untuk menjelaskan kenapa minggu lalu ia tiba-tiba pergi dan tak mengabarinya sama sekali.

Hal pertama yang Jeno lakukan setelah masuk rumah adalah menaruh jaket dan tasnya di ruang tengah. Kemudian ia mencari keberadaan Nana kesana kemari, karena biasanya anak itu belum tidur jam segini.

Namun tidak untuk malam ini. Ternyata adik manisnya itu malah sedang tertidur pulas di kamar dengan posisi telentang. Senyuman samar terpatri di bibir Jeno kala memandangi wajah polos dan lugu Nana saat sedang tidur.

Pikirnya bagus kalau Nana tidak bergadang untuk main game lagi seperti kemarin-kemarin. Mungkin kepergiannya selama seminggu ini membuat gadis itu bisa mengerti dan sadar soal aturan yang harus ditaatinya.

Tangan Jeno terangkat untuk mengusap rambut Nana yang dipenuhi oleh peluh. Dan kalau diamati lagi, wajah adiknya itu ternyata pucat dan napasnya terlihat tak beraturan.
Dan saat kulit tangan Jeno menyentuh dahi Nana, Jeno mengerjit, merasakan panas menyengat kulitnya.

"Na! Nana!" Jeno jadi panik karena tubuh Nana demam tinggi.

Nana pun terusik, perlahan ia membuka matanya, dan samar-samar bisa melihat wajah Jeno yang kini tengah khawatir padanya.

Perlahan Nana mencoba bangkit saat ia lihat Jeno lah yang kini ada di hadapannya.
"Kak Jeno?" Panggilnya pelan.

Segera Jeno mengambil posisi duduk di sebelah Nana dan kontan merengkuh tubuh yang lemah itu dalam rangkulannya.

"Kamu sakit, kakak ambilin kompres dulu." Jeno hendak beranjak, namun Nana malah mengencangkan pelukannya.

"Jangan pergi, kak." lirih Nana.

Jeno menghela napasnya pelan.
"Iya, kakak nggak akan kemana-mana, tapi badan kamu panas, dek. Harus dikompres, sebentar ya?" Kata Jeno lembut.

Jeno pun perlahan melepaskan pelukan Nana dan menidurkan tubuh adiknya lagi di kasur. Kemudian pria itu bergegas menuju dapur, menyiapkan air pada wadah lengkap dengan handuk kecil warna putih untuk mengompres.












10 menit kemudian Jeno kembali ke kamar Nana dengan alat kompres lengkap beserta air dingin dan segelas air putih beserta obat penurun panas untuk Nana.

Ia lihat Nana sedang memejamkan matanya dengan posisi meringkuk.
"Na... Bangun, dek, minum obat dulu yuk?"

Nana tidak menjawab, hanya bergerak perlahan untuk bersandar di kepala ranjang dibantu oleh Jeno.
Setelah itu Jeno meminumkan sesendok obat penurun panas pada Nana berikut minumnya.

"Kamu kenapa? Kok bisa sakit? Sekolahnya lagi banyak kegiatan ya? Udah makan belum? Hum?" Pertanyaan itu dijawab hanya dengan delikan mata Nana yang lemah, kemudian pandangannya dialihkan ke arah jendela kamar yang masih sedikit terbuka.

Jeno tahu, Nana pasti sekarang sedang marah sekali padanya karena selama satu minggu ini dia menghilang. Namun mau bagaimana lagi, Jeno juga tak bisa memberitahu Nana kemana sebenarnya dia selama seminggu ini.

"Maafin kakak ya?"

"Ngapain minta maaf?" Suara Nana terdengar lemah dan serak, membuat Jeno menatapnya tak tega.
Sontak ia memegang tangan Nana, tapi segera ditepis.

Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang