Bab 10

3.6K 261 8
                                    


Minggu pagi yang cerah, burung-burung di luar ikut serta menyambut hari yang sepertinya akan cerah ini. Di luar terasa sangat aman dan damai, namun berbeda dengan rumah besar berlantai tiga milik keluarga pak Jaehyun.

"Mampus lu mampus! Makan tuh ulti gue hahaha!"

"Yah elah goblok! Back up gue lah back up! K*nt*l banget tim tulul!"

"Woy ngapain lu disitu njeng?! Ngocok apa gimana? Tolongin gue lah anak haram! Ngebuff mulu bangsaad! Sini lu gelud ama gue asuuu!"

"Savage lah savage! Yak yak yaaaaahhh....yeeeaaahhh! Uhuuu! Nana apa sih yang ga bisa?!"

Nana terus mengucapkan sumpah serapah pada hpnya sendiri. Jeno yang semula duduk tenang tentu jadi terusik, ia tak bisa konsentrasi membaca beberapa laporan yang diberikan oleh Mark lewat email akibat suara berisik dan tak sedap didengar dari mulut lemas Nana.

"Nana! Mulutnya..."

"Bacot! Mulut mulut gue ahahaha."

Jeno menepuk dahinya.
Karena tidak tahan mendengar ocehan sampah Nana, akhirnya Jeno terpaksa harus bertindak.
Jeno berdiri dan menghampiri Nana.
Dengan sekali gerakan hp Nana sudah ada di tangannya.
Otomatis mulut Nana semakin heboh saja.

"Balikin lah kak! Ebuset itu lagi ngerank lah! Ah ! Cepetan tar mati itu! Woy temen-temen aku pada ngambek nanti!"

"Ga selagi mulut kamu masih nyampah! Ya Tuhaaan Nana please kamu tuh bisa ga sih berenti maen game kayak gini? Bahaya tau ga buat kejiwaan kamu!" Tegas Jeno, tatapannya menajam pada Nana.

"Kejiwaan apaan sih? Balikin gak!"

Jeno menahan kening Nana dengan telunjuknya dan menyembunyikan hp sang adik di saku Jasnya.

"Ya ampun kak please itu udah tinggal dikit lagi, pleaseee..." Nana menakupkan kedua tangannya memohon dengan ekspresi sedih.

"Tuh kan mulai gilanya, nggak ada, pokoknya ga ada main game lagi." Jeno pun menganbil hp Nana lagi dari saku dan menonaktifkan hp tersebut.

"Huwaaaa kak Jeno Asuuuu!"

"NA JAEMINA!" Jeno reflek melayangkan tangannya dan hampir saja menampar wajah Nana.

Kalau Nana tidak mengernyit dan reflek menutup matanya mungkin pipinya sudah jadi korban.

Perlahan Nana membuka matanya, berusaha memberanikan diri untuk melihat wajah Jeno.
Ternyata lebih menyeramkan dari perkiraannya, mata pria itu melotot, bola matanya semburat merah dan rahangnya mengeras.

"Ugh!" Jeno menghempaskan tangannya lalu kembali duduk di kursi, sedangkan matanya tak lepas dari Nana yang kini merengut seperti kelinci kecil tak berdaya.

Wajah Jeno semakin dingin sekarang, sangat berbeda dengan Jeno yang semalam saat menemani Nana sampai tertidur.

Nana ingin mencoba memanggil Jeno, tapi nyalinya tiba-tiba jadi ciut saat ingat bagamana ekspresi Jeno saat marah barusan.
Dan akhirnya ia hanya bisa diam pasrah dengan nasib hp dan permainannya.

Tak lama kemudian, terdengarlah suara gaduh dari luar--lebih tepatnya seseorang yang tengah menangis hebat.

Haechan datang sambil menangis bersama Mark di sampingnya. Gadis manis itu sesenggukkan dalam rangkulan Mark yang sibuk bertanya padanya.

Jeno dan Nana terkejut dengan kedatangan dua orang itu.
Sebenarnya Jeno tidak terkejut dengan Mark yang tiba-tiba ada di rumahnya pagi ini, karena Jeno memang menyuruh Mark datang untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan kantor yang sempat tertunda seminggu kemarin.
Tapi Jeno terkejut karena Mark datang bersama Haechan. Pertanyaannya sejak kapan Mark dan Haechan jadi dekat?

Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang