Bab 6

3.7K 286 2
                                    


Sepulang sekolah, Nana dan Haechan berjalan menuju gerbang sambil minum jus dan makan es krim. Hari ini mereka pulang agak awal karena jam terakhir kosong tidak ada gurunya.

Sesekali Nana disuapi es krim oleh Haechan, dan kadang Haechan juga menyeruput jus jambu punya Nana.
Mereka itu memang pasangan sahabat yang sangat sulit dipisahkan sejak kelas satu SMA.

Bagi Haechan, Nana itu seperti kakaknya, karena Nana selalu membantu Haechan dan paling tahu apapun soal Haechan.

Begitu pun dengan Nana, Haechan itu seperti saudara sendiri, karena Haechan lah yang selalu menghiburnya dan kadang menemaninya setelah Jaeline tiada.

"Nana!" Tiba-tiba Chenle memanggil dari arah pagar sekolah. Gadis berambut hitam dan panjang itu berlarian bersama Jisung ke arah Nana dan Haechan.

"Oit!" Jawab Nana.

"Nongki di mall kuy!" Ajak Chenle. Seperti biasa, kalau pelajaran terakhir kosong Chenle akan langsung mengajak Nana shopping.

Mendengar itu Nana jadi sedih, karena sekarang semua asetnya berada di tangan Jeno dan belum ada tanda-tanda kalau Jeno akan mengembalikannya selagi Nana belum mendapat nilai bagus di sekolah.

"Yah, gue ga bisa Le,"

"Lah ngapa dah?" Tanya Jisung.

"Soalnya kartu kreditnya Nana kan ada di kak Jeno," celetuk Haechan yang sedang asik makan es krim.

"Ha? Kak Jeno? Siapa tuh?" Tanya Chenle.

Nana sebenarnya malas menceritakan soal Jeno pada orang lain, apalagi kalau ingat pria itu sudah merenggut semua kenyamanan dalam hidupnya.

"Kakak angkat gue, ngeselin orangnya."

"Ha? Kakak angkat? Sejak kapan lo punya kakak angkat?" Chenle.

"Iya, kakak ketemu gede alias gacoan kali," timpal Jisung.

"Yee bege, mana ada gacoan gue tua begitu. Beneran kakak angkat lah, udah tuir juga dia, udah kerja," jelas Nana, padahal dia juga tidak tahu jelas Jeno itu usianya berapa dan kerja di bidang apa. Yang dia tahu kakaknya itu selalu keluar dengan pakaian jas rapi seperti papinya, dan di rumah kerjaannya hanya mengetik di laptop.

"Oh gitu, berarti bukan Le, Nana pan sukanya brondong kayak gue hahaha"



Plakk



Chenle memukul bahu Jisung sangat keras.
"Ga usah ganjen, gue pecat dari jabatan pacar, melarat idup lu!"

Skak mat!

Jisung mana bisa menimpali lagi kalau princess Chenle sudah dalam mode maung.

"Mampusin! Hahaha" Haechan dan Nana tertawa nista.

"Yaahh ga asik dong ga bisa shopping kita..." Chenle kembali bicara setelah puas mencubiti lengan Jisung.

"Eh tapi nongki aja di Starbucks mah bisa kali, Na?" Tanya Jisung.
Nana cemberut, lalu mengambil uang dalam saku bajunya dengan wajah pasrah.

"Nih duit gue tinggal segini!" Kata Nana memperlihatkan uang 10 ribuan ke hadapan Chenle dan Jisung.

"Ha? Jadi sekarang lo melarat nih ceritanya?" Goda Chenle yang langsung dapat pukulan kecil di lengannya dari Nana.

"Sialan lu! Liat nanti kalo gue udah dapet kartu lagi, balik bokap langsung minta bikinin yang baru, gue borong satu mall!" Tantang Nana tak mau kalah.

Chenle itu memang saingan berat Nana kalau soal koleksi barang branded. Yah walaupun hanya seru-seruan, tapi sifat mereka itu sebenarnya sama, sama-sama tidak mau mengalah, apalagi kalau Nana sudah melihat Chenle pamer di hadapan teman-temannya, rasanya Nana gatal ingin membalas.

"Yah kelamaan dong. Udah deh kali ini gue yang traktir, lo juga ikut ya Chan? Biar rame," Chenle itu memang tidak bisa kalau jalan-jalan tidak dengan Nana, karena Nana itu asik diajak belanja, selain tahu banyak soal barang-barang yang bagus, Nana juga pintar memilih.

Kalau Haechan sebenarnya tidak sering diajak oleh Chenle, bahkan bisa dikatakan Haechan jarang ikut dengan mereka, sebab Haechan itu porsi jam mainnya terbatas.

Tapi Nana mana mau kalau ditraktir seperti itu? Bisa-bisa citranya sebagai orang kaya anjlok di hadapan semua orang. Karena sehabis dia ditraktir oleh Chenle pasti gadis itu akan langsung upload di instagram dan memberitahu semua followersnya kalau dia baru mentraktir Nana.

"Yah mau yah? Na? Chan?"
Haechan langsung menggelengkan kepalanya.

"Ga bisa Lele, soalnya Echan mau belajar, dan kalo main sama Lele dan Jisung itu pasti bakalan lama banget, nanti Echan dimarahin sama kak Yuta lagi kalo pulang telat."

"Halah! Abang lo mah emang julid aja, Chan. Mentang-mentang lo anak pungut seenak jidat aja memperlakukan lo, lama-lama gue adopsi juga lu jadi anak gue," dumal Chenle.
Dan mereka semua pun terbahak mendengarnya.

"Dih masa Echan jadi anaknya Lele sama Jisung sih? Ogah banget."

"Ih biarin aja Chan, biar ketularan sugih lu jadi anak si Lele." Nana menimpali.

"Iya, lagian punya abang dua akhlakless banget, ga pernah ngertiin adeknya, malah dijadiin babu di rumah. Sumpah pengen gue laporin ke kak Seto tuh dua abang lo."

Dan Haechan yang selalu berpikiran positif-atau mungkin terlalu polos-pun malah tersenyum.
"Tapi ada bagusnya juga Le, kan kalo tiap hari belajar Echan jadi pinter. Daripada main terus kan Echan malah jadi beban buat kalian karena Echan makannya banyak dan pasti minta traktiran, hehe,"

"Alah ngomong apa sih lu buntelan kadut. Beban beban, beban idup lu tuh yang terlalu berat, kuy ah kita beli sempol ayam aja daripada galau!" Ajak Nana sembari merangkul bahu Haechan.

"Lah jadi bener nih kalian kagak ikutan? Berduaan doang dong gue sama Jisung," ucap Chenle murung.

Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang