Bab 30

2.1K 168 3
                                    


Nana masih terduduk di lantai kamar mandinya, dengan kran shower yang masih menyala dantespek kehamilan di tangannya.

Sudah sekitar lima belas menit ia bertahan dengan posisi seperti itu. Pikirannya kacau, dan perutnya serasa mual ingin muntah lagi.

Dan lama kelamaan rasa mual itu semakin mendorong isi perutnya ke atas. Segera Nana bangkit dan berlari ke arah washtavel lalu memuntahkan isi perutnya.

Namun yang ada hanyalah air, karena seingatnya memang sejak siang dia belum memakan apapun.

"Ga! Gue pasti cuma masuk angin! Jangan nethink dulu!" Katanya berusaha meyakinkan dirinya sendiri, lalu ia membuang tespek itu ke tong sampah yang ada di pojok kamar mandi.

Namun, seyakin apapun ia mencoba meyakinkan hatinya, tapi tetap saja masalah tentang kondom itu adalah faktanya. Perlahan ia juga mengingat kalau memang waktu itu Jeno tak memakai kondom, mereka terlalu asik bermain sampai melupakan hal yang paling penting.

Bagaimana kalau orang tuanya tahu ia hamil? Mereka pasti akan kecewa karena sudah diam-diam menjalin hubungan dengan Jeno hingga hamil. Selama ini Nana hanya mengatakan pada orang tuanya kalau dia hanya menganggap Jeno adalah kakak angkat.

"Tapi kalo emang bener gue hamil, kak Jeno tetep harus tanggung jawab, kan? Mau nggak mau, kalopun mami sama papi bakalan marah, tapi tetep aja kak Jeno harus nikahin gue." Tegas Nana.



















•°•°•°•


Esok harinya, Nana kembali muntah-muntah. Lubuk hatinya semakin yakin kalau ia tengah mengalami morning sickness. Karena semalam ia sudah minum obat maag dan makan cukup banyak setelah muntah. Nyatanya pagi ini dia masih saja merasa mual.

"Nana kenapa? Kok mukanya pucet banget?" Ini suara Haechan. Sekarang mereka sedang ada di depan meja makan. Kemudian Haechan duduk di samping Nana sambil memegang dahi Nana.

Nana yang sedang melamun pun terkejut dan reflek menghindar.

"Ga kok, g-gue gapapa Chan. Gue berangkat ngampus dulu ya."

Hanya itu, lalu Nana bergegas pergi.

"Nana! Bekelnya udah Echan masukin ke tas Nana ya!" Teriak Haechan. Tapi tak ada jawaban.

Memang, sejak Nana masuk kuliah Haechan sudah rutin membawakan bekal untuk Nana, karena kakak angkatnya itu sudah jarang sarapan kalau pagi lantaran buru-buru takut terjebak macet. Dia melakukan itu untuk menggantikan mami TY yang sudah mulai sibuk mengurusi bisnis keluarga lagi.


















Sampai di kampus, Nana bertemu dengan Ren.

"Na, muka kamu pucet banget. Kamu sakit, dek?"

Tidak ingin mengatakan apapun, Nana malah langsung merangsek memeluk tubuh Ren yang lebih kecil dari tubuhnya.

"Kenapa? Pasti lagi ga enak badan ya jadi kolokan gini?"

Nana tidak menjawab juga, akhirnya Ren putuskan untuk mengajaknya ke kelas saja. Dan setelah sampai di kelas Nana malah meneruskan lamunannya.

Sebenarnya Nana ingin sekali cerita pada Ren, tapi sayangnya dosen mereka baru saja datang. Kebetulan dosen yang hari ini datang memberi materi terkenal galak dan ketat. Terpaksa Nana harus menunggu sampai dua jam setelah kelas selesai.






Namun, belum sampai selesai kelas, tiba-tiba kepala Nana serasa begitu pusing. Sekujur tubuhnya serasa dingin, bulir-bulir keringat memenuhi pelipisnya, lama kelamaan pandangannya menjadi gelap dan...


Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang