Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi, dan Jeno baru saja tiba di rumah dengan keadaan tubuh yang lemas dan mata mengantuk. Beberapa kali ia merenggangkan ototnya sambil memijat leher yang terasa kaku sebelum masuk melalui pintu utama rumah.
Jeno agak terkejut saat ia membuka pintu, karena ternyata pintu rumah tak dikunci.
Apakah Nana lupa mengunci pintu? Padahal Jeno sudah menghubunginya lewat Line kalau dirinya akan pulang telat dan menyuruh Nana mengunci semua pintu serta menutup jendela.Jeno berjalan ke arah dapur untuk mengambil air hangat. Perutnya terasa dingin, mungkin dia akan minum teh jahe dulu sebelum tidur nanti.
Namun betapa terkejutnya Jeno saat melihat ke arah meja makan. Ada dua piring nasi goreng yang sudah dingin berikut jus jeruk, dan Nana, gadis itu sedang tidur sambil duduk di kursi dengan kepalanya bertumpu ke atas meja.
Sontak Jeno menghampiri Nana, hatinya serasa mencelos melihat keadaan Nana yang tertidur dengan cara seperti itu. Gadis itu menunggunya sampai ketiduran di atas meja makan.
Jeno putuskan untuk menggendong tubuh Nana ke kamar, namun saat ia menyentuh lengan Nana, gadus itu malah terbangun.
"Emph..." Nana susah payah membuka matanya lalu mendongak, samar-samar ia melihat wajah Jeno yang kini sedang menatapnya lirih.
"Oh kak Jeno udah pulang." Nana dengan suara serak. Tubuhnya juga terasa dingin dan ngilu.
Dan saat Nana melihat jam dinding yang tak jauh dari meja makan, kedua matanya sontak terbuka lebar.
"Ya ampun, jam tiga? Kakak baru balik? Kakak lembur bukan?"
Perlahan Nana bangun dan merenggangkan otot-ototnya yang kaku, sementara Jeno masih betah menatapnya termenung."Nasi gorengnya udah dingin, Nana bikinin makanan yang lain ya? Kakak udah makan belum? Huh?"
Jeno tidak menjawab juga, pria itu malah menatap lebih lekat Nana.
"Kenapa kak? Kakak pasti kecapean banget ya?" Perlahan Nana berjalan ke arah washtavel dan mencuci wajahnya agar tidak ngantuk lagi.
Namun Jeno tetap tak menjawab, ia malah berjalan mendekati Nana, langsung menarik gadis itu dan mendekap punggung Nana. Otomatis Nana terkejut mendapat pelukan itu, apalagi saat kepala Jeno bertengger di bahunya.
"Aku nggak lapar, Na. Aku yang harusnya nanya, kamu udah makan belum?"
Kata Jeno lembut, tatapannya begitu sendu memandang wajah Nana dari samping.Nana berbalik dengan gerak gerik yang canggung, karena kalau boleh jujur Nana gugup dipeluk seperti barusan oleh Jeno.
Namun Nana malah tersenyum kecil dan kedua bahunya menciut lesu. "Lagian kemana aja sih kakak? Ditungguin dari sore. Kalo ga pulang tuh bilang. Bilang ae mau cepetan pulang eh taunya bablas sampe jam segini." dumal Nana, dan setelahnya bibirnya mengerucut kesal.
Jeno lekas menarik pinggang Nana dan memeluk Nana.
"Maafin kak Jeno ya? Tadi sebenernya kakak udah line kamu, bilang bakal pulang telat, tapi mungkin kamu ga sempet lihat ya?""Ah masa sih? Coba aku liat hp dulu," Nana melepas pelukan Jeno, kemudian mengambil hpnya di atas meja.
Ternyata benar, di sana ada tiga pesan Line dan satu panggipan tak terjawab dari Jeno."Ya ampun...aku udah ketiduran kayaknya kak pas kakak ngirim Line."
Jeno tersenyum singkat, tangannya pun terangkat mengelus pucuk kepala sang adik.
"Yaudah gapapa, sekarang kamu mau makan apa? Nanti kakak masakin sebagai permintaan maaf kakak."Nana tidak segera menjawab, dia hanya tersenyum sambil menguap. Tapi setelah itu ekspresi wajahnya malah kelihatan khawatir. Matanya juga membola saat ia melihat ada darah yang keluar dari hidung Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔
Fanfic(Selesai) Remake Story. Warning! •Genderswitch •Jaemin as girl •Terdapat konten 18+ •So bad language TT