Pagi ini Nana bangun sangat awal, bahkan sebelum alarmnya berbunyi. Ini semua karena ia merasa sesak lantaran ada seseorang yang mendekap tubuhnya.
"Iih~ sempit banget sih!" Nana membuka matanya perlahan.
Jangan-jangan ni genderuwo yang suka nongkrong di pohon depan rumahnya Haechan.
Batinnya.
"Aaaa!"
Brugh
"Adaw!"
Nana hendak menendang tubuh yang mendekapnya itu, tapi malah dia yang jatuh, karena posisinya Nana memang yang paling pinggir.
"Aduh bangkeeek! Sakit banget pantat gue kambiiing..."
Dan saat pandangannya benar-benar jelas, omelan Nana seketika berhenti, dia malah termenung melihat sosok Jeno yang sekarang sedang tertidur pulas di sampingnya.
Nana merasa bodoh dan gampangan sekali sekarang. Bagaimana mungkin rasa kesal dan curiganya terhadap Jeno selama beberapa hari ini bisa dengan mudah lenyap begitu saja hanya karena melihat pria itu tertidur dengan wajah polos di sisinya? Padahal ada banyak kekesalan dan pertanyaan yang harus ia katakan pada pria bertubuh atletis itu.
Sering pulang telat dan menghilang dalam waktu yang lama, lalu sekarang tiba-tiba tidur di kasur yang sama dengannya dan memeluknya erat, apakah Jeno sedang mempermainkannya?
Nana berhenti berpikir sejenak.
Lebih baik ia menghindari Jeno untuk sementara ini, daripada tertangkap basah sedang memandangi Jeno seperti budak cinta bodoh. Karena dia benar-benar tak sanggup untuk marah ataupun memaafkan Jeno sekaligus. Hatinya terlalu bimbang harus bagaimana.Jika ia memaafkannya, ia merasa hal itu tak adil untuknya. Namun apabila dia marah, Nana sangat takut kalau Jeno akhirnya akan pergi lagi dan membuatnya merasa ditinggal sendirian. Nana tidak mau itu terjadi, meski dia kesal, namun ia tetap berharap Jeno tidak pergi lagi. Nana sangat kesepian, tapi juga menderita karena merasa dipermainkan.
Nana beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju dapur. Membuka lemari es lalu mengambil segelas air minum. Nana tampak sedang berpikir, harus bagaimana ia bersikap pada Jeno?
Apakah ia harus memaksa Jeno cerita semua hal tentang pria itu? Tapi kan sebelumnya ia sudah menyetujui kalau ia akan menunggu Jeno siap untuk bercerita.
Tapi ini sudah ke tiga kalinya Jeno melakukannya. Pergi tanpa pamit selama beberapa hari dan menonaktifkan hpnya.
Dan di saat ia sedang berkutat dengan pikirannya sendiri, Jeno tiba-tiba muncul dengan wajah yang masih kusut dan mendekatinya.
Namun sialnya pria itu tak mengatakan apapun, dia malah duduk diam di hadapan Nana yang kini sedang duduk di kursi makan.
Hening....
Sampai sepuluh menit berlalu Jeno masih diam. Apakah memang tak ada yang ingin dia jelaskan? Pikir Nana.
Nana tak habis pikir dengan pria itu, ia pun beranjak. Nana sudah pasrah, melihat Jeno yang hanya diam, ia pikir mungkin seharusnya memang hubungan mereka berakhir saja sekalian. Jeno benar-benar tidak memikirkan perasaannya. Dan mungkin akan lebih baik kalau hubungan mereka hanya adik-kakak saja agar ia bisa segera melupakan Jeno, dan lepas dari perasaan khawatirnya sepanjang hari.
Tapi saat Nana hendak melangkah, tiba-tiba Jeno memanggilnya.
"Na."Perlahan Nana berbalik.
"Kakak pengen ngomong sesuatu."
Wajah Jeno tampak sangat serius, membuat dada Nana jadi berdebar tak karuan.
Apakah mungkin Jeno akan mengabulkan ucapan dalam hatinya barusan? soal mengakhiri hubungan mereka.
"Apa?" Nana kembali duduk gontai di kursi.
Ia sudah pasrah kalau pun pada akhirnya Jeno akan lebih dulu mengakhiri hubungan di antara mereka. Memang seharusnya mereka tidak pacaran di saat mereka adalah adik-kakak.
Jeno tampak terdiam beberapa saat, memandang wajah Nana dengan tatapan menyesalnya.
"Maaf," Kata Jeno lalu menunduk, membuat Nana terkekeh.
"Maaf? Udah berapa kali sih Nana maafin kak Jeno selama tiga bulan ini? Tapi abis itu diulang lagi? Jadi mau ngapain minta maaf kak? Besok juga kayak gitu lagi, kan?" Nana berusaha menahan rasa kesal bercampur tangisnya.
Jeno tidak menjawab, ia malah semakin tertunduk, demi apapun ini semakin membuat Nana sangat kesal.
"Kalo emang kakak ngerasa salah, sekarang coba cerita, kemana aja kakak selama ini? Kakak ngomong sayang sama Nana tapi nyatanya kayak gini. Emang kakak pikir Nana apaan bisa kakak mainin kayak gini? Nana capek kak, Nana capek nunggu kak Jeno terus." Suara Nana meninggi disertai serak karena ia tak bisa menahan tangisnya. Namun itu nihil, air mata Nana tetap mengalir. Dia tidak bisa menahannya.
"Kakak bilang bakal cerita, tapi mana buktinya? Sampe sekarang aja kakak masih diem aja. Atau...emang bener apa yang ada di pikiran aku selama ini?"
Ucapan terinterupsi itu disertai tatapan tajamnya pada Jeno.
"Kakak ini sindikat penjahat yang lagi merencanakan sesuatu?"
Jeno mengangkat wajahnya. Ia cukup terkejut, apakah kecurigaan Nana hanya sebatas itu padanya? Kenapa gadis itu tidak mencurigainya tentang hal lain?
Ternyata sebenarnya Nana itu benaran anak polos yang tidak tahu apapun.
Sebenarnya Jeno cukup senang menyadari Nana sepolos ini, tapi ia juga merasa jahat di waktu yang bersamaan di saat ingat kalau kenyataannya dirinya sudah berada di antara dua orang gadis yang mencintainya.
Jeno tersenyum miris, kemudian dia beranjak dan menarik Nana ke dalam pelukannya.
"Sekarang kakak boleh ngomong nggak?"
"Ya ngomong aja! Daritadi kan emang disuruh ngomong! Situ aja yang diem terus kayak orang nggak punya dosa." Ketus Nana.
Jeno tersenyum, kemudian mengambil kedua tangan Nana untuk digenggamnya.
Sontak pegangan itu langsung dihempaskan oleh Nana, ia tak ingin lemah lagi sekarang.
Orang seperti Jeno ini harusnya memang dipertegas.
"Apaan sih! Ga usah pake megang megang segala! Mulut yang ngomong tangan ga usah ikutan."
Jeno menghela napas dan menuruti kemauan Nana.
"Kalo kakak minta waktu sebulan lagi buat nyelesain semua urusan kakak ini, apa kamu mau nunggu?"
Nana berdecak kesal. Ternyata Jeno benar-benar tidak peka sama sekali dengan perasaannya.
"Males amat nunggu lagi. Ga bisa sekarang aja apa ceritanya? Kenapa harus tunggu sebulan lagi? Jangan bikin aku nunggu dan nunggu terus bisa nggak sih?"
"Kakak janji setelah sebulan ini kakak bakalan cerita ke kamu tentang semuanya, tapi please kamu tetep stay nungguin kakak, ya? Kakak pengen kamu tetep percaya walau apapun yang terjadi."
"Halah taik!"
Tolak Nana. Mana bisa ia menunggu lagi.
"Kalo emang ga niat pacaran sama gue ya putus aja kak, nggak usah banyakan bacot! Lo pikir gue apaan suruh nunggu mulu? Hati gue bukan terbuat dari karet gelang yang bisa lo tarik ulur sembarangan kak."
Jeno langsung menyergap kedua bahu Nana.
"NGGAK NA! apaan sih kamu ngomongnya kayak gitu? Kamu udah ga sayang lagi emang sama kakak?"
![](https://img.wattpad.com/cover/268026123-288-k615686.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Abang Angkat (Nomin gs) LOKAL✔
Fanfiction(Selesai) Remake Story. Warning! •Genderswitch •Jaemin as girl •Terdapat konten 18+ •So bad language TT