Prolog

433 11 1
                                    

Tetes demi tetes air hujan berjatuhan membasahi Kota Jakarta, semakin lama tetesan demi tetesan turun semakin deras.

Seorang gadis tengah berlari menuju halte bus untuk berteduh, ada beberapa orang yang ikut meneduh di sana.

"Ya Allah, basah," lirihnya pelan.

Arumi Zayda Rifaya, atau yang lebih akrab di panggil Rumi.

Gadis itu tersenyum kala memandangi air hujan yang berjatuhan membasahi jalanan.

"Jangan senyum-senyum sendiri mbak, ntar di kira orang gila lagi," ucap seorang pria yang berdiri di samping Rumi.

Gadis berhijab syar'i itu mendongak untuk melihat siapa yang berdiri di sampingnya ini, dia terlihat begitu tampan, hidungnya mancung, dan lelaki itu begitu tinggi. Lihat saja, tinggi Rumi hanya sebahu lelaki itu.

"Sudah, jangan lihat saya seperti itu." Rumi langsung menunduk dan merutuki dirinya yang tak bisa menjaga pandangan.

Suasana menjadi canggung di antara mereka, lebih tepatnya Rumi yang merasa canggung, jantungnya berdetak begitu cepat.

Huss jantung! Biasa aja dong, masa iya deg-degan gini. Orang baru pertama ketemu jugak! Tapi kalo di pikir, siapa yang gak akan deg-degan berdiri di sebelah lelaki seperti dirinya?. Rutuk Rumi di dalam hatinya.

Setelah hujan reda, Rumi langsung bergegas menuju masjid, pasalnya ia belum melaksanakan sholat ashar.

"Kak Rumi..." Seorang gadis kecil berusia 5 tahun berlari menghampiri Rumi yang sedang memasang tali sepatunya di tangga masjid.

"Masya Allah, Nana." Rumi membalas pelukan gadis itu tak kalah erat.

"Kak, Nana rindu belajar ngaji lagi sama kakak," ujar Nana dengan mata yang berkaca-kaca.

"InsyaAllah nanti kita belajar lagi ya, oiya bukanya Nana pindah ke Bogor ya?" Ujar dan tanya Rumi membelai pipi kanan Nana.

"Iya Kak, Nana lagi jengukin kakek di sini," jelas Nana.

Mereka mengobrol banyak hal. Nana adalah murid mengaji Rumi di masjid Ar-Rahman ini, gadis itu ikut pindah dengan orang tuanya ke Bogor beberapa bulan yang lalu.

Aktifitas mereka terhenti, kala seorang wanita berhijab syar'i memanggil Nana, Bundanya.

Rumi tersenyum melihat kepergian ibu dan anak itu. Seketika ia membayangkan bagaimana saat ia menjadi seorang ibu suatu hari nanti.

Rumi Rumi, boro-boro mikirin punya anak, suami aja kagak punya, jangankan itu calon nya aja belum ada. Ucap Rumi mentertawakan dirinya sendiri di dalam hatinya.

Gadis berusia 22 tahun itu beranjak meninggalkan pekarangan masjid, karena sudah sore jadi dia memutuskan untuk segera pulang.

Assalamu'alaikum👋
Ketemu lagi sama aku di cerita yang berbeda😅
Semoga teman-teman suka dengan kisah Rumi ya^^

Lentera Takdir Arumi [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang