7. Lamaran?

43 4 2
                                    

    بسم الله الرحمن الرحيم

♡♡♡

Sore ini udara terasa begitu sejuk, angin sepoi-sepoi berhembus begitu lembut menerpa wajah seorang gadis berhijab syar'i yang tengah melangkah menyusuri koridor rumah sakit.

Ia tersenyum kala melihat ruangan bertuliskan Ruang Mawar.

"Assalamu'alaikum," salamnya mebuka pintu ruangan.

Terdengar jawaban salam dari dalam sana oleh beberapa orang.

"Nak Rumi? Ayo masuk," ucap seorang pria berusia 70 tahun yang duduk bersender di ranjang rumah sakit, dengan jarum infrus yang berada di punggung tanganya. Kakek Imran namanya.

Rumi tersenyum, lalu berjalan memasuki ruangan, mencium punggung tangan Kek Imran lalu beralih mencium punggung tangan seorang wanita kisaran usia 45 tahun, Feni namanya. Anak ke tiga kakek Imran.

"MasyaAllah, gimana kabarnya Kek?" tanya Rumi setelah di persilahkan duduk oleh Feni di sebelah brankar Kek Imran. Hari ini Rumi menepati janjinya untuk menjenguk Kek Imran.

"Alhamdulillah, besok Kakek udah boleh pulang," jawab Kek Imran tersenyum, Rumi juga ikut tersenyum bahagia mendengarnya.

Feni sudah tak asing dengan Rumi, karena mereka juga sering bertemu kala Rumi menjenguk Kek Imran ke ruang rawat inapnya.

Rumi dan Kek Imran sibuk mengobrol, sedangkan Feni memilih untuk pergi ke kantin rumah sakit, karena dia belum makan.

Pintu ruangan terbuka, menampakkan sosok lelaki mengenakan kemeja berwarna maroon.

"Pak Azzam?"

"Rumi?"

Tanya mereka berbarengan.

"Kalian saling kenal?" tanya Kek Imran.

"Iya kek, cuma kenal nama," jawab Azzam duduk di sofa ruangan ini.

"Zam, selama ini kakek gak pernah minta apapun sama kamu, jadi hari ini kakek ingin meminta sesuatu pada mu Zam, dan kakek harap kamu tak akan menolaknya," ujar Kek Imran menatap Azzam dengan senyum tipisnya.

"InsyaAllah Kek, kakek mau minta apa sama Azzam?" tanya Azzam duduk di sebelah brankar Kek Imran. Rumi sudah pulang beberapa menit yang lalu.

"Menikahlah dengan Rumi." senyum di bibir Azzam pudar seketika, begitu juga dengan Feni.

"Zam, Kakek hanya ingin melihat cucu laki-laki satu-satunya Kakek menikah dengan gadis pilihan Kakek, Rumi gadis yang baik, agamanya bagus sama seperti Farrah," jelas Kek Imran mengusap pundak Azzam.

"Pa, Azzam kan sudah bersama Farrah, jadi gak mungkin jika dia menikah lagi," ujar Feni setenang mungkin.

"Iya, Papa tau Fen, Papa yakin Azzam bisa bersikap adil. Zam, apa kamu gak mau melihat Kakek bahagia? Kakek hanya minta itu, mungkin ini akan menjadi permintaan terakhir Kakek Zam, setelah ini Kakek tak akan meminta apa pun lagi." Kek Imran tersenyum.

Azzam hanya terdiam begitu juga dengan Feni.

"Azzam akan pikirkan dulu Kek, nanti sore Azzam akan pulang ke Bogor," ujar Azzam berusaha tersenyum.

"Kakek berharap semoga Farrah mengizinkan, dia wanita yang sholeha."

♡♡♡

Permintaan Kakeknya beberapa hari lalu membuat Azzam begitu frustasi.

Namun di sinilah Azzam sekarang, di ruang tamu rumah kedua orang tua Rumi. Azzam duduk berhadapan dengan kedua orang tua Rumi, di samping kanannya ada Feni dan di samping kirinya ada Imran yang duduk di atas kursi roda.

"Jadi, apa maksud kedatangan Nak Azzam bersama keluarga datang kesini?" tanya Firman tersenyum menatap Azzam, Feni, dan Imran secara bergantian.

Feni melirik Azzam dengan telapak tanganya yang sudah berkeringat dingin, ia tak pernah membayangkan ini sebelumnya.

Begitu juga dengan Azzam, sangat sulit rasanya untuk menyampaikan niatnya datang kerumah Rumi, pikiranya hanya tertuju kepada Farrah. Imran menepuk bahu Azzam pelan, tersenyum kepadanya.

"Maksud kedatangan kami kesini, saya ingin melamar Putri Bapak, Arumi untuk menjadi istri saya," ujar Azzam menatap Firman.

Rumi yang sedari tadi hanya tertunduk dan terdiam langsung mendongak menatap Azzam yang menunduk. Rina dan Firman tersenyum saat mendengar penjelasan Azzam.

"Kalo kami terserah kepada anak kami, Rumi yang akan memutuskan dan dia yang akan menjalaninya," ujar Firman melirik Rumi yang duduk di antara Firman dan Rina.

"Jadi, bagaimana Nak Rumi? Apakah kamu bersedia menjadi istri cucu Kakek?" tanya Firman tersenyum.

Rumi hanya diam, ia begitu gugup sekarang, ia tak pernah membayangkan bahwa Azzam lah yang melamarnya, ia pikir Faruq yang akan datang melamarnya. Mungkin ia salah, Faruq tak pernah mencintainya.

Rumi memejamkan matanya sebelum berucap. "Bismillah, saya menerima lamaran ini." jawab Rumi pada akhirnya.

Kedua orang tua Rumi dan Imran mengucapkan hamdallah, Feni mengusap bahu Azzam, dan ia hanya mampu tersenyum ia mengerti bagaimana keadaan hati Azzam sekarang.

Ridhoi hamba Ya Allah. Azzam membatin.

"Akadnya satu minggu lagi ya? Itu jika pihak dari Nak Rumi setuju," ujar Imran tersenyum.

Azzam melirik Imran dari samping, senyuman Kakeknya begitu tulus, terlihat sekali bahwa ia begitu bahagia dengan lamaran ini. Tak ada yang bisa Azzam lakukan selain ikut tersenyum, ia tak ingin mengecewakan kakek yang begitu ia sayangi.

"Lebih cepat lebih baik Pak, saya setuju," ujar Firman senang.

"Tapi maaf Mbak Rina dan keluarga, untuk resepsi kami hanya ingin di adakan di sini dengan hanya mengundang teman-teman dan kerabat Rumi," ujar Feni berusaha agar tidak menyinggung keluarga Rumi.

"Tidak apa-apa Mbak Feni, itu juga hak Mbak dan kami menyetujuinya," ujar Rina tersenyum.

Setelah keluarga Azzam berpamitan untuk pulang beberapa menit yang lalu, Rumi memutuskan untuk memasuki kamarnya. Setelah selesai mengganti gamisnya dengan baju tidur, Rumi merebahkan tubuhnya di atas kasur dan menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih.

Ada perasaan bahagia dan sedih di hatinya sekarang, jantungnya berdetak dengan cepat.

Ya Allah, ini beneran Rumi baru saja di lamar?
Jadi gini ya rasanya?
Apa Rin dulu merasakan ini, saat di lamar oleh Akbar?

Dan mungkin ini saatnya aku berhenti menyebut nama Faruq di setiap sujud sepertiga malamku.

Ya Allah, semoga Azzam adalah lelaki terbaik pilihan-Mu untuk hamba.

Semoga Azzam bisa membimbing hamba menuju Jannah-Mu.

Permudahkanlah Ya Allah. Rumi hanya bisa tersenyum saat ini.

Meski ia tak di persatukan dengan orang yang selalu ia sebut namanya di setiap sujud sepertiga malamnya, Rumi tetap bersyukur. Ia yakin Azzam adalah seorang lelaki yang paham agama dan bisa membimbingnya di jalan Allah.

☁☁☁

Makasih buat yang udah baca🙏
Maaf up nya lama 😅

📝01 Juli 2021
Di Publish : 01 Desember 2021

Lentera Takdir Arumi [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang