بسم الله الرحمن الرحيم
Ternyata benar kata orang. Melupakan seseorang yang sudah sempat digenggam lebih mudah, dari pada melupakan seseorang yang belum pernah digenggam.
-Arumi Rayda Rifaya-°Lentera Takdir Arumi°
grsnrindu♡♡♡
Tak terasa sudah hampir enam bulan Arumi tak lagi bersama Azzam, hari-harinya dipenuhi dengan kesibukan yang dulu sempat ia rasakan saat sebelum menikah. Mengurus butik yang sempat ia tinggalkan setelah menikah, ia terlihat begitu bahagia menjalani hari-harinya sebagai seorang desainer baju muslimah. Selain itu ia juga kembali menghafalkan Al-Qur'an.
"Assalamualaikum ounty lumi." Ucapan salam itu menghentikan aktifitas Rumi yang tengah mengecek pesanan di laptopnya.
"Waalaikumsalam, Ya Allah Rin kenapa gak ngabarin aku mau kesini?" Tanya Rumi panik saat melihat sahabat perempuannya yang datang bersama dengan bayi dalam gendongannya. Ia segera berlari kearah pintu masuk, dimana ada Rin yang tengah berdiri dengan senyuman khasnya disana.
Rin terkekeh mendengar pertanyaan Rumi yang terdengar khawatir. "Buat kejutan aja, ini aku sama Fatim gak tau mau ngapain dirumah, soalnya Mas Akbar lagi ada kerjaan diluar jadi aku keinget kamu, makanya kesini." Jawab Rin duduk disofa yang ada dibutik ini. Memang semenjak Rin menikah ia tak ikut serta lagi dengan butik ini, apalagi semenjak anak pertamanya lahir jadi ia makin sibuk dirumah. Namanya Fatimah Azzahra, tapi dipanggilnya Fatim.
"Waah, ponakan ounty gemes kali ya Masya Allah, udah berapa bulan nih umurnya Rin?" Tanya Rumi memainkan jemari kecil bayi itu.
"Udah 6 bulan Rum," jawab Rin terkekeh, ia melepaskan gendongannya lalu membiarkan Rumi mengambil alih Fatim kepangkuannya.
"Maaf ya, aku baru sempat nemuin kamu sekarang, aku ikut sedih Rum. Tapi kamu harus yakin pasti ada kebahagiaan yang sedang menunggu kamu diujung sana," ujar Rin menatap sendu Arumi yang mengajak Fatim mengobrol.
Rumi menatap Rin dengan senyum tulusnya. Ia bersyukur sahabatnya ini peduli dengan dirinya. "Makasi banyak ya Rin, kamu udah luangin waktu kamu buat dengerin curhatan aku ditelfon aja udah bersyukur banget aku. Waktu itu kan kamu juga lagi sibuk-sibuknya dan gak bisa juga keluar rumah."
"Sekarang aku udah ikhlas Rin, memang kalo kita udah pasrahin semuanya ke Allah rasanya gak seberat itu," lanjut Rumi dengan senyumnya yang mengembang.
"Aku seneng lihat kamu tersenyum selebar ini lagi, sayang banget sama ounty nya Fatim yang satu ini." Rin langsung memeluk Rumi
"Loh? Pada kenapa nih?" Rumi dan Rin yang mendengar pertanyaan itu mengurai pelukan mereka, pandangan mereka berdua tertuju pada pintu masuk yang memperlihatkan seorang pemuda dengan helm yang masih terpasang dikepalanya dan sebuah paper bag ditangan kanannya.
"Faruq? Ngapain?" Tanya Rumi mengernyit.
"Ini nganterin titipan Bunda Mi," jawab Faruq mengangkat paper bag yang ia bawa.
"Loh? Kok Bunda nitip dikamu, kenapa gak digojek in aja kesini?" Tanya Rumi melangkah menuju Faruq dan mengambil paper bag itu.
"Tadi gak sengaja liat Bunda didepan Rumah, kebetulan aku juga lewat sini sekalian aja aku bawain kesini," jawab Faruq tersenyum.
"Eh? Ada baby Fatim, udah bisa jalan-jalan ya?" Tanya Faruq mengalihkan pandanganya kala melihat anak Rin.
"Iya uncle, udah bisa jalan-jalan nemuin ounty lumi," jawab Rin menirukan suara anak kecil, Faruq pun terkekeh mendengarnya. Ia terlihat gemas dengan bayi itu.
"Mau gendong dia Far?" Tanya Rin membawa Fatim kepada Faruq yang masih berdiri didepan pintu masuk.
"Astaghfirullah sampe lupa aku, masuk Far." Rumi menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Hehe, sini yuk! Main bentar sama uncle ya?" Faruq terkekeh lalu mengambil alih Fatim kegendonganya. Bayi itu terlihat senang diajak ngobrol oleh Faruq.
"Ih lucu banget ya Rum, udah cocok jadi ayah tuh," ujar Rin berbisik pada Rumi.
"Iya, tapi dianya belum nikah nikah sampe sekarang, aku gak pernah denger dia ceritain perempuan," ucap Rumi terkekeh.
"Kayaknya dia lagi nungguin kamu deh Rum, kalo dia ngelamar kamu terima aja Rum." Rumi hampir tersedak ludahnya sendiri kala mendengar ucapan Rin yang menurutnya tak masuk akal.
"Apaan sih Rin? Ya Kali dia nungguin aku," ujar Rumi berusaha menormalkan ekspresinya.
"Kita mana tau Rum, siapa tau jodoh kan?"
"Ud-"
"Ini Fatimnya, gue mau berangkat kerja dulu Rin, sampe lupa nih." Ucapan Rumi terpotong oleh Faruq yang terkekeh pelan, merutuki dirinya yang kelupaan waktu.
Rin dan Rumi tertawa melihat tingkah Faruq. "Yaudah, sana berangkat ntar tambah telat," ujar Rumi tersenyum kecil.
"Faruq!" Seru Rin kala pemuda itu sudah mencapai ambang pintu.
"Kenapa?" Tanya Faruq menghentikan langkahnya.
"Cepet halalin Rumi ya! Jangan sampai diambil orang lagi!" Rumi terperanjat mendengar seruan Rin yang tak ia sangka.
Faruq tersenyum kecil. "InsyaAllah secepatnya, do'a in aja ya biar dipermudah."
"Aamiin Far, aku selalu do'ain kalian kok!"
"Udah sana Far, jangan dengerin Rin. Katanya tadi udah telat," ujar Rumi membawa langkahnya kearah Faruq lalu mendorong pelan punggung pemuda itu agar segera meninggalkan butiknya.
"Iya-iya, aku berangkat sekarang. Assalamualaikum," salam Faruq yang langsung dijawab oleh Rumi.
"Kamu apa-apaan sih Rin? Jangan gitulah, dia udah ada calon itu," ujar Rumi malu dengan perkataan Rin tadi pada Faruq.
"Calonnya kamu Rumi, makanya dia belum nikah-nikah. Soalnya dia lagi nungguin kamu siap," jelas Rin tersenyum lebar.
"Gak mungkin ah, yakali dia mau sama aku yang janda ini?"
Rin tersenyum gemas mendengar pertanyaan sahabatnya itu, ingin sekali ia mencubit pipi Rumi yang sudah mulai berisi seperti dulu. "Kamu. Berhak bahagia Rumi, kamu berhak dicintai oleh seorang pria, bahkan Faruq sekalipun. Jika Allah takdirkan dia untukmu, kamu gak akan bisa menolaknya Rum."
Rumi menatap Rin sendu, bukannya ia tak setuju dengan perkataan Rin, hanya saja masih ada rasa takut didalam dirinya untuk mencoba mempercayai lelaki lagi. Meskipun, lelaki itu sudah mengenalnya dari kecil.
"Intinya, kamu jangan menaruh harapan kepada manusia Rum. Manusia kan tempatnya kecewa, minta petunjuk ke Allah mana yang terbaik menurut-Nya." Rin menggenggam tangan Rumi erat, dia ingin sahabatnya ini bahagia dalam kehidupannya. Dia ingin sahabatnya ini melupakan rasa sakit yang ia rasakan dahulu.
"Allah bersamamu Rum," lanjut Rin yang langsung disambut senyuman hangat oleh Rumi.
☁️☁️☁️
Huwaaa maafkeun udah nunggu lama.
Dan tak lupa ucapan terimakasih buat teman-teman yang masih setia nungguin cerita ini update.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lentera Takdir Arumi [Slow Update]
Espiritual"Jadi, apa keputusanmu?" "Ceraikan aku Mas," ujar Rumi tersenyum, sesak rasanya saat tiga kata itu harus terucap dari bibirnya untuk suaminya. °°° "Aku percaya Allah telah menyiapkan skenario terbaik-Nya untuk ku, karena rencana-Nya jauh lebih bai...