💸💸💸
"Pagi, Naresh!" Sapa Rendra saat melihat pemuda itu sudah menunggu bersama Yoga dan Jevano di depan rumah.
"Pagi," jawabnya sambil tersenyum tipis. Setelah itu ia tidak mengatakan apa-apa lagi bahkan tidak mengajak ngobrol Rendra.
Kerutan terlihat jelas di dahi Rendra saat ia menyatukan kedua alisnya. Ia hanya aneh dengan tingkah Naresh pagi hari ini. Biasanya pemuda itu selalu mengajaknya mengobrol dengan candaan khasnya.
"Naresh kemarin sore kok gak ke rumah lagi? Katanya mau main," ucap Rendra.
"Hanan mana, ya? Masih lama gak?" Alih-alih menjawab pertanyaan Rendra, Naresh malah bertanya hal lain.
"Oh, bentar lagi kayaknya keluar. Dia tadi lagi bantuin Tante Tian dulu," jawab Rendra lalu menghela napas pelan. Sekarang dia bener-bener bingung. Dia ada salah apa sama temannya itu. Rendra gak bisa tenang kalau ada temennya yang bersikap cuek bahkan terkesan gak peduli padanya karena hal itu dapat membuatnya canggung.
"Udah sarapan, Ga?" Sekarang Jevano yang bertanya pada Yoga. Saat Rendra sedang sibuk menyapa Naresh, ia juga berusaha menghindari keheningan dengan mengajak ngobrol Yoga.
"Udah."
"Oh, bagus, deh," jawab Jevano. Setelah itu, tidak ada lagi obrolan yang menemani mereka. Selain karena Jevano yang tidak pandai mencari topik obrolan, faktor lainnya adalah karena Yoga yang terlihat jutek saat menjawab.
Mereka berempat pagi itu akhirnya hanya saling diam satu sama lain sebelum akhirnya suara menggelegar Hanan menyapa gendang telinga.
"PAGI KAWAN-KAWANKU! MAAF LAMA, YA! KOK SEPI, SIH?! KALIAN SEMUA LAGI SARIAWAN, YA?!"
"Engga kok, ayo buruan berangkat," ajak Rendra.
"Hehehe, kalian duluan aja, aing mau bareng berangkatnya sama Kak Arka," jawab Hanan membuat empat temannya ingin menjitak kepala dia sekarang juga.
"Anjir! Elu ngeselin banget sumpah!" Protes Rendra. "Kalau tahu gini 'kan—"
"Ayo berangkat sekarang, Ga," ucap Naresh sambil menarik pelan tangan Yoga dan membawanya pergi duluan.
"—gua kagak usah nungguin elu," lanjut Rendra dan menatap bingung Naresh. "Dia kenapa, sih?" Akhirnya kalimat ini keluar juga dari mulutnya.
"Lah, aing juga gak tahu. Gak biasanya Naresh judes kayak gitu. Soalnya 'kan yang judes mah maneh sama Jevano," jawab Hanan seadanya.
Jevano hanya mendelikkan mata sebal. "Yaudahlah biarin aja, ayo berangkat juga, Ren," ajaknya dan memegang tangan Rendra.
"Eits, yang baru sembuh udah main pegangan tangan aja nih sekarang," sahut Hanan sambil menaikturunkan alisnya.
"Ribet amat, sih. Terserah gua lah, lagian Rendra harus dipegangin biar gak jatuh."
"Lu pikir gua anak yang baru belajar jalan?!" Protes Rendra sambil menarik tangannya yang dipegang oleh Jevano.
"Lihat aja, bentar lagi elu juga pasti kesandung."
"Kagak, ya! Gua gak mungkin—AAAAA!"
"Tuh 'kan, makanya gak usah ngejago, deh," ucap Jevano yang sekarang sudah menahan tubuh Rendra agar tidak terjatuh. Rendra berdiri dan memukul punggung Jevano lumayan kencang.
"Makanya elu jangan ngedoain yang aneh-aneh!"
"Punten anak-anak, kenapa kalian belum berangkat sekolah?" Sapa Mang Dery yang melewati mereka bertiga dengan sepeda.
"Ini juga mau kok, ayo Jev," ajak Rendra sambil memegang tangan Jevano. Dia lebih milih pegangan tangan sama Jevano daripada harus ngobrol sama Hendery. "Permisi Om, kita berangkat dulu."
"Hati-hati ya Jevano, Rendra. Semoga cepet jadian!" Ucap Hendery senang sambil melambaikan tangannya.
"Mang Dery jadi tim suksesnya Jevano sama Rendra?" Tanya Hanan.
"Iya. Mereka cocok pisan euy soalnya. Mirip kayak saya sama Juna dulu waktu masih muda."
Hanan tertawa kencang. "Bisa aja nih Mang Dery. Kalau gitu, kita satu tim berarti. Ayo dukung project Jevano dan Rendra pacaran!" Ajak Hanan sambil menyodorkan tangannya.
Hendery tersenyum lebar dan menjabat tangan Hanan. "Ayo!"
💸💸💸
Di kelas, Rendra terlihat tidak fokus sama sekali. Padahal di depan sana, guru sedang menjelaskan materi gelombang bunyi tapi dirinya dari tadi hanya memutar-mutar pulpen. Tatapannya memang lurus ke depan tapi itu gak menjamin dia memperhatikan penjelasan yang diberikan.
Jevano yang melihat Rendra seperti itu pun menyenggol kakinya. Dia menaikkan sebelah alisnya dan membuat Rendra menghela napasnya.
"Gua kepikiran sama Naresh, kira-kira dia kenapa, ya?" Tanyanya dengan suara sekecil mungkin. Bisa bahaya kalau ketahuan ngobrol soalnya guru fisika kali ini killer banget.
"Lah, gua juga bingung sama Yoga. Mereka kenapa, ya?"
"Anjir, bodoh ah. Elu malah balik nanya ke gua, ya mana gua tahu," jawab Rendra kesal.
"Apa nanti kita tanya Hanan aja? Soalnya seinget gua, Hanan sempet nyamperin Naresh kemarin. Heboh banget gila, Kak Arka aja sampe kena tonjok."
"HAH?! KOK BISA?!" Pekik Rendra refleks dan membuat Jevano melotot padanya. Mereka berdua melihat ke depan dan langsung bertatapan dengan mata guru fisika yang sudah melihat ke arah mereka juga.
"Rendra Arkatama, Jevano Darmawangsa, siapa yang mempersilahkan kalian mengobrol di jam pelajaran saya?"
"Maaf, Bu."
"Coba Rendra jawab ini. Jika pada jarak 3 meter dari sumber ledakan terdengar bunyi dengan taraf intensitas 50 desibel maka pada jarak 30 meter dari sumber ledakan, bunyi akan terdengar dengan taraf intensitas berapa desibel?"
"Tiga puluh desibel," jawab Rendra percaya diri. Untung saja dia memiliki otak yang encer jadi pertanyaan seperti itu sangat mudah baginya.
"Jevano, coba jawab. Sepuluh sumber bunyi identik yang dibunyikan menghasilkan taraf intensitas 50 desibel maka 100 sumber bunyi identik tersebut yang dibunyikan bersamaan akan menghasilkan taraf intensitas sebesar?"
"Tujuh puluh desibel." Sama dengan Rendra, dia juga menjawabnya dengan percaya diri. Dia merasa amat bersyukur mewarisi kecerdasan dari sang Mamah.
"Jawaban kalian benar tapi saya tetap tidak mentolerir. Silahkan kalian keluar dan pergi ke perpustakaan. Jangan keluyuran kemana-mana sampai bel istirahat berbunyi."
"Iya, Bu," jawab mereka kompak dengan suara yang dibuat sesedih mungkin. Seolah-olah mereka menyesal karena disuruh keluar dari kelas. Padahal mah boro-boro sedih, yang ada mereka berdua malah seneng banget.
Rendra dan Jevano yang disuruh seperti itu bersorak girang dalam hatinya. Bukankah ini hal yang bagus, mereka jadi dapat tidur sepuasnya disana. Lagipula disana juga adem karena ada kipas angin.
Di koridor sekolah, Jevano dan Rendra berpapasan dengan Naresh. Mungkin anak itu baru saja dari toilet.
"Na! Mau ikut ke perpus gak?"
"Gak, Ren. Gua ada ulangan kimia, permisi."
"Lah? Ulangan kimia bukannya udah?" Gumam Jevano bingung.
"Tuh 'kan, dia emang ngehindarin kita tahu. Pulang sekolah pokoknya kita harus buat semuanya clear. Gua gak mau kita jadi canggung kayak gini."
Jevano menganggukkan kepalanya setuju. "Dan gua rasa, ini semua ada sangkut pautnya sama kelakuan si Hanan kemarin."
💸💸💸
Nah loh, bingung ga tuh kalian ada soal fisikanya segala @_@ ada yang bisa ngerjainnya ga? awokwokwok 😜😜😜
-Auva✨
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)
FanfictionKarena hidupnya yang sudah bergelimang harta sedari kecil, Rendra dan Jevano tumbuh menjadi pemuda yang gemar menghabiskan uang. Hal itu tentu membuat para orang tuanya frustasi karena merasa tidak berhasil mendidik anak. Demi kebaikan mereka di mas...