💸💸💸
Masih di hari yang sama, dua anak adam yang 'sangat akur' ini sekarang sedang berada di jalan pulang dari warung. Mereka sengaja disuruh membeli garam oleh Tian yang memiliki niat untuk membuat Rendra dan Jevano menjadi lebih akrab.
Kan gak enak aja diliatnya kalau mereka berdua ribut terus kayak tuan crab sama plankton.
"Ngapain sih ngikutin gua mulu?!" Protes Rendra kesal karena Jevano terus berjalan di belakangnya dari tadi.
"Siapa yang ngikutin, anjir!? Ini tuh jalan setapak, jadi wajar aja kalau gua ada di belakang lu terus!" Jawab Jevano yang sama kesalnya dengan Rendra.
Lagian nih orang pede banget, ngapain juga Jevano ngikutin dia, kayak gak ada kerjaan lain aja.
Jevano yang awalnya melihat Rendra mendumel lalu tiba-tiba berhenti berjalan mau tidak mau jadi ikut berhenti juga.
"Kenapa lu?"
Rendra menggigit bawahnya dan menunduk saat mendengar Jevano bertanya. Gimana bilangnya kalau dia lupa jalan ke rumah Hanan?
Dengan ragu, ia membalikkan tubuhnya dan menatap Jevano.
"Elu inget jalan baliknya kagak?" Tanyanya pelan.
Jevano mengerjap-ngerjapkan matanya bingung. Jalan balik? Jelas gak tahulah! Orang daritadi dia hanya sibuk ngedumel dalam hati tanpa merhatiin jalan yang dilewatin.
"Engga?" Jawab Jevano ragu.
"Lah terus gimana kita pulang?!" Rendra malah tiba-tiba ngegas.
Mendengar suara Rendra yang meninggi, adrenalin Jevano juga jadi ikut tertantang buat ngegas. "Kok elu jadi nyalahin gua?! Lu sendiri kenapa kagak inget-inget jalannya?!"
Melihat Jevano ngegas seperti itu membuat nyali Rendra seketika menciut. Ia hanya bisa menyatukan kedua telunjuknya dan bergumam kecil. "Jadi sekarang nasib kita gimana?"
💸💸💸
"Hanan, pulang."
Sahut seorang pemuda berkulit tan yang baru saja masuk ke rumah dan seketika menjadi pusat perhatian oleh orang-orang yang berada di ruang tamu.
"Eh, Om Yudha? Tante Wirya? Apa kabar?" Sapanya dengan senyuman lebar.
"Halo, Hanan. Tante sama Om baik kok. Udah besar ya kamu sekarang," ucap Wirya.
"Harus besar lah, Tante. Masa udah sering dikasih makan badan Hanan tetep kecil," jawabnya sambil mencium tangan Wirya dan Yudha. "Rendra mana, Tan?"
"Nah itu, udah hampir setengah jam dia pergi ke warung sama Jevano tapi belum pulang juga. Kamu gak ketemu sama mereka di jalan?" Sahut Tian yang baru saja datang sambil membawa beberapa cemilan.
"Engga. Emangnya Mamah nyuruh mereka lewat jalan mana?"
"Lewat kebunnya Hendery biar cepet."
Hanan membelalakkan matanya. "Mah!? Gak salah?! Jam segini 'kan waktunya bebek Pak Ahmad dilepasin di sekitar sana!"
Jadi, bebek-bebek Pak Ahmad itu emang udah terkenal galak. Mereka alias si kawanan bebek sering banget ngejar orang yang dijumpai. Bahkan gak sedikit juga yang udah kena sosor.
"Astaga! Mamah lupa, Nan! Yaudah cepet sana susulin mereka. Ajak Naresh sekalian."
Hanan mengangguk lalu segera pergi menuju kediaman Hirawan yang istilahnya kalau ngesot juga langsung sampai.
"Naresh! Naresh!" Hanan berteriak memanggil kawannya.
"Kenapa, Nan?"
"Naha bet maneh nu kaluar? Aing 'kan manggilna si Naresh," ucap Hanan tengil pada Arka.
(Kenapa malah elu yang keluar? Gua 'kan manggilnya Naresh.)"Si Naresh lagi ganti baju. Kunaon?"
(Kenapa?)"Tolong bilangin ke dia buruan gitu ganti bajunya. Temenin aing nyusul si Rendra jeung si Jevan."
"Aya naon, Nan?" Tanya Naresh dari belakang tubuh Arka.
(Ada apa, Nan?)Hanan menjentikkan jarinya. "Nah, pas pisan. Buruan, Na! Urang susul Rendra sama Jevan sebelum mereka dikejar-kejar ku bebek."
(Nah, kebetulan banget. Ayo cepet, Na! Kita susul Rendra sama Jevan sebelum mereka dikejar-kejar sama bebek.)"Eh? Emangnya kapan mereka sampe?" Tanya Naresh keluar dari topik pembicaraan.
"Narosna engké deui weh, sekarang mah urang susul heula mereka berdua," ajak Hanan lalu menarik tangan Naresh untuk segera pergi dari sana.
(Nanyanya nanti lagi aja, sekarang kita susul dulu mereka berdua.)💸💸💸
"Emangnya tadi kita ngelewatin semak-semak gini, ya? Perasaan engga, deh."
"Udah gak usah pake perasaan segala. Kita ikutin aja alur jalan setapak ini bakal sampai mana," jawab Jevano yang sekarang memimpin jalan di depan.
"Kalau nanti malah makin kesasar gimana?"
Jevano mengendikkan bahunya. "Yaudah, takdir."
"Rese ya, lu!"
"Elu lebih rese ditambah bacot pula. Bisa berhenti komen gak, sih? Panas nih kuping gua lama-lama."
"Yaudah sini gua tiupin biar gak panas!" Rendra jinjit supaya dapat menjangkau kuping Jevano.
Dia menarik leher Jevano agar lebih menunduk dan dengan sengaja ia meniup-niup kuping pemuda kelahiran April tersebut.
"Elu apa-apaan, sih?! Hush! Jauh-jauh sana!" Usir Jevano mengibas-ngibaskan tangannya.
"Katanya kuping lu panas, yaudah gua tiupin."
"Yang ada kuping gua makin panas kalau ditiup sama setan kayak elu!"
Setelah Jevano berkata seperti itu, Rendra tiba-tiba saja menjadi pendiam. Merasa ada yang aneh, Jevano pun melambai-lambaikan tangannya tepat di depan wajah Rendra.
"Ren? Elu gak kesambet, 'kan?" Tanyanya khawatir. Siapa tahu Rendra beneran kesambet setan karena omongan dia yang sompral barusan.
Untungnya Rendra menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. "Engga. Gua cuma penasaran, yang lagi lari ke arah kita itu apa?" Tanyanya sambil menunjuk sesuatu di belakang Jevano.
Pemuda tampan ini udah was-was aja bawaannya. Kira-kira apa yang dimaksud sama Rendra?
Apa itu hantu? Setan? Iblis? Atau zombie?
Perlahan, Jevano menggerakkan kepalanya. Karena penglihatannya yang kurang bagus, ia pun menyipitkan mata supaya dapat melihat dengan jelas. Dan betapa terkejutnya ia saat melihat ternyata ada sekawanan bebek sedang berlari menuju mereka.
"ANJIR?! ITU BEBEK, REN! BURUAN CABUT!" Pekik Jevano lalu menarik tangan Rendra supaya ikut berlari.
Mereka berdua akhirnya berlarian ke jalan yang sebelumnya telah dilewati.
"Di depan ada tanah yang licin itu, anjir! Gimana kalau kita kepeleset?!" Tanya Rendra yang masih berpegangan tangan dengan Jevano.
"Hati-hati ajalah. Jangan sampai kepeleset."
Rendra mengangguk lalu melihat lagi ke belakang karena penasaran. Matanya terbuka lebar saat melihat ada dua bebek yang jaraknya sudah dekat dengan mereka.
"JEVAN! ADA BEBEK YANG UDAH DEKET!"
"DEMI APA?!" Jevan ikut melihat ke belakang. "ANJIR, BEBEKNYA ATLET LARI ATAU GIMANA, SIH?!"
Karena takut, mereka pun mempercepat tempo larinya. Padahal, tanah yang licin udah ada di depan mata. Cuma kayaknya Jevano sama Rendra lupa dan dengan bodohnya ngelewatin jalan itu sekuat tenaga.
Alhasil, mereka berdua kepeleset dengan posisi muka duluan yang mendarat. Dan sialnya gak cuma berhenti sampai disitu, dua bebek yang emang ada di belakang mereka juga langsung nyosor gitu aja ke pantat Jevano dan Rendra.
"ARGH! MAMAH/BUNDA!" Jerit keduanya.
💸💸💸
Naresh sama Hanan udah mulai keluar, nih... (◔‿◔) Thank you vote dan komennya di book gak jelas ini, guys!!! 💚😚
-Auva✨
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)
Fiksi PenggemarKarena hidupnya yang sudah bergelimang harta sedari kecil, Rendra dan Jevano tumbuh menjadi pemuda yang gemar menghabiskan uang. Hal itu tentu membuat para orang tuanya frustasi karena merasa tidak berhasil mendidik anak. Demi kebaikan mereka di mas...