Sesi Curhat

3.8K 784 227
                                    

👻

💸💸💸

"Huh... Padahal gua gak mau marah-marah kayak tadi ke Papah sama Bunda tapi kenapa malah emosi sendiri, ya," gumam Rendra sambil melempari kerikil ke dalam selokan.

Dia gak kabur jauh-jauh kok. Dari tadi juga dia hanya duduk di depan warung yang biasanya suka jadi tempat nongkrong temen-temennya Hadi. Sibuk melamun, Rendra langsung dikejutkan saat pipinya tersentuh benda yang dingin.

"Hehe."

Cengiran Jevano langsung menyambut Rendra saat anak manis itu menolehkan kepala. "Ini teh gelas biar kamu bisa lebih adem sedikit."

Rendra terkekeh geli. "Orang mah biasanya juga minuman kaleng, kamu kok bawanya malah teh gelas." Biarpun mengejek seperti itu, Rendra tetap mengambil minumannya dari tangan Jevano. Dia menggeser duduknya kemudian menepuk tempat yang kosong agar Jevano duduk di sampingnya.

"Ya, sorry. Tadi di saku celana cuma ada dua ribu jadi cukupnya cuma buat beli teh gelas doang," jawab Jevano. "Kamu gapapa?"

Rendra mengerutkan dahi. "Gapapa? Emangnya aku kenapa? Gak kebalik?"

"Kebalik gimana?" Tanya Jevano bingung.

"Kamu gapapa, Van?"

"Hah?"

Rendra menghela napasnya. "Om Jay dan Tante Dirga pasti ngelakuin hal yang sama kayak orang tua aku, 'kan?"

Jevano menganggukkan kepala. "Oh... Iya emang. Berasa diprank gak sih kita? Aneh-aneh aja emang itu kelakuan orang tua. Gimana coba kalau waktu itu kebetulan malaikat lewat dan ngabulin rencana mereka jadi beneran miskin."

Rendra menyedot teh gelasnya sampai habis kemudian meremasnya sampai tak berbentuk. "Iya. Rese banget gak, sih? Mereka aktingnya mulus sampai aku gak sadar lagi ditipu. Haduh, aku sih gak nyesel mereka bikin rencana kayak gini tapi jangan mendadak gitu loh. Masa waktu itu aku baru beli mobil pagi-paginya eh pas malem perusahaan Papah langsung kena masalah. Duitnya dibawa kaburlah, kena tipulah. Kesel~" keluh Rendra kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Jevano.

"Aku juga sama. Waktu itu aku baru beres nyoba new pc gaming. Terus aku keluar kamar buat pipis dan ngelewatin kamar Mamah. Karena kebetulan pintunya kebuka, aku ngelihat Mamah lagi packing makanya aku masuk ke kamarnya dan nanya mau kemana. Eh malah langsung dikasih tahu kalau kita bakal pindah ke kampung. Shock banget gila makanya aku waktu itu langsung ngeblank," ujar Jevano sembari mengelus-elus rambut Rendra.

"Tapi kamu kesel gak tinggal disini?" Tanya Rendra.

"Awalnya sih iya. Aku kesel banget. Apa-apa susah kayak cari sinyal, makan, sekolahnya, temen-temennya dan kebiasannya juga 'kan. Ditambah waktu tahu kamu ternyata ada disini, aku jadi makin kesel," jawab Jevano jujur dan langsung mendapat tatapan sebal dari Rendra.

Chup

Jevano mencium sekilas pipi Rendra dan mengelusnya perlahan. "Jangan ngambek dong, itu 'kan waktu aku belum jadi bucinnya kamu. Lanjut cerita lagi ya, setelah aku sering ikut bantuin Om Tama, ngobrol bareng sama Naresh dan Kak Arka disitu aku sering banget dapet tamparan kehidupan. Aku sadar kalau ternyata selama ini aku tuh gak bersyukur dan selalu menganggap sepele suatu hal apalagi soal uang. Akhirnya aku mulai usaha buat berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih baik dan memperbaiki kesalahan yang pernah aku perbuat. Kalau kamu? Kesel gak tinggal di kampung?"

Rendra menganggukkan kepalanya. Dia memainkan jari-jari Jevano sambil menjawab. "Banget! Aku kesel banget! Aku gak suka! Pokoknya di pikiranku itu hal-hal negatif semua. Cuma, itu dulu. Waktu aku belum tahu kalau disini ada banyak hal menyenangkan. Hal-hal yang gak bisa aku lakuin di kota ternyata bisa dilakuin disini. Kayak bajak sawah, nanam padi, nyari rumput buat pakan sapi, pokoknya itu jadi pengalaman baru buat aku. Hampir sama kayak kamu, setelah aku lihat kebiasaan Hanan yang emang kadang akhlakless tapi anak itu sayang banget kedua orang tuanya. Dia selalu bangun pagi buat bantuin Om Jo dulu di peternakan sebelum berangkat sekolah. Dia suka bantuin Tante Tian beres-beres rumah. Pokoknya aku banyak belajar dari Hanan. Cuma kamu jangan bilang-bilang aku puji dia kayak gini ya, nanti anaknya jadi besar kepala."

Jevano tertawa kemudian mengangguk. "Terus gimana lagi?"

"Yaudah, aku juga mulai belajar ngurus rumah dikit-dikit. Mulai dari nyapu, ngepel sampai nyetrika aku lakuin sendiri. Sekarang aku udah jago ngurus rumah. Benerin antena di genteng pun aku bisa sekarang."

"Kalau gitu, balik ke Jakarta jadi nikah dong kita?" Tanya Jevano iseng.

"Gak! Kamu nolep!"

"Halah, bocil banyak gaya banget. Nolep gini juga aku banyak yang suka. Nanti kamu nangis lagi kalau gak nikah sama aku."

"Idih, males banget. Aku bisa cari yang lain."

Jevano langsung mendekap erat Rendra. Dia memanyunkan bibirnya kemudian memberi tatapan sedih pada Rendra. "Jangan! Nanti aku yang nangis!"

"Apa, sih? Lepas ah, gak enak diliat sama ibu warungnya," ujar Rendra sambil mendorong tubuh Jevano dan menolehkan sedikit kepalanya ke belakang.

Jevano melepaskan pelukannya. "Apaan? Ibu warungnya 'kan lagi pulang dulu. Dia mau mandiin anaknya makanya nitip warung ini ke aku biar dijagain bentar."

"Jangan bercanda."

"Bercanda apa, sih? Kan gak ada yang lucu."

"Tapi udah jelas dari tadi ibunya berdiri di belakang kita. Ngeliatin kita terus," bisik Rendra sambil masih melihat ke belakang tubuh Jevano. Dia tersenyum kecil pada ibu-ibu itu agar tidak curiga.

"Lah?" Gumam Jevano kemudian membalikkan tubuhnya. Lama-lama dia juga penasaran kenapa Rendra ngelihat ke belakang terus. Setelah melihat, Jevano langsung menghadapkan tubuhnya kembali ke arah Rendra.

"Mau tahu sesuatu gak?"

"Apa?" Tanya Rendra setengah takut sambil memepetkan tubuhnya pada Jevano.

"Itu mah bukan ibu yang punya warungnya dan..."

"Dan?"

"Kakinya juga gak nyentuh tanah, Ren."

💸💸💸

Kok sekarang malah merajalela ya hantunya, aneh banget.

Oh iya, setelah berpikir kesana kemari akhirnya aku memutuskan bikin book baru buat RETAS! Setelah book ini beres, baru aku bakalan publish. Kemungkinan genre dominannya nanti misteri-horror karena aku lagi suka buku/film detektif. Semoga engga gagal, deh. Wkwk

-Auva

[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang