Sampai di Kampung

7K 1.1K 226
                                    

💸💸💸

Rendra selama di perjalanan hanya diam tak bergeming. Dia masih males ngobrol sama Papahnya yang kelihatan gak merana sama sekali.

Apa disini cuma dia doang yang merasa menderita karena jadi orang miskin?!

"Rendra, mukamu itu jangan ditekuk terus. Senyum nih kayak Papah," ucap Yudha sambil melihat wajah anaknya dari kaca spion.

"Gak mau. Males."

"Kamu kenapa? Masih gak terima kalau harus tinggal di kampung?"

"Itu salah satunya."

"Apanya sih yang bikin kamu gak suka? Padahal kampung ini bagus, loh. Kamu masih bisa mandi di sungai atau main sama kerbau di sawah. Kebetulan juga Om Jonathan yang punya banyak sawah di sini."

Wirya mengangguk dan menyetujui ucapan suaminya. "Bener apa kata Papah. Kamu bisa sekalian belajar jadi petani. Nambah pengalaman gitu."

"Hah?! Aku jadi petani?! Bun, passion aku itu di bidang otomotif bukan pertanian!" Jawabnya kesal.

"Gak ada salahnya kamu punya banyak passion. Nanti minta ajarin Hanan aja. Om Jonathan bilang kalau Hanan pasti bisa ngajarin kamu banyak hal."

"Huft! Whatever!" Renjun mendengus kecil dan menyedekapkan tangannya. Dia kembali melihat ke luar mobil yang pemandangannya sejak tadi cuma hamparan sawah.

Orang tuanya ini ngeselin banget. Makin badmood ajalah dia sekarang. Mana sinyalnya jelek banget lagi, dia jadi gak bisa buka twitter buat cari hiburan.

💸💸💸

"Permisi! Kak Tama?!" Ucap Jayden sambil mengetuk pintu rumah sang kakak. Udah hampir sepuluh menit dia disini tapi gak ada tanda-tanda kehidupan dari dalam sana.

"Eh, kamu teh adiknya Tama, ya?" Sahut seseorang dari rumah sebelah.

Jayden beserta suami dan anaknya langsung menoleh ke arah sumber suara.

"Iya. Kak Tamanya gak ada di rumah?"

"Iya. Jam segini mah Tama lagi sibuk mantau kambing-kambingnya. Si Arka sama Naresh juga masih sekolah jadi gak mungkin ada di rumah."

"Oh gitu. Eh iya, kenalin nama saya Jayden. Ini suami saya namanya Dirga dan itu anak saya namanya Jevano," ucap Jayden sambil memperkenalkan suami dan anaknya.

Orang yang merupakan tetangga Tama pun tersenyum lalu menghampiri ketiganya.

"Kenalin, nama saya teh Juna."

"Teh Juna?" Gumam Jevano bingung. Setahunya, bukankah panggilan 'teh' hanya untuk perempuan saja?

"Eh, maksudnya nama saya Juna," ucapnya meralat perkataan yang tadi. Dia tahu kalau Jevano pasti bingung.

Dirga menepuk pantat anaknya. "Kamu itu kalau gak ngerti jangan langsung kelihatan bingung di depan orangnya! Gak enak tahu!" Bisiknya.

"Ah, gapapa kok. Wajar kalau A Jevano gak paham."

Dirga yang mendengar itu hanya tersenyum kikuk. "Maaf, ya."

"Gapapa, ih. Santai aja. Oh iya sambil nunggu Tama pulang, gimana kalau kalian mampir ke rumah saya dulu aja?"

Sebelum menjawab, Jayden melihat Dirga yang telah menganggukkan kepalanya pelan.

"Boleh, tapi apa gak ngerepotin?" Tanyanya sungkan.

"Engga atuh, 'kan saya yang ngundang kalian. Kebetulan suami saya juga lagi ada di rumah," jawab Juna. "Yaudah ayo ke rumah saya."

Mengikuti Juna, mereka bertiga pun jalan ke arah rumah yang memiliki cat tembok berwarna putih. Sepertinya tiga rumah yang ada disini adalah rumah para juragan.

[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang