Ribut

5.8K 1K 199
                                    

Vote nya jan lupa ya, Sayang 😚

💸💸💸

"Aku merindu~ kuyakin kau tahu~ tanpa batas waktu~ uuuu~"

Tian bersenandung riang sambil menyiram tanaman-tanaman hias peliharaannya. Ini adalah kegiatan rutinnya di setiap pagi.

"Pagi, Tian!" Sapa Juna dari teras rumahnya.

"Pagi juga, Jun!" Balas Tian lalu tersenyum.

"Kok hari ini Tama sama Jonathan belum ribut, ya?" Tanya Hendery sambil mengunyah risoles.

Tian terkekeh geli. "Bukannya bagus? Jadi saya gak harus ngelerai mereka."

"Tapi saya jadi gak ada tontonan," jawab Hendery sambil membenarkan sarungnya sekaligus mengelap minyak di tangannya ke sarung.

"Ada-ada aja. Pagi tadi Jo udah pergi ke peternakan bareng Hanan sama Rendra."

"Oh, Rendra mau diajak ke sana?"

"Tadinya gak mau, tapi gak tahu deh diapain sama Hanan jadi tiba-tiba mau ikut."

Juna tertawa. "Emang Hanan itu ajaib banget, ya. Yoga aja yang tadinya susah minum obat kalau lagi sakit jadi langsung tiba-tiba mau minum obat waktu disuruh sama Hanan."

"Saya juga heran kenapa bisa kayak gitu. Oh iya, saya masuk dulu, ya? Mau siap-siap masak."

"Iya, Tian. Awas jangan sampe gosong lagi."

"Oke, Juna!"

💸💸💸

"Mamah sama Papah kemana, ya?" Tanya Jevano saat menarik kursi di meja makan.

Tama yang sedang makan meletakkan sendoknya dan melihat sang keponakan. "Oh iya, Om lupa bilang sama kamu. Jadi, Jayden sama Dirga tadi pagi udah berangkat lagi ke Jakarta. Katanya ada hal yang perlu diurus."

"Mereka pergi?! Dan gak bilang sama aku?!"

"Elu tadi masih molor, makanya Om Jayden gak tega banguninnya," sahut Naresh sambil mengunyah.

"Kunyah dulu, Na. Jangan kebiasaan," omel Arka dan memberi tatapan tajam.

Jevano hanya melihat kedua sepupunya sekilas dan bertanya pada Tama lagi. "Terus Papah bilang kapan balik kesini?"

"Kalau udah beres urusannya," jawab Tama.

"Gak ada tanggal spesifiknya, Om?"

"Engga. Udah, santai aja di sini. Anggap aja rumah sendiri," ucap Tama berusaha menenangkan Jevano.

"Papah mau langsung ke tempat ternak?" Tanya Arka.

"Iya. Nanti kalian kesana juga, ya. Papah perlu tenaga kalian."

"Asal ada bayaran, Naresh sih ayo-ayo aja."

Tama menjewer telinga anak bungsunya. "Bayaran mulu yang kamu pikirin. Tuh pikirin sana nasib anak orang yang udah kamu baperin."

"Eh?! Mana ada aku ngebaperin?! Itu sih merekanya aja yang lemah iman," protes Naresh tak terima dibilang suka baperin anak orang.

"Terserahlah. Makanya kamu itu mendingan jadi anak yang nyebelin kayak Hanan," ucap Tama.

"Papah mau punya anak yang bisa bikin tensi Papah naik?" Tanya Naresh tak percaya sambil menutup mulutnya.

Arka menggeplak lengan Naresh. "Gak usah lebay!"

Naresh memegangi dadanya dan berpura-pura mengusap air matanya. "Ya Tuhan, kenapa Naresh selalu dikasari oleh Papah dan Kakak Naresh sendiri? Kenapa, Ya Tuhan? Kenapa dunia ini selalu berlaku tidak adil pada Naresh?"

Jevano hanya diam menyimak drama kecil-kecilan keluarga Hirawan ini. Ternyata seru juga ngeliat Naresh bolak-balik dijewer atau digeplak, secara tidak langsung dendam yang Jevano punya itu tersalurkan.

"Om Tama gak jadi berangkat? Atau mau pergi bareng kita aja?" Tanya Jevano menghentikan drama mereka.

"Lah, iya! Kamu sih!" Ucapnya menyalahkan Naresh.

"Aku kenapa lagi astaga?! Padahal aku itu Naresh bukan Raisa yang selalu serba salah!"

Arka menutup mulut adiknya. "Gak usah mulai lagi, ya!"

"Oke, tenang Jevan. Lu harus mulai terbiasa buat liat pemandangan ini setiap hari nanti," gumam Jevano sembari memijat pelipisnya.

💸💸💸

Berbeda dengan Jevano dan keluarga Hirawan yang baru saja selesai sarapan, Rendra dan Hanan sekarang malah sedang mengambil rumput untuk pakan sapi.

"IH! INI GUA MEGANG APA, NAN?! EWH, GAK SUKA! GELAY!" Teriak Rendra lalu bergidik ngeri. Dia langsung melempar rumput yang dipegangnya karena tidak sengaja memegang sesuatu yang kenyal.

"Lu abis pegang ulat hijau," jawab Hanan santai dan tetap fokus mengambil rumput dengan arit.

"ULAT?! IUH! DISGUSTING!"

Hanan menghela napasnya lalu melempar beberapa rumput pada Rendra. "Bacot bener dah lu. Cepetan kerjain! Udah hampir satu jam setengah kita disini tapi belum ngehasilin apa-apa."

Rendra menggelengkan kepalanya dan meletakkan aritnya begitu saja.

"Gak mau! Gua mau nunggu elu aja!"

Hanan tersenyum tipis. "Ya udah, lu duduk aja di sana," tunjuknya pada sebuah pohon kersen yang rindang.

"Beneran boleh?" Tanya Rendra tak percaya karena Hanan mengizinkannya begitu saja.

"Iya, beneran. Elu capek, 'kan?"

"Asik! Thanks, Hanan!" Rendra segera berlari-lari kecil ke arah pohon. Mungkin hanya sekitar dua puluh menit setelah itu, Hanan sudah selesai mengumpulkan rumput.

"Ayo balik lagi ke tempat ternak, Ren."

"Ayo!" Rendra berdiri dan membersihkan celana bagian belakangnya.

"Eh, sebentar. Kayaknya baju belakang lu juga ikutan kotor," ucap Hanan memegang tangan Rendra.

"Iya, kah?"

"Iya, sini gua bersihin." Hanan berjalan mendekati Rendra yang tak tahu jika dirinya akan dikerjai.

Hanan mati-matian menahan tawanya dan membuka genggaman tangan kirinya yang ternyata sudah berisi dua ulat hijau.

"Udah belum, Nan?"

"Belum, sebentar."

Hanan menarik kaos yang dipakai Rendra dan langsung memasukkan ulat-ulat itu.

"BANGSAT?! LU MASUKIN APA KE BAJU GUA?!" Tanya Rendra panik sambil berusaha melihat apa yang ada di tubuh bagian belakangnya.

Hanan tertawa kencang dan mengangkat karung berisi rumput. Dia berlari menjauhi Rendra sambil berteriak.

"ULAT HIJAU YANG TADI, REN! HAHAHAHAHAHA!"

"HANAN SIALAN!!!" Maki Rendra.

Pantesan itu anak iya-iya aja waktu Rendra mau berhenti ngambil rumput, ternyata ada maksud jahat yang dia punya.

💸💸💸

Hari ini sama kemaren lagi banyak momen banget ya wkwk gimana jellies? Mental masih aman? Atau udh meleyot?

-Auva✨

[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang