Mulai Sadar

4.7K 941 79
                                    

💸💸💸

"Rendra cari apa?" Tanya Tian saat melihat keponakannya terlihat kebingungan di dapur.

Keluarga Pramudya baru saja selesai makan malam dan Jonathan beserta Hanan khawatir karena Rendra tidak kembali juga dari dapur setelah izin membawakan peralatan makan yang kotor. Makanya mereka berdua menyuruh Tian untuk melihat keadaan Rendra.

"Oh, ini Tante, tadinya aku mau cuci piring tapi bingung gimana caranya, hehe," jawab Rendra malu-malu sambil mengusap tengkuknya.

Tian tersenyum kecil dan berjalan menghampiri Rendra. "Kirain kenapa, ih. Kamu bikin Tante sama Om Jo khawatir aja. Sini, Tante bakal ajarin kamu cuci piring."

Rendra mengangguk semangat lalu berdiri di samping Tian. Dia mendengarkan semua penjelasan yang diberikan dengan seksama sambil ikut mencobanya.

Dirinya merasa bangga karena sudah bisa menambah bakat pekerjaan rumah tangga dari Tante Tian selain masak dan ngepel.

"Emangnya kamu gak pernah cuci piring sebelumnya?" Tian bertanya membuka obrolan.

"Gak pernah, Tan. Kerjaanku dulu 'kan cuma balap mobil sama party. Emang, aku ini anak yang bisanya hanya bikin susah orang tua."

"Hush, kamu ngomong apa, sih. Gak ada istilahnya anak nyusahin orang tua, kamu jangan mikir kayak gitu. Papah sama Bunda Rendra pasti bangga punya anak secerdas kamu. Tante pernah denger, katanya kamu jadi juara pertama di lomba karya tulis ilmiah tingkat internasional, ya?"

"Iya Tante, bulan kemarin."

"Tuh 'kan, berarti kamu itu anak yang berhasil membanggakan orang tua. Tante bahkan masih inget gimana hebohnya Papah kamu waktu nyeritain ini ke Om Jo. Nada suara sama wajahnya tuh sumringah banget padahal hanya lewat video call. Apalagi kalau ketemu langsung, wah kayaknya dia udah jingkrak-jingkrak aja tuh di depan kita."

"Hiks..."

Rendra malah tiba-tiba terisak kecil. Fakta yang baru saja Tian beritahu membuat perasaannya sedih. Sang Papah ternyata sebahagia itu saat mengetahui dirinya menjadi juara. Tetapi sepertinya ia telah sedikit melukai kebahagiaan Papahnya di malam itu.

-Flashback On-

Malam hari setelah Rendra menerima kabar menjadi juara satu lomba karya tulis ilmiah tingkat internasional, ia buru-buru menghubungi teman-temannya untuk mengadakan pesta.

Target menjadi juara memang sudah masuk dalam daftar resolusinya di awal tahun, maka saat tahu hal ini tercapai tentu saja Rendra senang bukan main.

Dia telah siap dengan baju semi-formal dan bergegas mengambil kunci mobil yang baru dibelinya tiga hari yang lalu.

"Mau kemana?" Tanya seseorang dengan suara berat khas bapak-bapak.

Rendra menghentikan langkahnya dan merotasikan bola matanya malas. Dia berbalik dan melihat Papahnya sudah berdiri di belakangnya sambil bersedekap tangan.

"Mau ketemu temen."

"Malem-malem gini?"

"Iyalah, siapa bilang ini pagi?"

"Ada acara apa?"

"Ngadain pesta karena aku jadi juara."

"Kamu gak mau ngerayainnya sama keluarga aja?"

"Gak seru. Palingan cuma gitu-gitu doang, udah ya, Pah. Aku pergi," jawab Rendra dan langsung main nyelonong gitu aja tanpa tahu jika Yudha hanya menatap sendu kepergiannya itu.

Wirya mendatangi Yudha dan mengusap punggungnya pelan. "Gak usah sedih, nanti kita rayain besok aja, ya? Sekalian makan siang. Kita masih punya banyak waktu kok," ucapnya berusaha menenangkan.

"Padahal seengganya aku pengen meluk dia dulu. Ternyata sejauh ini hubunganku dengan Rendra."

-Flashback Off-

"Hiks... Aku ngerasa jahat banget sama Papah. Aku baru sadar gimana semua perlakuan gak sopan yang aku kasih ke Papah, hiks..." Ucapnya sambil terisak-isak.

Melihat itu, Tian segera mencuci tangannya dan juga tangan Rendra yang penuh busa lalu mengeringkannya. Setelah itu, ia segera memeluk Rendra sambil mengelus-elus rambutnya.

"Yang namanya manusia itu wajar melakukan kesalahan. Introspeksi diri juga perlu, tapi kamu jangan sampai terlalu nyalahin diri sendiri ya, Rendra."

Rendra hanya diam tak membalas perkataan Tian. Saat ini ia hanya perlu mengeluarkan sedikit air matanya supaya perasaannya lebih lega. Sedikit banyaknya, ia juga bersyukur dengan adanya kejadian ini.

Jika keluarganya tidak jatuh miskin dan tidak numpang di rumah Keluarga Pramudya, Rendra bahkan tak dapat memastikan bagaimana keadaannya. Mungkin ia masih akan berteman dengan teman-teman brengseknya itu yang ternyata hanya memanfaatkan kekayaannya saja.

"Anak manis gak boleh nangis lagi, ya? Nanti besok pagi matanya bengkak loh kalau kebanyakan nangis."

"Iya, Tan," jawab Rendra dengan suara sedikit parau. Dia melepas pelukan Tian dan mengusap air matanya.

"Mamah! Kok lama banget— Eh?! Kenapa Rendra mewek?!" Tanya Hanan saat melihat mata sepupunya yang masih terlihat sembab.

"Gak usah kepo sama urusan orang," jawab Tian dan kembali melanjutkan cuci piringnya. Rendra menjulurkan lidahnya pada Hanan karena dibela oleh Tian.

"Ih, Mamah! Kok gitu?" Protes Hanan lalu mencebikkan bibirnya. Dia menghampiri Rendra sambil menangkup wajahnya. "Elu kenapa, sih?"

"Gapapa, mata gua cuma perih aja kena sabun."

"Gitu doang?" Tanya Hanan tak percaya.

"Iyalah. Emangnya gua harus bilang apa lagi?"

"Cup cup cup... Gua tahu elu bohong, tapi gapapa kalau elu gak mau cerita. Sini, biar gua kasih peluk aja," jawab Hanan dan segera menarik tubuh mungil Rendra ke dalam pelukannya.

"Apapun itu, don't blame yourself too much. Semua yang terjadi di kehidupan kita udah ada yang ngatur, kita cuma bisa jalanin itu semua semaksimal mungkin dan ngambil hikmah dari setiap pengalaman yang terjadi."

"Anjir, ah! Elu malah bikin gua mellow lagi!" Protes Rendra dan kembali menangis. Dia menangis namun tetap mengomeli Hanan, membuat Tian dan Hanan tertawa kecil karena tingkahnya yang menggemaskan.

Intinya malam itu, Rendra sadar jika perlakuan pada kedua orang tuanya selama ini salah. Dia sudah bertekad akan memulai semuanya lagi dari awal dan memperlakukan orang tuanya sebaik mungkin.

Dan juga besok, dia akan mencari cara supaya dapat menghubungi kedua orang tuanya terutama sang papah.

Dimulai dari malam ini, Rendra akan menjadi anak yang lebih baik dari sebelumnya dan akan terus membahagiakan Papah Yudha dan Bunda Wirya!

💸💸💸

Agak serius dulu, ya. Emang sih, dibanding Jevano kayaknya Rendra yang lumayan akhlakless ke orang tuanya.

-Auva✨

[✓] Sengaja Miskin || NoRen (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang