12

1.6K 229 7
                                    

Chapter Duabelas:

Mungkin menggunakan pengetahuannya dari buku Half Blood Prince adalah ide yang buruk. Tapi, yah, Harry benar-benar tak peduli. Selain itu, menyenangkan melihat kerutan pada alis Snape dan bibirnya menjadi tipis saat dia mengabaikan ramuan Harry. Pria itu akan membuat suara aneh, campuran antara gerutuan dan desahan dan kemudian dia akan menatap Harry dari belakang mejanya dengan tangan tertunduk di bawah dagu. Hampir seperti dia berada di tepi. Kadang-kadang dia akan mengajukan pertanyaan, yang sebenarnya hanya tahun ke empat ke atas yang akan tahu jawabannya (mungkin Hermione juga tahu, tetapi Harry tak yakin. Dia belum bicara padanya) dan Harry hanya akan berpura-pura tidak tahu. Dia mengangkat bahu dan menyaksikan  frustrasi diam-diam muncul di balik mata gelap Snape.

Kadang-kadang, Snape menyerah dan bertanya mengapa Harry menghancurkannya bukannya mengirisnya. Ini ramuan sederhana, semua ramuan tahun pertama sederhana, tentu saja. Harry hanya suka memperumit hidupnya sendiri dan kehidupan orang lain. "Aku tak yakin," Dia menjawab dengan tenang, memandang ramuan berwarna hijau mint berputar-putar di kualinya. "Rasanya benar, itu saja."

Snape tidak mau repot-repot menanyakannya lagi. Dia tidak berhenti menatap sekalipun. Apalagi saat Nimmy dan Verde berada di kelasnya juga. Nimmy tidak terlalu cerewet selama pelajaran, tapi Verde suka menyanyikan lagu yang dia dengar dari Ron. Snape selalu melarang Harry untuk itu. Agak lucu sebenarnya, karena sepertinya Snape (bersama Draco dan Ron) adalah satu-satunya yang tidak tegang dan kabur di sekitar familiarnya. Namun, selalu ada alis yang berkerut setiap kali ada yang melihat Nimmy duduk santai di atas buku pelajaran Harry atau Verde di rambut oranye Ron.

Harry menyebutnya kemenangan.

Nimmy mengatakan dia tak begitu setuju.

Beberapa minggu berikutnya dihabiskan dengan normal. Harry pergi ke kelas, mengunjungi Hedwig di kandang burung, menghabiskan waktunya di perpustakaan dan umumnya bertindak sebagai zona aman antara Draco dan Ron. Draco masih sedikit ... yah, Draco.

Setiap kali Draco mengatakan sesuatu yang sedikit kasar atau jahat atau sombong, wajah Ron pias dan dia tampak seperti telah diberi anak anjing dan kemudian tak diperbolehkan mengelusnya. Insiden itu biasanya diikuti oleh Ron yang menjaga jarak dan Draco merengek tentang hal itu kepada Harry saat sarapan, makan siang, dan minum teh.

Kali ini tak berbeda.

"...dan dia tahu aku tak sungguh-sungguh." Draco mendesah dramatis, menyandarkan dagu ke telapak tangannya. Dia menggunakan tangannya yang lain untuk mengaduk-aduk sup ayamnya dengan linglung.

Harry bersenandung kecil, kata-kata Draco masuk satu telinga dan keluar dari telinga yang lain. Dia sedang sibuk menikmati porsi sore treacle tart nya. Ini benar-benar sempurna. Hasil terbaik.

"---arry! Harry! Apa kau mendengarku?"
Berkedip, Harry berhenti di tengah-tengah acara makannya dan berbalik menatap Draco yang terlihat kesal. Dia mengangkat alisnya penuh tanya.

"Nevermind," Draco menggelengkan kepalanya, "Aku tak mau tahu." Dia kemudian mendorong supnya dan berdiri. Dengan menggerutu, dia berbalik dan pergi.

"Ke mana lagi dia?" Daphne Greengrass bertanya dari kiri Harry. Dia menyelipkan rambut pirangnya ke belakang telinga dan mengerutkan kening.

Pansy Parkinson memutar matanya dari kanan. "Oh please," dia meniup poninya, "dia jelas akan pergi menemui pacarnya."

"Oh, kau tahu?" Harry memiringkan kepalanya ke samping. "Memang, itu jelas. Aku hanya tak berpikir ada di antara kita yang akan mengatakannya." Dia meraih treacle tart lagi, mengabaikan suara keras yang dibuat Greengrass.

Parkinson terkekeh dan menarik perhatian beberapa siswa Slytherin lainnya.

"Apa yang lucu?" Theodore Nott menoleh ke arah mereka dengan rasa ingin tahu.

Parkinson memberikan seringai predator. "Kami hanya berbicara tentang Malfoy dan--"

"Pacarnya," Nott memotong dan mengarahkan pandangannya ke langit-langit sambil mendesah. "Selalu Weasley ini Weasley itu."

"Tak sabar menunggu pernikahan mereka," Blaise Zabini bergumam ke dalam pialanya. Ada sedikit kesan serius pada kalimatnya yang  membuat meja mereka menjadi sepi.

Greengrass berdehem. "Mereka tidak bisa," katanya, cemberutnya semakin dalam, "Malfoy akan menikahi adik perempuanku." Ada finalitas khusus pada kata-katanya yang membuat Harry menusukkan garpunya ke treacle tart dengan cemberut.

"Aku tidak akan khawatir tentang itu Potter, " Parkinson berjalan mendekat padanya, menyikut sikunya, "Ada banyak cara untuk menyingkirkan Astoria."

"Mungkin kau harus bertanya pada Zabini," Tracey Davis berkata pelan dari balik buku tebalnya, "Bagaimanapun juga ibunya adalah seorang janda hitam." *¹

Parkinson menyeringai kejam dan menyembunyikan wajah di balik tangannya untuk menahan tawa.

Zabini hanya menyipitkan mata, bibirnya membentuk garis tipis tanda tak senang.

Tersenyum, mau tak mau Harry berpikir baby Pelahap Maut mulai menghangat padanya. Atau mungkin dia hanya berkhayal. Either way, tampaknya tidak terlalu buruk.

Kemudian, setelah kelas Mantra dan permainan 'berapa kali aku bisa memutar mataku sebelum Draco meraih bahu Ron dan menyatakan cinta padanya,' Harry pergi ke kandang burung hantu.

"Hello, beautiful," Harry tak tahan untuk tak menyeringai saat dia membelai bulu halus Hedwig. Burung hantu itu menggigit rambut hitamnya dengan penuh kasih sayang dan memberikan satu atau dua tiupan. "Aku tau, aku tau," Harry bergumam, menekan wajahnya ke dalam bulu putih familiarnya, "Aku janji kau akan segera terbang dengan surat-surat itu. Aku punya sahabat pena. Walaupun kau tetap harus berhati-hati, dia punya sedikit masalah dengan emosinya."

Malam itu Harry bermimpi Sirius jatuh dari balik tabir. Dia bermimpi Pettigrew memotong lengannya sendiri. Dan ketika Cedric yang merangkak keluar dari kuali bukannya Voldemort, Harry bangun dengan terkejut. Kulitnya terasa lembap dan jantungnya bergemuruh di balik tulang rusuknya, napasnya cepat dan pendek, terdengar keras di telinganya sendiri. Tenggorokannya tercekat. Harry menatap tirai yang menutupi tempat tidurnya dengan ketidakpercayaan.

"Master?" Nimmy mengangkat kepala kecilnya dari sisi bantal. Nada suaranya khawatir.

Tersentak, Harry memaksa sarafnya untuk tenang. Dia memaksa jantungnya untuk tidak berdetak begitu cepat, atau setidaknya dia mencoba, itu hanya berakhir dengan dadanya yang sesak dan sangat sakit. "Fine," Dia meraba-raba selimutnya, membungkus jari-jarinya erat-erat ke dalam bahan sutra itu untuk menenangkan diri. "I'm fine."

Dia tidak tidur, Sebaliknya, dia terus menatap tirai gelapnya. Harry merasa mungkin ada Pelahap Maut yang mengintai di lekukan dan kemiringan tirai, menunggu Harry tertidur hanya agar mereka bisa membunuhnya.

Harry tidak menghilangkan perasaan itu, bahkan ketika dia duduk untuk menjernihkan pikirannya. "I'm fine," dia mengangguk.

Draco terlihat tak yakin. "Kalau kau berkata begitu."

Whatever.

Harry tidak peduli dengan mimpi buruknya. Dia peduli untuk mengeluarkan Sirius dari Azkaban, dan entah bagaimana menjadikan Hermione temannya lagi, soal mendapatkan batu bertuah dan memberikannya kepada Voldemort sehingga dia dapat mencapai mimpinya menjadi abadi dan berhenti mengeluh tentang hal itu.

Mungkin butuh waktu, tapi Harry sudah memilih apa yang dia inginkan. Tak ada yang bisa menghentikannya sekarang.

_________________________
¹* Black Widow (Janda Hitam): Wanita yang membunuh suami atau pasangannya

Harry. Exe Has Stopped WorkingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang