Chapter delapan belas:
"Itu pasti tak sengaja," Tom bergumam, menggosokkan ibu jarinya perlahan pada bekas luka Harry. Mereka bersembunyi di salah satu study room Malfoy Manor. Tema ruangan itu lebih lembut dari yang lain, coklat dan emas hangat. Ruangan itu juga diterangi oleh cahaya temaram dari perapian.
Nimmy dan Verde masih bertengkar. Hanya saja mereka sekarang meluncur satu sama lain di atas meja kerja di sisi lain ruangan.
"Mhhm," Gumam Harry dari tempat dia duduk di seberang loveseat gelap, satu kaki dengan santai berada di atas paha Dark Lord. Itu pas di antara kaki Tom sendiri. Mata Harry setengah tertutup saat Tom memeriksa bekas lukanya dengan tatapan penasaran. Jari jemari itu meluncur di atas bekas dengan sentuhan lembut. Harry merasakan seluruh tubuhnya merinding dan dia sangat, sangat hangat. Dia meleleh dan mengambang dan penuh dengan kupu-kupu.
Yang mana seharusnya tidak. Karena ini Tom. Tom -- Voldemort -- yang sudah menyatukan kulitnya dengan milik Harry selama tahun Harry dan tahun-tahun yang lalu dan sudah menyulutnya dengan api. Dan api itu, luka yang membiru sudah meninggalkan bekas tak terlihat, tapi ini, sentuhan ini, tak seperti sebelumnya.
Dan ini luar biasa.
"Tetap saja," suara Tom terdengar tenang di antara mereka, penuh dengan sesuatu seperti kekaguman, "Horcrux manusia, sungguh aneh. Sangatlah aneh," Dia memegang wajah Harry dengan tangannya dan menatap dengan ekspresi tak terbaca. Ada sebuah kerutan kecil di antara alis itu tapi hanya itu yang bisa Harry baca dari ekspresinya.
"Bagaimana kau bisa tahu soal itu? soal Horcruxes?" tanya Tom
Genggaman Tom tiba-tiba mengerat. Jarinya menyelip di antara rambut putih itu dan menariknya dengan kasar pada entah seberapa rambut yang dia dapat.
Harry mengeluarkan napas panjang, hampir tak terpengaruh dengan sedikit rasa sakit. Dia menatap pada kemarahan yang terbangun di balik mata merah dan dalam itu lalu terlena di dalamnya. Bibir Tom berkerut berubah menjadi cemberut. "Bagaimana kau bisa tahu soal Horcruxes ku?" Dia mendesis, suaranya rendah dan ganas. Dadanya naik-turun dan napasnya terengah.
Hot, Harry pikir, dia sangat hot.
Otaknya berpikir kemana-mana tak mau fokus ke percakapan ini. For fucks sake. Saat dia membutuhkannya--
"Katakan padaku," Tom memerintah. Kerdipan api dari perapian memancarkan bayangan di wajahnya dan membuatnya terlihat seperti diselimuti kegelapan. Seperti tak teraih. Seperti---
Sangat lucu bagaimana pandangan Tom lepas darinya. Kemarahan yang sama yang berkobar di antara ketakutan akan kematian yang tertahan. Menyedihkan, Sangat sangat menyedihkan.
Harry meletakkan satu tangan di pergelangan Tom dan yang lainnya di atas tangan besar yang bertengger di pipinya sendiri. Dia merasakan debaran nadi itu dan menutup mata. Harry bersandar pada telapak tangan Tom dan menetap di sana dengan helaan lembut. "Aku tak akan menyakiti mereka," kata Harry, "Mereka sepertiku," Dia mendusel pada tangan Tom dan merasakannya berubah menjadi kaku. "Kau mempercayaiku dengan batu itu. Jadi, percaya padaku dengan hal ini juga,"
Tom tetap diam dan tangannya yang lain mundur dari wajah Harry. Mengerutkan dahi, Harry membuka matanya hanya untuk melihat ekspresi Tom yang memasang ekspresi tak percaya.
"Yes," Katanya mengalah, "Aku mempercayai seorang anak sebelas tahun yang menulis surat tentang bati bertuah yang mana dipenuhi hati. Tentunya aku seharusnya mempercayainya untuk menjaga rahasia horcruxku. Pastinya tak ada alasan untuk khawatir,"
Harry mengemut bibir bawahnya, "Hati-hati itu terlihat indah," dia menyangkal.
Mata Tom menyipit, "Kupikir kau menghinaku. Aku ingin membunuhmu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Harry. Exe Has Stopped Working
FanfictionA Tomarry story Harry Potter sudah tak peduli lagi. Ya begitu. Itu alurnya. {{Dan itu semua karena Death melakukan sesuatu yang sangat amat bodoh di belakang Harry}} Atau; Harry mati dan bangun lagi di dalam lemari bawah tangga. Kenyang menjadi main...