Subuh sekali Mila sudah siap untuk pergi ke rumah Sadil. Setelah malam yang buruk itu, Mila memutuskan untuk menginap selama tiga hari di kos-an keluarga Bayu yang biasa dia tinggali setiap kali ada masalah.
Sebenarnya ia sudah enggan untuk kembali ke rumah neraka itu, namun ada barang yang harus di ambil. Bukan hal penting, namun ia butuh barang itu. "Semog Bapak gak dirumah," gumam Mila seraya mengunci kamar kos yang di tempati.
Nanti setelah pulang dari rumah Sadil, ia akan menemui Bayu untuk mengembalikan kunci ini. Mila merasa tak enak hati jika terus-terusan bergantung dengan kebaikan Bayu.
Bagaimanpun caranya ia tak boleh bergantung lagi, ia harus benar-benar mandiri.
Mila berjalan beberapa kilo panjangnya, tanpa ada kendraan yang mengantar, tanpa ada makanan yang membantu menambah stamina tubuhnya. Ia tidak punya uang sama sekali, hanya satu botol air putih yang di ambil dari kran ketika hendak pergi dari kos-an Bayu tadi. Itulah penambah tenaga buat Mila.
Tangan Mila menahan perutnya yang terasa perih. Selama tiga hari sembunyi di kos-an Bayu ia hanya makan dua kali, itu pun hanya nasi putih dengan royco saja. Hanya itu yang bisa dia beli dari sisa uang yang di pegang. "Huh! Perut gue perih banget."
Mila mengerjap. "Jangan pingsan plis."
"Gak mungkin gue malak orang dengan keadaan begini. Bisa-bisa ketangkep, di gebukin gue."
Tek berapa lama ia sampai di depan rumah milik Sadil. Mila hanya ingin mengambil tas kecil yang selalu di bawa kemana-mana. Memang tidak penting, karena tak ada barang berharga.
Sebelum masuk ia memastikan keadaan, takutnya ada Sadil. Percuma sembunyi jika pada akhirnya ketemu. "Semoga tuh Bapak-Bapak kagak pulang."
Mila memutar knop pintu depan, tak bisa di buka. Ia berjalan ke pintu belakang, wajah Mila sumringah ketika pintu itu tak dikunci.
Awalnya Mila memang sumringah, namun dalam hati kecilnya juga ketar-ketir takut Sadil ada didalam.
Dirasa di rumah kecil ini tak ada siapapun, gadis itu segera pergi ke kamarnya. Tas waitsbag sudah di tangan, dengan cepat ia memakai tas.
"JANGAN BERGERAK!" Ada tiga polisi menodongkan sebuah pistol tepat saat Mila membuka pintu belakang rumah, hendak keluar.
Kaki Mila mundur spontan, matanya terbelalak. Ada apa ini? Jantung Mila memompa semakin cepat. Kedua tangannya terangkat. "Ada apa Pak?" tanya Mila.
"Apakah Anda pemilik rumah ini?" tanya salah salah satu satpam.
"Pasti Bapak berulah lagi. Apa lagi sih yang di lakuin Bapak, sampai jadi buronan sana-sini," batin Mila geram.
Kepala Mila menggeleng ragu. "Bukan Pak," kata Mila bohong.
"Lantas apa yang kamu lakukan di dalam rumah ini?!"
"Saya cuma ngambil tas saya yang pemilik rumah ini pinjam beberapa hari lalu, dan saya juga sudah mendapat izin dari pemiliknya," jelas Mila tanpa ragu.
Untung dia sudah mempelajari taktik Sadil ketika di hadapkan dengan polisi. Sepanik apapun, ia tak boleh menunjukkan raut tersebut.
Todongan pistol itu di turunkan. "Sekarang dimana pemilik rumah ini?!"
"Tadi sih sebelum saya masuk, orangnya pamit mau ke pasar."
"Kalian, geledah seluruh isi rumah," titah salah satu polisi yang di yakini adalah komandan daro dua polisi yang lain.
"Siap komandan!"
"Aduh, gawat. Gue harus cepat-cepat pergi, sebelum mereka tau kalau gue juga tinggal disini," batin Mila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banana Cinta
RomanceWajib baca Hi, ust Agam! Dulu, lanjut baca Jodohku Yang Mana? Baru cerita Banana Cinta, biar gak bingung. Satu buah pisang membawa seorang Ali Husein Al-Fahrizi terpaksa menikahi gadis mantan begal, buronan depkolektor. Ini lah kisah singkat Gus H...