🌿BC-06

13.8K 2.9K 820
                                    

Gadis itu terdiam. Selang beberapa detik sebuah ledak tawa menggema di seluruh sudut ruangan. "Lelucon lo garing."

Senyum Husein menghiasi wajah tampannya. "Bahkan kamu jauh lebih cantik dan manis dari foto yang di tunjukkan kepadaku," batinnya bersuara.

Tawa Mila terhenti ketika sadar jika laki-laki asing yang ada dihadapannya ini diam dengan sedikit senyum sembari terus menatap manik matanya. "Heh, jangan natap kayak gitu!"

Mila mulai was-was. "Gak usah cabul! Gue jago bela diri!"

Kedua tangan ia silangkan didepan dada. "No! Gak boleh macem-macem! Gini-gini gue juga masih segel."

Husein semakin melengkungkan kedua sudut bibirnya. "Gak macam-macam. Cuma satu macam."

Mulut Mila ternganga. "Heh! Jangan sembarangan! Dasar cowok mesum."

Kaki Mila mundur perlahan ketika Husein semakin maju, mengikis jarak diantara keduanya. "STOP! Gue teriak nih!"

Lagi-lagi Husen tersenyum. Coba katakan! Bagaimana bisa baru bertemu ia sudah merasa nyaman dengan gadis aneh ini. Entah kenapa sikap ketusnya justru terlihat lucu dimata seorang Ali Husein Al-Fahrizi.

"Gue bilang stop, ya stop!" Kali ini nada yang dikeluarkan Mila semakin menekan. Bohong jika ia tak takut. Memang benar gadis ini cukup memiliki keahlian dalam bidang bela diri, akan tetapi ia juga bingung kenapa dengan laki-laki yang dianggap mesum ini seakan kekuatannya lenyap.

Mungkin karena ia teringat di pesantren Husein memiliki pasukan yang banyak, sedangkan ia hanya sendirian.

"Sebenarnya bukan saya yang mesum. Pikiran kamu saja yang jorok. Saya hanya minta kamu, mulai sekarang jangan lepas hijabnya. Kamu jelek gak pake hijab," tuturnya.

Kedua tangan Mila berkacak pinggang. "Lo denger! Mau gue jelek, mau gue cantik. Emang apa urusan lo? Gue gak suka diatur, asal lo tau itu."

"Iya saya tau kamu memang keras kepala. Oleh karena itu, tugas saya disini untuk melunakkan hati kamu yang sekeras batu menjadi seulas benang sutra untuk saya." Jika kalian pikir Mila akan terpengaruh dengan kata-kata manis yang keluar dari lisan Husein, tentu salah besar.

Gadis ini justru menatap Husein menantang. "Coba aja kalau bisa." Ia mengeluarkan smirknya. "Benteng yang gue bangun udah terlalu lama dan terlalu tinggi. Jadi, gak usah berharap lebih. Takutnya lo jatuh sejatuh-jatuhnya karena gak bisa dapetin gue. Lo juga bukan tipe gue!"

"Mungkin sekarang saya bukan lah tipe laki-laki yang kamu inginkan. Tapi suatu saat justru kamu yang gak bisa lepas dari saya." Kalimatnya diakhiri dengan seulas senyum. Entah sudah ke berapa kali ia tersenyum didepan istri galaknya.

Mila melipat tangan didepan dada, menatap Husein santai. "Udah ngomongnya? Kalau udah boleh kan tunjukin dimana gue harus tinggal. Intinya gue gak mau tinggal dirumah lo."

"Memangnya kenapa kalau tinggal disini? Kamu gak mau tidur di kasur empuk?" Seumur-umur Husein sama sekali tak pernah bersikap seperti ini didepan siapapun.

"Sorry. Lebih baik gue tidur beralaskan kardus daripada tidur serumah sama orang mesum kayak lo. Gue emang gak tau menau tentang agama yang gue peluk, tapi gue tau gimana cara jaga hak dari suami gue nanti," balas Mila memalingkan wajah karena kesal.

"Alhamdulillah. Setelah ini kamu akan diantar ke asrama. Sembari menunggu kamu bisa makan dulu."

Mendengar kata makan wajah Mila kembali melihat sang empu. Rautnya sumringah, matanya tampak berbinar. "Tau aja kalau gue lagi laper."

"Tapi, lo gak nyuruh gue buat bayar kan? Gue gak punya duit soalnya, hehe."

"Saya nyuruh kamu makan, bukan nyuruh kamu buat bayar makanan," jawab Husein.

Banana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang