Terlihat Hafidz selagi santri yang bertugas jaga gerbang tengah bingung mencari santri baru yang bernama Mila. Dia tahu wajah Mila sebab ketika pertama kali datang kemari posisi sedang melakukan tugas menjaga gerbang.
Sebenarnya bisa saja nama Mila di panggil melewati pengeras suara, akan tetapi orang yang ingin bertemu berkata tak mau mengganggu aktivitas Mila. Oleh karena itu, dia hanya menitip seutas kertas saja.
"Ustadzah!" panggil Hafidz ketika melihat ada salah satu ustadzah melintas tak jauh darinya.
Orang yang di panggil berhenti, sementara Hafidz datang menghampiri ustadzah tersebut. "Ada apa, Fidz?"
"Saya boleh minta tolong gak?"
Sang ustadzah mengangguk. "Boleh."
Tangan Hafidz terulur, menyerahkan lipatan kertas itu kepada perempuan yang ada di hadapannya. "Minta tolong nanti kalau ketemu Mbak Mila, kasih surat ini. Dari temannya."
Ustadzah tersebut mengambil apa yang di ulurkan Hafidz. "Iya nanti saya kasih kalau berpapasan sama Mila."
Hafidz melempar senyum terimakasih. "Matursuwon, Dzah."
"Sama-sama. Ya udah kalau gitu saya pamit pergi dulu, assalamualaikum."
"Walaikumussalam."
Kebetulan sekali tak lama setelah menerima surat si ustadzah berpapasan dengan gadis yang bernama Mila. "Kamu Mila, bukan?"
Sejenak Mila melirik Nurul, lalu melihat perempuan yang tadi bersuara. Kepalanya mengangguk. "Iya, kenapa?"
"Ini tadi ada titipan dari penjaga gerbang, surat buat kamu." Mengulurkan surat yang tadi Hafidz berikan.
Mila mengambil surat tersebut. "Dari siapa?"
"Katanya dari teman kamu, setelah itu saya gak tau." Seusai memberi salam, ustadzah itu pamit.
"Temen gue siapa ya, Rul? Kayaknya gue gak ada punya temen di luar sana."
"Lah, lu nanya gua terus gua nanya siapa? Rumput tetangga?" balas Nurul mendengus.
"Lo kan setan, suka nguntit. Gampang kepo."
"Asli, dari dulu lu seujon mulu sama gua. Awas lu kena karma."
"Gue ketemu lo tiap hari aja udah berasa ketiban karma, Rul. Bisanya ngoceh mulu."
"Kan situ juga suka ngoceh, kenapa cuma saya yang salah."
"Emang lo tempatnya salah. Diem aja lo udah salah dimata gue, apalagi bertingkah."
Lagi-lagi Nurul berdecak sebal. Seandainya Mila bukan satu-satunya manusia disini yang bisa melihat dirinya sudah pasti tak mau ia mengikuti Mila. "Untung gua sabar."
Bola mata hitam Mila melirik dimana Nurul berada, satu bibir atas terangkat. "Ternyata setan juga bisa sabar."
Nurul mendelik, menahan napas. "Lu! Emang bener-bener! Gak usah bikin emosi, buka aja itu kertas. Serasa pengen gibeng tuyul gua lama-lama."
"Ya udah sih gak usah girang gitu mukanya." Mila membuka dan membaca isi dari kertas tersebut. Mengabaikan setan yang berdiri disampingnya.
------------------------------------------
Mil, ini gue, Bayu. Posisi gue sekarang ada di coffee shop lima meter dari pesantren Al-Ikhsan. Kalau lo bisa kesini, gue tunggu.
-------------------------------------------Itu lah secarik kertas berisi pesan dari sahabat karipnya. Jelas Mila senang, hampir dua minggu mereka tak pernah jumpa. Mereka dipisahkan oleh laut yang terbentang. Rasa rindu menyelimuti kedua insan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banana Cinta
RomanceWajib baca Hi, ust Agam! Dulu, lanjut baca Jodohku Yang Mana? Baru cerita Banana Cinta, biar gak bingung. Satu buah pisang membawa seorang Ali Husein Al-Fahrizi terpaksa menikahi gadis mantan begal, buronan depkolektor. Ini lah kisah singkat Gus H...