"Ini Mas Husein kemana aja sih, heran dari tadi gak nongol-nongol," kesal gadis yang duduk di atas kursi busa dengan tv yang menyala di depannya.
Datang sosok Galih membawa makanan dan minuman yang di minta oleh gadis ini. "Ini tuan putri. Untung Mas sabar dan penyayang, kalau enggak udah Mas kurung di kandang manyet lo."
Gadis itu mengambil dan mencomot kue kering yang tadi di bawa Galih. "Dih, gak ikhlas banget jadi orang. Gak jadi dapet pahala tau rasa kau."
Galih ikut duduk lesehan. "Lagian ngapain sih cariin orang yang gak ada. Yang ada-ada aja napa. Mas Galih contohnya."
"Idih, Mel mah sukanya sama Mas Husein, gak suka sama Mas Galih. Mas Husein kemana sih, Mas?"
"Perasaan tadi udah dikasih tau, orangnya ada toko kue Bunda. Heran bolot amat punya telinga," jawab Galih.
"Ya elah Mas-Mas, jadi orang tuh yang sabaran dikit napa. Gitu doang ngegas."
"Emang situ enggak?"
"Enggak lah, Mel lemah lembut, sopan santun juga kalau ngomong."
Galih bergidik mendengar ucapan sepupu perempuannya. "Sangking lembutnya sampek sesek ini napas."
Wajah Melin berubah serius. "Eh, Mas!"
"Gak usah serius-serius lo, Mel. Ngeri tau gak," sahut Galih mengusap kedua lengannya.
"Mas pikir Mel setan! Gak asik banget."
"Mau ngomong apa emang?"
Melin mendekatkan bibirnya di depan telinga Galih, tak terlalu dekat. Lalu mulai membisikkan sesuatu.
Kepala Galih gelang-geleng. Padahal diruangan ini mereka hanya berdua, bisa-bisanya berbicara dengan suara sepelan ini. "Emang kenapa kalau Mas kamu yang satu itu udah nikah?"
"Wah gak bisa dibiarin, masa nikah gak ngomong-ngomong sama Mel. Ckk, dulu ngomongnya mau nikah sama Mel." Melin mulai meniru ekspresi Husein dulu. "Mel nanti kalau udah besar nikah sama Mas, ya. Hadeehh, prreett omong doang." Ia pikir apa yang dibilang mamanya cuma bercanda, ternyata benar adanya.
Mendengar suara orang memanggil nama Husein gadis itu pun bangkit. "Pasti itu orangnya."
Kaki Melin berlari kecil, benar saja Husein sudah datang. Akan tetapi tak sendirian, ada perempuan dibelakangnya. "Apa itu istrinya?" gumamnya sebelum benar-benar ada dihadapan Husein.
"Mas! Di tungguin juga, hampir lumutan nih. Mel kangen tau sama Mas Husein."
Husein membalas senyuman gadis tersebut. "Udah lama nunggu?"
"Pake banget." Mata Melin melirik perempuan yang berdiam diri satu meter dari Husein. "Dia is-"
"Ssstt!" sela Husein tahu kata apa yang akan keluar dari mulut adik sepupunya.
Laki-laki itu membalikkan badan. "Saya lagi sibuk, gak bisa bahas sekarang. Assalamualaikum." Ia pergi bersama Melin, dan meninggalkan Mila dengan perasaan kecewa.
Begitu memunggungi Mila, kedua sudut bibirnya tertarik, tersenyum tipis. Apabila kamu mencintai seseorang biarkan dia pergi, jika dia kembali berarti dia memang milikmu. Dan Husein yakin dengan hal itu. Nyatanya Mila kembali tanpa diminta.
"Mas, itu tadi siapa? Istri?" tanya Melin seraya mengikuti Husein.
"Iya," jawab Husein singkat.
Melin mendengus. Langkahnya terhenti, kedua tangan disilangkan didepan dada. "Mas Husein gimana sih, dulu waktu kecil bilangnya." Ia kembali memperagakan gaya bicara Husein waktu kecil, tentunya dalam versi Melin. "Mel nanti kalau udah gede nikah sama Mas ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Banana Cinta
RomanceWajib baca Hi, ust Agam! Dulu, lanjut baca Jodohku Yang Mana? Baru cerita Banana Cinta, biar gak bingung. Satu buah pisang membawa seorang Ali Husein Al-Fahrizi terpaksa menikahi gadis mantan begal, buronan depkolektor. Ini lah kisah singkat Gus H...