🌿BC-05

14.9K 3K 802
                                    

Mila menatap kagum. Bukan kagum dengan rupa tampan Husein, tapi kagum karena seluruh santri benar-benar melakukan titahnya. "Gila. Keren, keren. Bisa nurut gitu."

Husein berdiri satu meter dari Mila. Menatap gadis yang ada di depannya. Batinnya bersuara, "Apakah ini istri saya."

"Apakah kamu Dea Karamila, cucu kakek Dayu?" tanya Husein.

Gadis yang di beri pertanyaan itu melipat kedua tangan di depan dada. Menelisik penampilan Husein dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tinggi, menjulang juga cukup tampan. Tapi entah kenapa meski tampan dan berwibawa serta terlihat dewasa tidak mampu membuat Mila tertarik.

"Pasti lo Husein," tebak Mila. "Bentar deh. Sebenarnya lo siapa gue sih? Kenapa kakek nyuruh gue nyari lo?"

"Mulai sekarang kamu adalah tanggung jawab saya," kata Husein. "Ayo ikuti saya!"

"Eh bentar!" Bayu menghentikan pergerakan Mila. Tak lama, laki-laki itu membawa masuk Mila kedalam dekapannya. "Gue akan rindu banget Mil."

"Gue juga."

"Senengnya kagak ada yang moroti gue lagi, susahnya hidup gue jadi kagak seru kalau kagak ada lo Mil."

Husein yang menyaksikan adegan istri dengan laki-laki yang tak di kenal itu-pun hanya mampu menahan amarah. Untuk sekarang Mila tak bisa terlalu di kekang.

Seperti apa yang di katakan kakek Dayu setelah akad beberapa hari yang lalu, ia harus bisa meluluhkan hati Mila terlebih dahulu. Setelah itu baru bisa berkata jujur kepada Mila, bahwa mereka sudah sah menjadi suami istri secara agama. Mila tak perlu wali untuk menikah, sebab ayah dan sanak saudaranya bukan dari keluarga muslim.

Mila pemilik hati yang keras, tak mudah luluh seperti perempuan pada umumnya. Kehidupanlah yang membekukan hatinya. Oleh karena itu, kakek Dayu meminta Husein untuk meluluhkan hati yang beku, serta membimbingnya menjadi perempuan sholeha.

Sedangkan kedua orang tua Husein sendiri hanya bisa menyaksikan akad nikah anaknya dari balik layar ponsel, lewat video call. Agam dan Cita juga tahu wajah menantunya dari foto berhiaskan bingkai.

Mila mendorong tubuh Bayu. "Lebay amat lo." Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Bayu, lalu berbisik, "Kapan-kapan kita ketemu."

"Yoi," balas Bayu bertos ria.

Husein geram. Meski belum ada cinta, namun sebagai suami ia tak rela melihat istrinya terlalu dekat dengan laki-laki selain dirinya. "Mau sampai kapan saya menunggu kamu bermesraan dengan laki-laki yang bukan mahram kamu."

"Apa perlu saya menarik kamu untuk cepat masuk kedalam?!" lanjutnya.

Tatapan Mila ke Husein berubah sinis. "Gak usah balagu. Lo siapanya Mila? Saudara bukan, suami bukan. Berani ngelarang." Emosi Bayu sudah tersulut.

"Udah Bay. Biar gue yang urus. Lo pergi aja!" seru Mila.

"Tapi Mil-"

"Udah sana! Lo sendiri yang nyuruh gue nurutin kemauan kakek."

Dengan berat hati, laki-laki itu membalikkan badan pergi dari bibir pesantren. Keduanya sempat saling melambaikan tangan.

Begitu tubuh Bayu hilang tak terlihat di telan persimpangan, gadis itu pun membalikkan badan. Menatap laki-laki tampan, tinggi menjulang.

"Udah?" tanya Husein datar.

Satu alis Mila terangkat. "Apanya yang udah?"

"Sekarang kamu ikut saya!"

"Kemana?"

"Jalan sendiri atau saya seret?!" gertak Husein. Sebenarnya ia tak serius dengan ucapannya, ia tahu bagaimana memuliakan seorang perempuan. Apalagi Mila sekarang sudah sah menjadi istrinya.

Banana CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang